
Sudah 15 tahun berlalu sejak saya lulus dari bangku sekolah menengah atas *uhuk* *penyingkap usia*, namun saya masih ingat betapa nggak sukanya saya dengan ketiga mata pelajaran eksakta itu: matematika, fisika, dan kimia. Di antara ketiganya, fisika adalah kisah yang paling menyedihkan. Nilai fisika saya di rapor selalu di kisaran 60-an. Bahkan dalam ulangan sehari-hari, saya sering mendapat nilai di bawah 60 wkwkwk. Matematika dan Kimia lebih baik, setidaknya nilai saya di rapor di atas 70.
Bagi saya, Fisika adalah sebuah mata pelajaran another level. Nggak kayak matematika dan kimia yang “cukup” memahami rumus, dalam fisika kita harus menjalankan logika. Nah, bagian ini yang sering tak saya pahami. Kalau kamu gimana, mana di antara 3 mata pelajaran itu yang paling susah buatmu?
Saya dan kamu nggak sendiri. Menurut survey dari Kaspersky (2021), sebanyak 48% responden menjawab matematika sebagai mata pelajaran tersulit selama masa pembelajaran daring di era pandemi. Kimia, Fisika, dan Biologi mengikuti di belakangnya dengan persentase serupa, masing-masing 28%, 25%, dan 25%.
Mengapa Matematika, Kimia, dan Fisika Itu Menyeramkan?
Menurut saya dan beberapa sumber lainnya di internet, tiga mata pelajaran eksakta di atas terkesan menyeramkan karena banyaknya rumus yang harus dihafalkan. Namanya rumus, harus persis seperti itu, plek ketiplek sebagaimana adanya. Nggak bisa dikurangi atau diubah dengan pemahaman sendiri. Selain rumus, siswa juga tidak menyukai matematika, fisika, dan kimia karena faktor pengajar dan cara pengajarannya. Gurunya horor, galak, dan membosankan. Dateng-dateng langsung sodorin sederet soal. Nyerocos sendiri sama papan tulis kayak pesawat radio. Materi pembelajarannya gitu-gitu aja, hanya papan tulis dan buku teks konvensional.

Sebagai contoh, fisika, yang sebenarnya adalah ilmu memahami alam. Akan lebih menyenangkan dan lebih mudah dipahami bila metode pembelajaran mencakup praktek di lapangan, misalnya: praktek dengan dongkrak, tekanan, gravitasi, dsb. Ada banyak fenomena alam sehari-hari yang bisa digunakan sebagai metode pembelajaran.
Sistem pendidikan Indonesia memang butuh inovasi untuk menciptakan sebuah metode belajar yang membuat matematika, fisika, dan kimia disukai dan mudah dipahami siswa. Mungkin dari sinilah, lahir lembaga-lembaga bimbingan belajar (bimbel) swasta yang justru lebih aktif menemukan metode pembelajaran yang lebih efektif dari yang diberikan di sekolah. Saya masih ingat, dulu di jaman sekolah, mereka mengadakan kunjungan ke sekolah-sekolah setidaknya setahun sekali untuk mempromosikan program-program mereka, memikat anak-anak didik dan orangtua murid dengan formula pembelajaran yang akan membuat prestasi anak meningkat, atau lulus ujian masuk perguruan tinggi.
Peran Digitalisasi dalam Dunia Pendidikan
Syukurnya, kita tidak hidup dalam dunia yang begitu-begitu saja. Dari sejak saya lulus SMA hingga saat ini saja, teknologi komunikasi informasi dan digital berkembang pesat! Dulu, ponsel dengan fitur internet adalah sebuah kemewahan, sekarang sudah jadi kebutuhan. Dulu, punya jaringan GPRS saja sudah merasa seperti sultan, sekarang 4G sudah jadi tuntutan jaman.

Android belum hadir di masa saya bersekolah. Ada ponsel dengan layar warna, nada dering polifonik, kamera, dan fitur internet, tapi bukan ponsel cerdas di mana kita bisa menambah atau mengurangi sendiri aplikasi-aplikasi di dalamnya. Sekarang, ada seabrek aplikasi media sosial dan aplikasi lainnya yang bisa kita manfaatkan sebagai media pembelajaran. Ada pertanyaan namun enggan menanyakannya pada guru? Ada banyak platform tanya-jawab. Mau praktek sendiri tapi nggak punya alat-alatnya? Tinggal buka tutorialnya di Youtube.
Peran digitalisasi dalam dunia pendidikan semakin lekat kita rasakan ketika pandemi menyerang seisi dunia pada 2020-2021, lalu baru berangsur pulih pada 2022. Ada masa ketika sekolah berhenti beroperasi sama sekali, sebelum akhirnya dijalankan dengan sistem daring. Tempat pembelajaran beralih dari ruang kelas menjadi ruang virtual bernama Zoom. Interaksi beralih dari tatap muka menjadi layar kamera, dari lisan saja menjadi lisan dan tulisan.

