Telok Ukan: Warisan Kuliner Palembang, Hanya Ada Saat Agustusan

Salah satu manfaat dari memiliki pasangan (atau sahabat) dari latar belakang yang berbeda adalah kita jadi punya banyak kesempatan unfuk memelajari budaya yang berbeda. Ara, meski dari etnis sama-sama orang jawa, namun dia lahir dan tumbuh di Sumatera. Pertama Bengkulu, lalu Sumatera Selatan. Nah, sehubungan dengan momen 17an yang baru saja kita lewati, ada satu budaya Palembang yang dia ceritakan dengan antusias: telok ukan.

Telok ukan adalah salah satu kuliner Palembang yang hadir jelang momen Hari Kemerdekaan RI. Di bulan Agustus, kudapan ini banyak dijumpai di Jalan Merdeka, tepatnya di sekitar Kantor Walikota Palembang. Harganya di kisaran Rp5.000,00 per biji. 

Dari tadi “telok ukan telok ukan”, apaan sih? Nah, ada yang bisa menebak dari namanya?


Apa Itu Telok Ukan? 

Telok ukan adalah kuliner berbahan dasar telur yang unik di Palembang. Asal-usul penamaannya masih jadi misteri karena tidak ada info pasti, namun ada yang bilang dari kata “telok” yang berarti telur dan “ukan” berarti bukan. Kalau benar begitu, di sini telok ukan menjadi semacam celetukan lucu yang berarti, “Telur bukan?”

Ini karena proses pembuatan telok ukan yang memang berbeda dari kuliner telur lainnya. 

Telok ukan terbuat dari telur bebek yang dilubangi/dipecahkan sedikit cangkangnya, lalu seluruh isi telurnya dikeluarkan. Proses ini bisa dilakukan dengan jarum atau ujung sendok, ukuran lubangnya kira-kira seukuran ujung jari. Cangkang atau kulit telurnya nggak boleh retak apalagi pecah karena akan dipakai lagi, jadi memang harus sangat berhati-hati. Cangkang telur tersebut juga dicuci luar-dalam dengan air. 

Mungkin karena kesulitan inilah, mulai jarang yang membuat telok ukan dan warisan kuliner tempo dulu ini makin sulit ditemui di Palembang. 

Isi telur bebek tadi lalu dicampur dengan santan, air daun pandan, dan sedikit kapur sirih. Kocok telur bersama seluruh bahan tadi, lalu dimasukkan kembali ke dalam cangkangnya. Bagian cangkang yang berlubang lalu ditutup dengan potongan gabus. Telur lalu direbus atau dikukus selama 15-30 menit. Karena sudah dicampur dengan bahan-bahan lain namun dimasukkan lagi ke dalam cangkang telur itulah, makanan ini disebut telok ukan. Telur, tapi bukan telur 😉

Begitu disantap, citarasa gurih akan menyapa lidah dan memenuhi seisi mulut. Jangan terkecoh dengan warna hijaunya yang menampilkan kesan seakan-akan rasanya manis atau milky. Karenanya, telok ukan paling tepat dinikmati dengan ketan selagi hangat. Buat saya yang orang jawa, rasanya kurang pas menyantap telok ukan begitu saja selayaknya jajanan pasar. 


Kapan dan Di Mana Telok Ukan? 

Di momen Hari Kemerdekaan RI seperti saat ini, telok ukan biasa dijajakan dengan telok abang dan ketan gepit. Seperti namanya, telok abang adalah kudapan berupa telur yang cangkangnya berwarna merah seperti telur paskah. Telok ukan juga biasa banyak bermunculan saat bulan Ramadan. 

Di luar Agustusan dan Ramadan, telok ukan mungkin hanya bisa ditemukan di Pasar 10 Ulu Palembang, itu pun hanya dari sore sampai malam hari. 

Telur bebek dipilih sebagai bahan utama telok ukan karena kondisi geografis Sumatera Selatan yang berawa-rawa membuatnya ideal untuk mengembangbiakkan bebek. Meski begitu, ada juga yang menggunakan telur ayam. 


Telok Abang, Telok Pindang, dan Ketan Gepit

Kalau ngomongin telok ukan, rasanya jadi kurang afdol bila tak membicarakan telok abang, telok pindang, dan ketan gepit—tiga penganan khas Agustusan di Palembang yang biasa dijajakan dalam satu lapak bersama telok ukan.

