Butuh waktu setidaknya 1,5 jam bagi saya untuk tiba di Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, dari pusat kota Bandung. Jaraknya lebih dari 20 kilometer, melalui Jalan Maribaya yang penuh tikungan tajam dan kontur yang naik-turun—seperti mood saya. Medan semakin menantang saat saya harus memacu sepeda motor melalui jalan pedesaan yang menanjak curam, sempit, terjal, dan berkerikil. Selama beberapa ratus meter, saya berkendara di tengah lahan ladang warga sebelum akhirnya tiba di Kampung Pasir Angling.
Tiba di sebuah warung kelontong dengan beberapa bapak-bapak yang sedang nongkrong di depannya, saya menghentikan kendaraan dan turun dari sepeda motor saya. Di kampung begini, akan susah menemukan di mana pusat administrasi berada tanpa informasi langsung dari warga setempat. “Rumah Pak RW” tidak ada di dalam Google Maps.
“Pak, punten. Kalau Balai RW di sebelah mana, ya?” tanya saya dengan sopan, mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa Sunda.
“Oh, itu di belakang sana,” jawab salah satu bapak, menunjuk sebuah bangunan yang berada tepat di seberang warung. Oalah, rupanya saya sudah tiba di depan pusat administrasi RW ini. Balai RW ada di belakang masjid.
Singkat cerita, karena tak mendapati seorang pun di dalam balai itu, atau di bagian gedung lainnya, saya kembali ke warung dan bertanya lagi, “Kalau rumahnya kang Gunawan Azhari di mana, ya?”
Gunawan Azhari, Sosok di Balik KBA Suntenjaya
“Gunawan Azhari”, itu nama yang saya temukan setelah menelusuri informasi terkait KBA Suntenjaya di laman pencarian. Saya belum janjian dengan beliau, meski sudah mendapatkan kontaknya beberapa menit lalu di Kantor Desa Suntenjaya. Namun, saya terdorong untuk mencoba peruntungan. Siapa tahu, bapak-bapak itu ada yang kenal dengan sosok Gunawan Azhari.
“Oh, A’ Gungun? Itu rumahnya ada di belakang warung itu,” jawab bapak-bapak itu, menunjuk ke arah warung kelontong lain yang hanya berjarak sepelemparan batu dari tempat kami berada.
Setelah izin menitipkan sepeda motor, saya berjalan kaki menghampiri warung tersebut dan bertanya kepada ibu warung. Ah, baik sekali ibu itu, mengantarkan saya hingga persis di depan pintu rumah kang Gun. Ternyata, nama “Gunawan Azhari” pun sudah terpampang di depan pintu rumah. Syukurlah, beliau sedang ada di rumah. Saya izin masuk lalu memperkenalkan diri, dan dimulailah perbincangan kami sore itu.
Dari rumah beliau, saya diajak berjalan kaki ke basecamp komunitas yang letaknya juga berdekatan.
Dari luar, basecamp tersebut layaknya rumah warga pada umumnya. Sebagian fungsi di dalamnya pun seperti hunian pada umumnya, ada dapur dan kamar mandi. Kami duduk lesehan di ruang depan sementara kang Gun menghubungi salah satu pengurus kampung untuk ikut serta dalam obrolan sore itu. Sebagai pecinta kopi, hal pertama yang menarik saya di ruangan itu adalah hadirnya beberapa pack kopi giling yang dipajang sederhana di atas meja.
Soal kopi ini akan saya ceritakan lebih lanjut di bagian lain tulisan ini. Kita berkenalan dulu dengan tokoh utama tulisan ini. Sosok yang ramah, suka ngobrol, dan menjaga komitmennya.
Semua ini berawal dari keprihatinan kang Gunawan Azhari akan kampung halamannya, tempatnya dilahirkan dan dibesarkan.
Seperti muda-mudi lain yang penuh ambisi akan hari esok, kang Gun pergi meninggalkan desanya untuk merantau ke luar pulau, tepatnya Kalimantan. Meski begitu, Suntenjaya tak pergi dari hati dan pikirannya. Saat itu dekade 1990-an, kang Gun begitu membanggakan desanya pada kawan-kawannya. Dalam ingatannya, Suntenjaya adalah desa yang bersih dengan sungai yang jernih. Ketika ia kembali dan mendapati sungai sudah tercemar, sampah berserakan di jalanan desa, ia kaget dan kecewa bukan main. Ia ingin Suntenjaya, khususnya Pasir Angling, bersih seperti dulu lagi dengan warga yang kembali peduli akan kelestarian lingkungan.
Gayung bersambut. Seiring dengan keinginannya tersebut, kang Gun bersama dengan perangkat desa lainnya mengajukan Pasir Angling sebagai bagian dari Kampung Berseri Astra (KBA), sebuah program corporate social responsibility (CSR) untuk hidup berkelanjutan dari PT Astra International. “Berseri” adalah singkatan “bersih, sehat, cerdas, dan produktif.” Nama ini senafas dengan 4 pilar yang menjadi penopang setiap Kampung Berseri Astra, yaitu: kewirausahaan, pendidikan, lingkungan, dan kesehatan. Dari situlah, perjalanan Kampung Pasir Angling sebagai KBA Suntenjaya dimulai.