Perubahan itu ternyata justru menjadi cara Sinotif menemukan inovasi yang lalu menjadi pembeda dengan lembaga bimbingan belajar lainnya. Meski saat ini pandemi sudah berakhir, sekolah dan kampus sudah kembali menjalankan kegiatan belajar-mengajar (KBM) secara tatap muka, namun Sinotif bertahan sebagai sebuah bimbingan belajar live interaktif. Tak terbatas jarak dan ruang, pengajar-pengajar terbaik Sinotif mendidik para siswanya dari berbagai kota di Indonesia.
Sinotif, Sebuah Bimbingan Belajar Live Interaktif
Kalau ada satu “kebaikan” yang bisa kita petik dari terjadinya pandemi, maka itu adalah kembalinya waktu kebersamaan keluarga di rumah. Yang tadinya sibuk sendiri-sendiri di luar dari pagi menjelang hingga selewat petang, jadi kembali beraktivitas di dalam rumah tanpa saling terhalang ruang.

Dengan bimbingan live interaktif dari Sinotif, siswa bisa menjalani kegiatan bimbingan belajar dari rumah. Lebih aman, nyaman, dan tentunya bisa sambil dipantau orangtua. Siswa atau orangtua juga nggak perlu lagi habis waktu di jalan buat antar-jemput atau naik transportasi umum.
Selama ada koneksi internet yang saat ini sudah tersebar di seluruh Indonesia, anak-anak bisa mengikuti bimbel live interaktif Sinotif. Sejak didirikan pada 2000, Sinotif telah menangani lebih dari 30.000 siswa selama lebih dari 20 tahun dari berbagai kota di Indonesia! Bahkan, ada total 13 negara yang dilayani oleh Sinotif lho. Seperti namanya, bimbel live interaktif dan bukan sekadar bimbel online, pengajar-pengajar Sinotif secara aktif melibatkan para siswa dalam kegiatan belajar. Coba temen-temen cek sendiri videonya di bawah ini.
Sinotif adalah sebuah bimbingan belajar spesialis matematika, fisika, dan kimia—3 pelajaran eksakta yang menjadi momok bagi siswa sedunia. Dengan Sinotif, siswa dari berbagai daerah di Indonesia bisa menikmati layanan bimbingan belajar yang berkualitas dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Kurikulum yang ditangani tak hanya kurikulum nasional, namun juga Nasional Plus dan bahkan internasional (Cambridge, IB, dan HSC).
Setiap Siswa adalah Berbeda
Saya mau sedikit cerita personal dulu.
Bulan Maret 2023 lalu, saya dan istri dikaruniai sepasang putri kembar yang saat ini sudah berusia hampir 6 bulan. Tak seperti kebanyakan anak kembar, keduanya kami namai dengan nama yang berbeda, yaitu Kamaya dan Kisae. Yang sama cuma nama belakangnya, Nugroho, hehe. Kami percaya, meskipun mereka kembar identik, namun mereka tetap dua persona yang berbeda, dengan selera berbeda, dan karakteristik berbeda.

Sinotif rupanya memiliki value yang sama dengan kami. Sinotif sadar betul, bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan, kepribadian, dan keunggulan yang berbeda-beda. Maka dari itu, Sinotif menerapkan Sinotif Learning Method yang memuat 4 pilar ini:
- Specialized, belajar dengan guru-guru yang ahli di bidangnya
- Personalized, fokus pada kebutuhan dan target siswa
- Systemized, belajar efektif dan efisien yang sistematis
- Limitless, layanan belajar 24 jam untuk website e-learning dan platform tanya jawab.
Sinotif Learning Method menerapkan metode belajar yang sistematis dan mampu mengidentifikasi setiap kebutuhan siswa dengan tepat. Metode belajar ini terbukti mampu membantu meningkatkan nilai siswa.
Makanya, Sinotif menawarkan layanan belajar yang privat dan eksklusif. Saya sendiri sepakat, bahwa salah satu kendala guru-guru di kelas membuat siswanya paham pelajarannya adalah karena kebanyakan siswa didik. Nah, ada 4 produk Sinotif Premier yang bisa kita pilih:
- Sinotif Premier Diamond : live interactive, privat, eksklusif, dan bergaransi
- Sinotif Premier Platinum : live interactive, semi privat, 3-5 siswa
- Sinotif Premier Gold : live interactive, 6-15 siswa, 1 kelas 1 tingkatan
- Sinotif Premier Silver : interaktif, belajar mandiri, bebas pilih kelas.

Selain Sinotif Premier, juga ada produk Sinotif Mobile untuk memfasilitasi seluruh siswa Indonesia yang ingin belajar kapan pun, di mana pun. Produk ini hadir dalam rupa Seratus Institute—sebuah website belajar online spesialis mata pelajaran eksakta—dan Tanya Jawab Soal, sebuah website dan aplikasi tanya jawab.
Dengan layanan dan metode pembelajarannya, Sinotif menjadikan matematika, fisika, dan kimia yang semula menyeramkan menjadi menyenangkan. Tak lagi jadi cerita horor, Sinotif menjadikan ketiganya nilai membanggakan di lembar rapor.