Suasana Palembang sekitar kost saat Agustusan tahun 2021

Di atas, saya sudah menjelaskan secara singkat apa itu telok abang. Ternyata, telok abang tak sekadar telur rebus berwarna merah. Ia biasa dijajakan dengan ditancapkan pada mainan anak-anak berbahan kayu atau gabus, seperti mobil-mobilan, kapal-kapalan, atau pesawat terbang. Karena di-bundle dengan mainan itulah, harga telok abang tak semurah telok ukan, mulai dari Rp20 ribuan hingga Rp40 ribuan tergantung dengan mainan apa yang menjadi “rumah”-nya. Tak heran, telok abang menjadi jajanan yang diminati anak-anak.

Telok abang memiliki makna filosofi yang kuat kaitannya dengan kemerdekaan Republik Indonesia. Merah kulitnya, putih telurnya, melambangkan Sang Saka Merah Putih. Warna merah adalah lambang keberanian warga dalam melawan penjajah. Ditempatkan pada kapal-kapalan, agar masyarakat saat ini tak melupakan sejarah Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang akbar.

Ada lagi telok pindang. Seperti namanya, telok pindang adalah telur rebus yang disajikan dengan bumbu pindang. Tapi, tentu saja tetap ada keunikan dalam proses pembuatannya. Saat telur sudah nyaris matang, atau bisa juga sesaat setelah matang direbus, cangkangnya ditekan-tekan atau diketuk-ketuk hingga retak sempurna pada semua sisi. Dengan begitu, bumbu akan lebih meresap melalui celah-celah retakan. Telur lalu terus direbus hingga air rebusannya menyusut.

Lain lagi dengan ketan gapit.

Ketan gapit, ketan gepit, atau ketan kepit sekilas menyerupai lemper. Beras ketan dimasak dengan santan dan garam, diisi abon ayam atau sapi, dipotong segitiga, lalu dibungkus dengan daun pisang. Bedanya, ketan gapit lalu dikepit dengan bambu kecil, makanya dinamakan ketan kepit.


Sambut Hari Merdeka dengan Berpetualang Rasa

Budaya telok ukan di momen 17an ini mengingatkan saya akan betapa kayanya kuliner nusantara. Telok ukan, telok abang, telok pindang, dan ketan gapit adalah cara warga Palembang dan sekitarnya menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Setahu saya, di Jogja dan Bandung nggak ada kuliner khas 17an. Jadi, menarik sekali bagi saya mengetahui bahwa di beberapa daerah ada makanan khas Agustusan yang susah ditemukan di hari-hari biasa.

Agustusan di Palembang tak hanya meriah dengan dekorasi bendera merah-putih di sana-sini, lomba-lomba yang diikuti muda-mudi, panggung pentas seni, namun juga keunikan kuliner yang menjadi bagian histori. Telok ukan adalah hasil dari resep turun-temurun keluarga di Palembang, begitu pun telok abang. Salut dengan mereka yang masih menjaga warisan ini hingga era modern seperti saat ini.

Ah, rasanya momen apapun selalu meriah di Sumatera. Saat merayakan Natal di Palembang pada tahun 2021, saya merasakan sendiri bagaimana kehangatan dan kemeriahan Natal terpancar di setiap rumah. Bukan hanya warga Nasrani yang saling berkunjung, bahkan warga muslim pun ramai bersilaturahmi ke rumah-rumah penduduk yang merayakan Natal. Mereka bertamu, mengucapkan “Selamat Natal”, dan menikmati aneka penganan yang disediakan tuan rumah.

Kangen juga tinggal di Palembang. Jelang momen seserahan dengan Ara, saya pernah ngekos di sana selama sebulan. Meski lalu lintasnya yang keras kerap membuat saya menahan emosi, tapi makanannya enak-enaaakkk! Terus, ada LRT yang bisa menjadi obat rindu saya dengan Singapura atau Kuala Lumpur. Denger-denger, kawasan bawah Jembatan Ampera sudah dirapikan dan ditata jadi lebih ramah pedestrian, ya. Saat kembali ke sana nanti, mau mampir deh, sekalian kulineran di tempat-tempat yang belum sempat saya jabanin di kunjungan-kunjungan sebelumnya.

