Akhirnya, travel series ini akan menemui ajalnya di edisi ke-13 ini.
Sebatang es krim itu aku habiskan dengan agak buru-buru, sebelum akhirnya bergegas masuk ke dalam stasiun dan menempuh perjalanan menuju Changi. Nggak kerasa udah 3 hari di Singapore, waktu seakan berjalan cepat, secepat laju kereta MRT yang dikejar-kejar pasukan pamong praja. Sepanjang perjalanan, aku melempar pandang kepada jendela kereta, menikmati setiap gedung-gedung perkantoran dan rumah susun khas Singapura untuk terakhir kalinya dalam 3 hari ini.
Suasana di dalam MRT penuh banget saat itu. Kami bergabung dengan orang-orang kantoran yang berduyun-duyun pulang menuju tempat tinggalnya di daerah pinggiran. Masing-masing sibuk dengan gadget-nya masing-masing, tak ada senyum ramah antar penumpang yang biasa kulihat di Indonesia. Suara “trang! trang! trang!” terdengar nyaring di dalam gerbong. Aku menyapu sekeliling untuk mencari sumber suara, dan ternyata sumbernya adalah… (menahan nafas) seorang nenek-nenek yang lagi asyik nge-game dengan tablet-nya. Ealah.
Setelah sekitar satu jam perjalanan, kami turun dan melangkah keluar bersama beberapa calon penumpang lain yang, dari rupa-rupanya, lusuh-lusuhnya, sayu-sayunya, sama-sama orang Indonesia. Melalui proses imigrasi dan check-in yang cepat dan mudah (nggak serempong proses imigrasi di Woodlands Check Point), kami menggunakan waktu yang ada dengan: beer-hunting.
Yup. Changi International Airport memiliki sebuah beer shop dengan koleksi lengkap dan jadi salah satu destinasi oleh-oleh. Oleh-oleh eksklusif. Selain itu, harganya juga jauh lebih murah daripada dengan harga di Jakarta. Detilnya gue nggak terlalu tahu, itu Al yang cerita, gue bukan drunker 😀
Beberapa staf berpakaian ala kantoran siap melayani pengunjung untuk menemukan brand yang mereka inginkan, yah sebutlah Liquor, Johnny Walker, dan teman-temannya. Buat pembeli dari Indonesia, perhatikan ini: satu pemegang passport hanya diperkenankan membawa satu botol. Ini bukan kebijakan dari Changi atau pemerintah Singapura, ini peraturan dari negara kita sendiri. Nah, kalau kamu mau membeli lebih dari 1 botol (pasti lebih sih) dan kamu solo atau duo-travelling, cara mengakalinya adalah: cari orang yang bakal satu pesawat, ajak kenalan dan sok-sok akrab, lalu minta tolong bawain. Itu caranya Al kemarin. Jadi selain minta tolong sama gue, dia juga nodong seorang cewek berjilbab (yang lagi ngobrol sama gue) buat bawain botolnya. Untungnya sih dia mau. Bungkus dan botol jangan dulu dibuka atau diapa-apain sebelum sampai tempat tujuan.
Kelar belanja eksklusif, kami menuju food court untuk mengganjal perut sebelum terjebak dalam penerbangan larut malam kami. Harga makanan di food court Changi ternyata lumayan murah, nggak semahal yang gue kira. Seporsi Nasi Lemak dan sebotol air mineral hanya menghabiskan dana sebesar SGD 6.5.
Belanja udah, makan udah, kami masih punya waktu lebih dari satu jam buat dibuang-buang. Sumfah ini kami keterlaluan rajinnya. Setelah muter-muter cari berusaha eksplor objek menarik dari bandara Changi yang elegan bak hotel berbintang ini, kami akhirnya cuma duduk-duduk selonjoran di samping M & M sambil ngobrol-ngobrol unyu. Ehem, kalau dilihat-lihat, ini kayaknya jadi spot ngemper gratis backpacker-backpacker cerdas sih. Tempatnya luas, bisa dipakai buat tidur berjamaah. Paling-paling bangun masuk angin aja sik.
Menjelang jam keberangkatan, kami bergerak ke ruang tunggu yang dipenuhi dengan calon-calon penumpang yang semuanya adalah orang Indonesia asli. Nggak ada turis yang mau ke Jakarta apa ya. Dan, lagi-lagi, ketemu sama segerombolan emak-emak (kali ini lebih pribumi) yang ternyata juga satu pesawat dengan kami. Nggak kalah heboh sama emak-emak yang kemarin.
Untuk kepulangan ke Jakarta, kami menggunakan maskapai Tiger Airways dengan harga Rp 723.000. Mahal? Bingiiittts! Tahu gini mending pakai si merah aja deh. Aneh banget. Harga semula yang hanya 600.000-an (gue beli di Traveloka) berubah jadi Rp 723.000. Pesawatnya lebih bagus daripada pesawat Jetstar kemarin, dengan pramugari dan pramugara yang berpenampilan menarik. Tapi, buat backpacker sih, kenyamanan adalah nomor sekian ehehe. Betul? 😀
Beberapa menit kemudian, sang harimau mulai terangkat ke udara dengan kedua sayap besinya yang terbentang. Raungannya memecah keheningan malam, membelah angkasa gelap meninggalkan negeri singa. Sampai jumpa lagi, Singapura. Selembar dolar dan beberapa keping sen di dalam dompet ini aku anggap sebagai sebuah nubuatan bahwa aku akan kembali lagi kepada negeri singa dan negeri jiran ini.
Sampai jumpa dalam perjalanan berikutnya 🙂
Berlama-lama di Changi itu menyenangkan… soalnya banyak hiburan yang bisa di manfaatkan…
Iya, mas. Tapi aku sih lebih seneng di luar 😀 Ada hiburan apa aja emang, mas?
di changi kan banyak games, internet gratis, cinema, bisa kirim post card virtual, belum indoor garden nya yang asooy.. aku pernah transit 4 jam dan gak berasa rasanya explore dalam terminal
Wah gue baru tau, mas. Nggak eksplor sih kemaren. Tertarik sama indoor garden-nya tuh :))
Apart from the existing airport there is an New Terminal coming up that is Terminal 4 which has awesome interiors. Have a look at this
Great! Thanks for sharing. I should have explored the airport more. Next time maybe 🙂