
Singapura panas terik siang itu. Kami tiba di Aljunied, stasiun MRT terdekat ke hotel kami, tepat saat jam makan siang di tengah hari. Setelah bersantap di salah satu kedai makan peranakan yang konsepnya seperti warteg di deretan pertokoan samping stasiun, kami lalu berjalan kaki menuju BudgetOne Hotel yang sudah kami reservasi.
Ngomong-ngomong, saat di tempat makan kami berbincang dengan seorang kakek yang duduk satu meja dengan kami. Kebetulan semua meja sudah penuh. Karena melihatnya hanya duduk seorang diri, gue meminta izin untuk ikut duduk semeja dengannya. Ternyata nggak cuma diperbolehkan, dia kemudian malah mengajak kami ngobrol. “You guys from Indonesia?” tanyanya membuka percakapan, mungkin melihat jahitan bendera merah-putih pada jaket yang gue pakai. Kami lalu bercerita bahwa kami sedang menjalani honeymoon trip yang tertunda, dan dia pun menceritakan kunjungannya ke Indonesia dulu.
Beneran nggak disangka sih, mengingat stereotip warga Singapura yang dingin dan jarang beramah tamah. Sebelumnya, di dalam kereta api MRT, Ara juga dikejutkan dengan tindakan sepasang pemuda yang memberikan tempat duduknya pada seorang lansia dan cucunya. Wah, Singapura memberikan kesan pertama yang manis untuk Ara.
Tiba di BudgetOne Hotel Singapura
Setelah ditempuh dengan berjalan kaki, ternyata jarak BudgetOne Hotel masih cukup jauh dari Stasiun MRT Aljunied, padahal ini sudah stasiun terdekat. Ara sudah kelelahan sampai kami harus berhenti sejenak di pinggir jalan yang teduh. Geylang/Kallang sendiri adalah kawasan yang gersang.
Setibanya di hotel, kami masih harus menahan sabar karena check-in baru bisa dilakukan jam 15:00. Kalau nggak salah ingat, kami harus menunggu sekitar 2 jam. Karena cuma hotel kecil dan nggak ada seating area di lobi, kami pun duduk-duduk di kursi di depan hotel, memerhatikan bapak-bapak setempat yang bercengkerama di seberang kami.
Menurut gue, agak kebangetan sih kami harus banget nunggu sampai jam 3 sore. Emang semua kamarnya penuh? Nggak bisa lebih cepet dikit nyiapinnya? Atau kami aja yang apes karena dapet front desk officer dari etnis tertentu?
Jelang pukul 15:00, akhirnya kami dipersilakan masuk ke dalam kamar.
Untung Kamarnya Bagus!
Lupa dapet kamar lantai berapa, yang jelas cukup tinggi. Begitu buka pintu kamar, wah… kamarnya layak banget.
Selayaknya kamar hotel, ada ranjang queen-sized bed, hanging corner, working station, dan bathroom. Yang paling gue suka adalah jendela dan kopinya! Jendelanya karena lebar dan menghadap pemandangan kota Singapura, laaafff pisan. Kopinya karena memakai merek kopi tarik instan yang gue lumayan suka, Ye-Ye. Meski dari segi luas agak sempit, tapi terilusikan dengan jendela lebar yang memberikan sirkulasi cahaya alami. Yang penting rapi, bersih, segala sesuatu berfungsi dengan baik.
Simak video review-nya di Reels ini.
Kamar mandi juga terasa cukup, nggak ada sekat antara WC dengan shower area. Mungkin kalo ada sekat akan terkesan sempit. Yang paling penting adalah air panas berfungsi dengan baik, tingkat semburan dan derajat panasnya oke. Disediakan toiletries dan handuk juga, meski alat mandinya sekadarnya. Pintunya menggunakan pintu lipat yang agak tipis.
Tapi, Ada Kekurangan yang Perlu Diperhatikan
Sebagai orang Indonesia, yang paling fatal mungkin adalah ketiadaan bidet atau water gun, wkwkwk. Solusinya pake shower mandi, air di dalam wadah, atau tisu kalo mau. Kekurangan lainnya adalah:
- Nggak ada sarapan
- Nggak ada wi-fi
- Airnya cuma air mineral gelas.
Bener-bener hotel buat tidur doang, nggak ada fasilitas lain meski hanya sesimpel area makan.

Overall, dengan rate Rp800 ribuan per malam dan kamar yang layak, Standard Double Room di Hotel BudgetOne ini adalah salah satu best deal di Singapura. Percayalah, ini udah salah satu opsi yang termurah di Singapura buat yang nggak mau tidur di dormitory room hostel. Standar harganya mungkin agak naik karena masih memulihkan diri dari dampak pandemi.
Dini hari jam 3 pagi, kami sudah bangun dan segera check-out untuk terbang ke Ho Chi Minh City, Vietnam, pukul 7 pagi. Saat kami check-out, yang berjaga adalah seorang bapak lansia etnis Tionghoa yang ramah. Mungkin dia pemiliknya? Ara ngomong sama gue, “Kalo kemarin dia yang nerima kita, pasti dibolehin aja check-in.”
Dengan naik GOCAR yang Puji Tuhan udah ada (meski mobilnya adalah taksi), kami berangkat ke Changi International Airport meninggalkan BudgetOne Hotel. Saat itu, sekelompok wanita duduk berjajar di depan dan seberang hotel. Jadi ini wajah Geylang yang disebut-sebut red light district-nya Singapura itu. Gue nggak berani ambil foto karena takut ketahuan dan kena omel. Iya kalo kena omel doang, berabe kalo sampai gue dipalak.

Oke, namanya juga rubrik Shorts, review Hotel BudgetOne Singapura gue cukupkan di sini. Gimana menurutmu? Keep learning by traveling~
Hotel2 di singapur gila sih naiknya. Aku tuh kemarin iseng cari hotel di sana, kalo Nemu yg oke, rencana mau book tiket juga. Tapiiii hotel budget di Geylang, fragrance Rubi yabg dulu pernah aku inepin, ya kaliiii hrgnya 4 juta permalam mas 😂🤣🤣🤣. Aku LGS bilang ke suami, mendingan aku staycation di Langham Jakarta drpd di hotel budget begitu 🤣🤣.Langham juga 4 juta rate kamarnya. 😅
Jadi seperti nya blm mau dulu trip ke sing. Kalopun mau ajak anak2, aku mau cari penerbangan yg transit lamaaaa di sing, jadi bisa kluar. Ga perlu nginep, trus lanjut lagi perjalanan ke destinasi yg memang tujuan utama.
Betul, mbak. Rate hotel Singapore naiknya parah! Di KL masih normal sih.