Kiri: sepedaan di jalan tanah berdebu | Kanan: mejeng di depan hutan karet, Banyuasin, Sumatera Selatan

Saya harap, telok ukan tetap hadir di Palembang sebagai budaya 17 Agustusan yang tidak sirna. Para pembuatnya membutuhkan dukungan dari masyarakat dan pemerintah. Kalau tiap 17an dagangan telok ukan selalu laris, viral di media sosial, semoga bisa menjadi letupan semangat agar budaya telok ukan tidak mati. Begitu pun dengan telok abang. Di tengah gempuran game dan permainan modern lainnya, telok abang yang tetap bertahan perlu diapresiasi. Tak hanya penjualnya, namun juga para pembelinya. 

Ngomong-ngomong, saya nggak sendirian membagikan keragaman kuliner nusantara yang khas di momen 17an. Kalian bisa membaca tulisan teman-teman Indonesia Food Blogger (ID Food Blogger) lainnya yang bisa di-track di Instagram dengan hashtag #IDFBChallengeAgustus2024. Untuk referensi artikel, bisa dilihat di tautan ini.

Pas kencan di Cafe Roca, tak jauh dari kost di Palembang

Jadi, kalau kamu berencana mengunjungi Palembang dan sekitarnya di akhir Juli atau bulan Agustus, jangan lewatkan mencicipi telok ukan, telok abang, telok pindang, dan ketan gapit. Telok ukan dan telok abang adalah wajib! Nggak ada di tempat lainnya, jangan sampai menyia-nyiakan kesempatan. Terima kasih sudah mampir dan membaca, semoga bisa menambah daftar wacana hahaha. Keep learning by traveling~

12 komentar

  1. avatar Fanny_dcatqueen

    Akhirnya aku bisa lihat bagian dalamnya kayak apa. Hijau krn pandan yaa. Kalo mas Nugi ga bilang rasanya bukan manis, aku bakal mikir ini manis. Jd penasaran juga apalagi krn hrs dimakan dengan ketan gapit.

    sayang memang kalo makanan begini harus hilang. Aku kepikir, kalo semisal pake cetakan berbentuk telur apa ga bisa 🤭. Biar lebih gampang. Paham sih jadi ga otentik. Tapi aku sendiri ga masalah kalo suatu kuliner beradaptasi juga dengan zaman 😁. Drpd hilang samasekali

  2. avatar annienugraha
    annienugraha · · Balas

    MashaAllah. Tulisan ini jadi mengingatkan masa-masa kecilku saat tinggal di Palembang. Dulu sering ketemu Telok Ukan ini saat nonton lomba Bidar di Sungai Musi. Duduk-duduk di pinggiran sungai sembari makan Telok Ukan bareng saudara-saudara. Seru, menyenangkan, dan memorable.

    Aahh jadi rindu kampung halaman. Palembang itu yang ngangenin adalah aneka masakannya yang kaya dengan rempah. Khas kuliner Sumatera. Ya ampun mendadak jadi pengen pempek dan pindang hahahaha.

  3. avatar Maria G Soemitro

    Jadi pingin ke Palembang untuk nyobain telok ukan hehehe

    Tentunya sekalian jajan empek-empek sepuas mungkin

    juga pingin nyobain ketan gapit, enak mana dibanding keyan bumbu oncomnya tanah Pasundan ya? D

    Telur pindang sih banyak di sini, malah alm ibu saya sering bikin untuk teman gudeg Yogya

  4. avatar Utie Adnu

    baru tau juga namanya Telok ukan pernah lihat sih waktu ke rumah teman yg org Palembang asli, pas buka puasa memang dia sengaja buat, taoi aku belum cobain😁 ngeliat gini jadi penasara sama rasanya.. karena rumahnya kebetulan rame banget jadi pakewuh (malu) mau nyobain. Ternyata khas juga jelang momen Hari Kemerdekaan RI

  5. avatar khairiah

    wah baru tau tentang teluk ukan ini, unik banget yaa, jadi ingin ngerasain gimana rasanya,

  6. avatar lendyagassi

    Kalau di Jawa Telok Ukan mungkin dijadikan lauk yaa… daripada hanya digadoin, hehehe..

    Aku beneran happy juga kalo ketemu sesuatu yang khas dan uda lama gak ada. Biasanya yang sering dikangenin tuh makanan daerah yang cuma ada pas puasaan.

    Telok ukan, telok abang, telok pindang, dan ketan gapit kudu dibawa ke tanah Jawa nih.. biar pada kenal sama makanan khas Palembang ini..