Lalu, bagaimana KBA Suntenjaya menghidupi keempat pilar tersebut, khususnya lingkungan?
Peternakan, UMKM, dan Pariwisata
Terletak di atas ketinggian lebih dari 1.200 mdpl dengan akses dari jalan raya yang masih cukup menantang, sebagian besar warga Kampung Pasir Angling bekerja di bidang pertanian dan peternakan. Mereka mengerjakan tanaman palawija dan sayur di ladang-ladang yang terhampar luas, bahkan di sisa lahan di antara rumah-rumah warga. Untuk peternakan, fokusnya adalah sapi perah dan domba.
Desa Suntenjaya, dan khususnya Kampung Pasir Angling, adalah salah satu produsen sapi perah terbaik dan terbesar. Kang Gunawan menuturkan, pada dekade 1990-an, limbah kotoran sapi di KBA Suntenjaya mencapai hitungan ton per hari saking banyaknya hewan ternak sapi di situ. Saya lalu diajak untuk melihat di mana penerapan tersebut dilakukan. Kami berjalan kaki melalui kediaman kang Gunawan, terus berjalan menuruni anak-anak tangga, hingga tiba di sebuah area di mana kandang-kandang sapi dan domba berada.
KBA Suntenjaya di Kampung Pasir Angling ini menerapkan sistem peternakan dan pertanian yang terintegrasi. Limbah kotoran ternak difermentasi atau dengan metode vermicomposting (kascing, bekas cacing) agar menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan. Sebaliknya, limbah pertanian pun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hasilnya tidak hanya sebuah sistem yang menerapkan zero-waste, namun juga ekonomis karena meminimalisir biaya yang dikeluarkan peternak untuk pakan dan pupuk. Tak heran bila pada tahun 2022, KBA Suntenjaya menjadi destinasi Workshop Lingkungan 2022 yang digelar PT Astra International Tbk dengan menggandeng sejumlah blogger dan wartawan.
Selain kandang-kandang, di area tersebut juga terdapat semacam amfiteater/tribun kecil untuk titik edukasi dan sudut instagrammable berupa lengkungan yang dirambati bebungaan, berlatarkan pegunungan dan hamparan ladang warga. Wisatawan yang mengunjungi KBA Suntenjaya di Kampung Pasir Angling ini biasanya rombongan dari instansi atau sekolah di luar kabupaten Bandung Barat. Pihak desa menyiapkan pemandu lengkap dengan itinerari atau agenda kunjungan, jadi tinggal mengikuti rute yang dibawakan pemandu.
Nah, semoga setelah membaca tulisan ini, kamu juga jadi excited untuk mengunjungi KBA Suntenjaya secara mandiri. Bisa sendiri, atau membawa kawan. Bila membutuhkan kontak kang Gunawan Azhari untuk informasi atau pendampingan, bisa melalui saya di email atau DM media sosial.
Karena keterbatasan waktu, saya tidak bisa melihat ladang kopi warga Pasir Angling karena masih harus naik ke atas bukit. Namun bisa saya bagikan di sini dari perbincangan saya dengan kang Gun dan kang Abdul sore itu, bahwa Kopi Pasir Angling adalah jenis Arabika, yang cenderung lebih ramah untuk penderita asam lambung daripada kopi robusta yang lebih asam. Tempat roasting-nya ada di basecamp, masih dijalankan dengan sangat sederhana menggunakan satu alat roasting. Sayang, saat saya di situ, sedang tidak ada aktivitas, namun kang Abdul membuatkan 3 cangkir kopi hitam panas—tanpa gula—yang disajikan dalam cangkir espresso kecil. Nikmat, namun harus segera dihabiskan karena akan cepat dingin.
Kopi Pasir Angling masih didistribusikan secara terbatas di cafe atau kedai-kedai kopi sekitar. Ada 3 olahan yang dihasilkan, yaitu: fullwash, honey, dan natural dengan harga berkisar dari Rp30 ribu hingga Rp35 ribu untuk kemasan 100 gram atau Rp60 ribu hingga Rp70 ribu untuk kemasan 200 gram.
Mereka sedang mengembangkan produksi kopi robusta, karena jenis ini yang lebih diminati pasar.
Selain kopi, juga ada permen susu karamel yang dijalankan oleh ibu-ibu peternak untuk mengoptimalkan seluruh hasil kandang agar sebisa mungkin tidak ada yang terbuang. Semua dimanfaatkan dengan baik, bahkan yang terkesan “sampah” sekalipun. Selain itu, inisiatif ini juga merupakan langkah untuk menambah hasil panen. Harganya Rp20 ribu saja per pack, standar harga produk oleh-oleh dengan bobot serupa.