Karena menerapkan sistem live interaktif, Sinotif benar-benar sesuai dengan tagline saya dalam blog ini, “Keep learning by traveling.” Anak-anak kita bisa belajar dari mana pun, bahkan kapan pun, tinggal butuh gawai dan koneksi internet. Ruang dan jarak tak lagi terbatas, namun tetap difasilitasi guru-guru spesialis yang berkualitas.














Aku tuh bingung loh, kenapa yaa bimbel malah bisa bikin metode belajar yg lebih mudah masuk, drpd sekolah? Kenapa sekolah ga bisa seperti itu. Kenapa seolah kita dipaksa hrs ikut bimbel biar bisa paham. Ga ngerti makanya Ama metode sekolah2 dari zaman dulu Ampe Skr. Krn sama aja, dulu pun kita kayak disuruh hrs ikut bimbel biar ngerti
Padahal hrsnya sekolah yg punya tanggung jawab utk bikin siswanya ngerti kan 😂. Tau gitu, mending sekolahnya di bimbel aja 😄.
Sinotif aku udh kenal lama mas. Dan jujur LBH percaya mereka drpd bimbel lain Trutama yg baru2 Skr 🤣.
Dan mengingat aku tuh benciiii banget Ama trio killer barusan, matematika, fisika dan kimia, jadi udh pasti anakku kalo udh SMP, udh dpt pelajaran fisika dan kimia, aku masukin bimbel ini sih 😄. Soalnya dia ga bakal dpt bantuan apa2 dari emak bapaknya yg juga ga suka Ama nih pelajaran 😂. Saking bencinya aku ga tau mana yg paling aku sebelin🤣. Kayak ya kimia sih. Aku udh kayak alien berusaha belajar BHS manusia kalo udh ngadepin kimia 🤣
Kebetulan sinotif ini juga ga jauh dr rumah kantornya. JD LBH mudah dijangkau 👍
Asik nih mbak Fanny malah udah tau Sinotif lebih dulu dari aku hahaha. Enak tuh kantornya deket rumah, kalau ada saran atau pertanyaan mudah disampaikan.
Haha bener! berarti kan kualifikasi guru di sekolah jauh di bawah guru bimbel ya? eh oopps.
Tapi di sisi lain kadang guru juga kebanyakan tugas yang bukan mengajar. Di sekolah itu kadang kebanyakan hanahunu-nya jadi konsentrasi guru terpecah. Beda dengan tutor di kursus yang emang tugasnya fokus mengajar aja.
Iya juga ya mas, job desc jadi guru tapi pada prakteknya ngurusin banyak hal juga di luar pekerjaan resminya.
Wah, ada bimbel baru. Semoga bimbel ini bertahan sampai anak saya memerlukannya sekitar 5-6 tahun lagi.
Ini sebenernya udah lama kak, dari 2000
Saya pernah dengar nasihat. Kalau kita belajar, pertama-tama kita harus suka sama pelajaran itu, suka sama gurunya. Kalau kita gak bisa, jangan membenci pelajaran atau malah membenci guru. Jaman kuliah dulu saya punya dosen matematika (ampun pak lupa namanya) yang jago banget menjelaskan soal-soal matematika. Saya yang biasa-biasa aja sama math jadi suka gara-gara dosen itu. Dia bikin soal yang kelihatan susah jadi gampang dikerjain. Sama juga dengan bimbel yang punya kakak pembimbing(guru) yang bisa jelasin materi dan anak2 jadi suka belajar. Apakah intinya harus ada pengajar yang baik? Iya, bener. Tapi yang lebih penting lagi mindset kita sebagai murid diperbaiki. Untuk menyukai matematika, fisika, kimia sukai dulu gurunya. Kalau perlu paksa diri kita untuk menyukai dan menghormati guru pelajaran tersebut. Guru kan juga manusia, kalau ada yang suka sama dia, dia akan merasa senang dan akan memberikan pengajaran yang terbaik buat murid-muridnya.
Betul, harus seneng dulu sama pelajarannya. Makanya sayang sekali ya guru-guru kita di sekolah jarang yang bisa membuat kita menyukai pelajaran mereka.
Beruntung sekali mbak akhirnya bisa bertemu dosen yang membuat mbak suka dengan matematika.
Pas banget nih lagi cari bimbingan belajar online buat anakku Nugi, aku coba pelajari Sinotif yaa.. makasih lho…
Sat set nih mbak Dedew, semoga berjodoh sama Sinotif ya
Banyak yang pintar, tapi sedikit yang bisa mengajar. Yang bisa mengajar belum tentu menaruh hatinya 100% untuk mengajar. Mungkin saja hanya untuk mengisi waktu luang. Jadi memang banyak faktor yang membuat banyak pelajaran akhirnya bisa disukai oleh siswa 🙂
Betul, bang. Memang mengajar itu ada seninya sendiri.