  7. avatar Bambang Irwanto
    Bambang Irwanto · · Balas

    Saya baru tau Telok Ukan ini, Mas. Awalnya saya kira kayak telur rebus atau telur asin. Ternyata isinya dikeluarlin dulu, baru cangkangnya digunakan lagi. makanya ekstra hati-hati jangan sampai cangkangnya rusak.Dan karena bikinnya ribet, makanya jarang yang jual ya, Mas. Tapi saya penasaran dengan ras Telok Ukan ini.

  8. avatar fennibungsu.com

    di Jakarta ada gak ya Telok Ukan ini?

    daku belum pernah mencobanya.

    unik gitu bentuknya dan cara memasaknya, yang menjaga cangkang telur jangan pecah semua. Wuaah penasaran deh sama rasanya

  9. avatar Yuni Bint Saniro
    Yuni Bint Saniro · · Balas

    Saat membaca judul artikel yang ada Teluk Ukan. Kupikir, aku akan membaca cerita tentang sebuah tempat wisata. Tapi kemudian aku ingat bahwa bahasa Palembang teluk itu telur.

    Terus lihat fotonya. Beneran telur. Tapi kok ukan. Hehehe….

    Ternyata wes dicampur. Agak ribet ya proses buatnya.

  10. avatar Adi Saja

    Negara kita ga pernah kekurangan budaya unik ya. Cuma mungkin karena pembuatannya yang lumayan riweh, maka generasi muda bisa kurang berminat nih. Tapi saya justru makin tertarik dan kapan2 pengen coba bareng istri.

  11. avatar Susindra

    Kemarin saya baca status WA teman mengabarkan info agenda budaya di Karimunjawa yang mirip ini. Dijadikan festival. Kelihatannya yang perdana. Menarik sekali mengetahui keragaman budaya Indonesia seunik ini. Besar dugaan saya ada perantau yang membawa budayanya di tanah yang baru.

  12. avatar ainunisnaeni
    ainunisnaeni · · Balas

    namanya unik, telok ukan, telur bukan ya 😀

    membuat telok ukan ini sepertinya kudu punya jiwa yang sabar ya, karena butuh kehati-hatian waktu bikinnya.

    ada namanya ketan gapit juga, bener bener unik. Sayangnya cuman ditemui kalau pas momen 17an ya rata-rata.

    kalau di jawa belum nemuin makanan yang mirip kayak gini, yang dibuat dengan bahan baku dari telur

Tinggalkan Balasan ke lendyagassi Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Matius Teguh Nugroho

keep learning by traveling

Duo Kembara

Cerita Si Kembar dan Mommy Ara menghadirkan kebaikan

Lonely Traveler

Jalan-jalan, Makan dan Foto Sendirian

Guru Kelana

Perjalanan sang guru di berbagai belahan dunia

dyahpamelablog

Writing Traveling Addict

Daily Bible Devotion

Ps.Cahya adi Candra Blog

bardiq

Travel to see the world through my own eyes.

Teppy & Her Other Sides

Stories, thoughts, places...

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

liandamarta.com

A Personal Blog of Lianda Marta

D Sukmana Adi

Ordinary people who want to share experiences

papanpelangi.id

sebuah blog perjalanan

Guratan Kaki

Travel Blog

Omnduut

Melangkahkan kaki ke mana angin mengarahkan

BARTZAP.COM

Travel Journals and Soliloquies

Bukanrastaman

Not lost just undiscovered

Males Mandi

wherever you go, take a bath only when necessary

Eviindrawanto.Com

Cerita Perjalanan Wisata dan Budaya

Plus Ultra

Stories and photographs from places “further beyond”.

backpackology.me

An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.

Musafir Kehidupan

Live in this world as a wayfarer

Cerita Riyanti

... semua kejadian itu bukanlah suatu kebetulan...

Ceritaeka

Travel Blogger Indonesia

What an Amazing World!

Seeing, feeling, and exploring places and cultures of the world

Winny Marlina

Winny Marlina - Whatever you or dream can do, do it! lets travel

Olive's Journey

What I See, Eat, & Read

tindak tanduk arsitek

Indri Juwono's thinking words. Architecture is not just building, it's about rural, urban, and herself. Universe.

dananwahyu.com

Menyatukan Jarak dan Waktu