Selain Bumi Perkemahan Taman Bincarung yang sudah berdiri sejak 2018 dan kini dikelola oleh Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) setempat, kang Abdul menambahkan hadirnya program live-in di Kampung Pasir Angling sejak 2015 dan dikelola oleh pihak RW. Inisiatif masuk melalui Sekolah Hijau Lestari, sebuah sekolah PAUD yang ada di Kampung Pasir Angling. Program ini melibatkan masyarakat kampung, karena membutuhkan rumah-rumah warga sebagai host bagi para tamu live-in.
Dengan rate Rp300 ribu/malam (sudah termasuk makan), program live-in Angling The Ranch menerapkan konsep agrowisata ekologi. Partisipan akan diajak melihat, belajar, dan ikutserta dalam kegiatan-kegiatan bertani dan beternak yang ada di Kampung Pasir Angling. Puji syukur, hingga saat ini program masih berjalan, setidaknya ada 3 kunjungan sepanjang tahun 2024. Barangkali kamu berminat jadi pengunjung berikutnya?
Pandemi dan Komitmen untuk Terus Melangkah
Langkah kang Gunawan dalam membuat desanya terus asri bukan terus tanpa hambatan. Ketika pandemi COVID-19 merebak yang puncaknya terjadi di tahun 2020-2021, KBA Suntenjaya ikut terkena imbasnya. Program-program yang dijalankan sempat buyar karena dana dialokasikan untuk keperluan medis yang lebih mendesak. Selain itu, penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan ternak yang melanda sejak tahun lalu pun menjadi rintangan yang harus dihadapi.
Kang Gun juga mengungkapkan, warga kampungnya seringkali susah untuk diajak berkomunikasi. Untuk menyiasati ini, ia memilih untuk langsung bertindak. Syukurnya dengan metode ini, warga lebih bisa menerima arahan dan menjalankan program sesuai anjuran.
Ketika saya bertanya, “Lalu apa yang membuat kang Gun tetap bertahan hingga sekarang?”
Beliau menjawab mantap, “Komitmen.” Kang Gunawan menjaga apa yang sudah ia janjikan pada orangtuanya, menjalankan apa yang sudah dimulai. Dengan bantuan kang Abdul dan tokoh muda-mudi desa lainnya, KBA Suntenjaya bertahan, bahkan mengembangkan program-program lain di Kampung Pasir Angling seperti program live-in “Angling The Ranch.” Bantuan dana dari PT Astra International Tbk dimanfaatkan untuk menjalankan proklim di bidang pertanian, peternakan, menjaga lingkungan, kesehatan, dan bahkan edukasi. Dengan semangat SATU Indonesia, Astra membekali desa-desa binaannya dengan dukungan dana, sarana prasarana, dan bahkan sumber daya manusia.
Kang Gunawan berharap, ia dapat membuat Kampung Pasir Angling ini terus dan semakin tertata tanpa mengubah tatanan baik yang sudah ada. Biarlah warga menjadi peternak atau petani, namun menjalankan sistem yang ramah untuk lingkungan dan keberlanjutan.
Sekitar pukul 15:30, saya izin pamit karena sudah harus kembali pada pekerjaan yang tertunda. Saya ucapkan terima kasih atas sambutan dan informasi yang dibagikan oleh kang Gunawan, sambil berharap di dalam hati ada kesempatan ke sini lagi. Saking serius dan excited menyimak penjelasan kang Gunawan, saya sampai lupa untuk berswafoto dengan beliau dan kang Abdul sebagai bukti otentik pertemuan kami.
Kembali melalui jalanan desa yang asri, saya mengendarai sepeda motor seiring dengan sang surya yang perlahan merona jingga di belakang saya. Semoga KBA Suntenjaya terus bangkit dan mengembangkan setiap potensi yang ada bahkan yang belum tergali. Meski berada di tengah pusat pariwisata Lembang, ia tetap bersahaja dengan ladang dan kandang, menjadi oase bagi wisatawan yang merindukan kehangatan warga di tengah gempuran kapitalisme wisata. Terima kasih sudah membaca, keep learning by traveling.














Inspiratid banget mas
Orang2 seperti kang gungun ini yg semoga banyaaaak di manapun yaa. Salut mas, Krn walau saat itu merantau jauh ke Kalimantan, tp kemudian balik dan kecewa dengan desanya yg sempat kotor, tp kang gungun nya mau berusaha memotivasi para warga supaya bisa membuat bersih lagi kampungnya.
apalagi pakai zero waste konsep dari pertanian dan peternakan. Oke loh ide nya. Aku malah tertarik juga dengan permen karamel yg dijual. Pasti enak 😍😍.
liat foto, memang cantiiik desanya. Rapi tertata. Apalagi ini Lembang yg sejuk. Pasti betah sih aku stay di sana