
Melaka seperti kota-kotaan yang dijatuhkan Tuhan dari langit. Tuhan menatanya di atas sana dengan lego-lego surgawi, lalu menerjunkannya ke bumi. Setiap sudutnya cantik, jalan-jalannya apik. Bangunan-bangunan peninggalan kolonial Inggris, Portugis, dan Nederlandische berbaur manis. Bagi pecinta wisata sejarah, arsitektur, dan perkotaan, Melaka tak mudah untuk begitu saja dilewatkan. Apalagi, dari Kuala Lumpur ia hanya berjarak 2 jam perjalanan.
Untuk mencapai Melaka, kita bisa naik bus yang berangkat dari Terminal Bersepadu Selatan (TBS) dengan ongkos seharga Rp50 ribu saja. Terminal Bersepadu Selatan sudah terintegrasi dengan Stasiun Bandar Tasik Selatan yang melayani KLIA Transit, LRT Sri Petaling Line, dan KTM Komuter Laluan Batu Caves – Pulau Sebang. Nyaman sekali aksesnya. Tiket bus bisa dibeli langsung, atau reservasi online di 12go.asia kalau tak mau melewatkan jadwal keberangkatan yang kamu mau.
Transportasi umum di Melaka belum berkembang baik. Dulu ada monorel, tapi lalu berhenti beroperasi karena ada insiden dan tinggi biaya perawatan. Jadi dari terminal bus Melaka Sentral, harus naik taksi atau Grab ke tempat tujuanmu. Untuk transportasi di dalam kota, kamu bisa memadukan jalan kaki, Grab, becak, dan atau sewa mobil. Bisa pesan di KLOOK untuk memilih persewaan mobil sesuai budget dan kebutuhanmu.
Spot 1: Christ Church Malacca

Destinasi pertama dan utama di Melaka, tentu saja, adalah “Si Gereja Merah” Christ Church dan Stadthuys di sebelahnya. Gereja ini adalah peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada abad 18, sudah lama sekali! Nggak heran, ia jadi gereja Protestan tertua di Malaysia yang masih beroperasi hingga kini. Awalnya, gereja dan Stadthuys ini berwarna putih, namun pada tahun 1911 dicat merah. Di depan gereja ada bundaran dengan air mancur bernama Queen Victoria’s Fountain yang bisa kamu jadikan titik berfoto berlatarkan Gereja Merah.
Dalam bahasa Belanda, Stadthuys berarti Balai Kota. Konon, bangunan yang dibangun pada tahun 1650 ini adalah bangunan tertua Belanda di Asia! Karena warnanya yang serba merah, sampai jalan-jalannya pun beralaskan warna merah, kawasan ini disebut The Red Square atau The Dutch Square.
Tentu saja obyek wisata di sini tidak hanya 2 bangunan itu saja. Ada Benteng Melaka (Malacca Fort) dan Sungai Melaka (Malacca River) yang bisa kamu nikmati dulu dari atas Jembatan Tan Kim Seng.
Spot 2: Church of St. Paul dan A Famosa
Tak jauh dari situ dengan sedikit menyusuri Jalan Kota, ada Church of St. Paul dengan Francis Xavier Statue-nya. Berbeda dengan Christ Church, Gereja Santo Paul ini dibangun oleh Portugis, tepatnya pada tahun 1521 sehingga menjadi bangunan gereja tertua di Asia Tenggara. Gereja ini berdiri di atas sebuah bukit kecil bernama Bukit St. Paul yang pintu baratnya bisa diakses dari Jalan Kota. Francis Xavier, atau yang di Indonesia disebut Fransiskus Xaverius (punya temen yang namanya ini?), adalah salah satu pelopor misionaris Gereja Katolik Roma yang berasal dari Spanyol. Ia sangat dihormati oleh kaum umat Katolik di mana pun.
Karena terletak di atas bukit, dari Church of St. Paul Malacca ini kita bisa menikmati pusat kota Melaka yang cantik dari ketinggian. Saya suka tempat-tempat seperti ini. Rindang, ada bangku-bangku panjang, dan bisa menikmati pemandangan kota. Siapkan staminamu, karena untuk mencapai gereja ini kita harus menapaki anak-anak tangga. Sama seperti St. Paul’s Church di Macau yang saya kunjungi di tahun 2019, Church of St. Paul Malacca ini juga hanya tinggal reruntuhannya saja. Tak lagi berfungsi sebagai rumah ibadah sebagaimana halnya Gereja Merah.
Di Jalan Gereja, Melaka, juga ada Church of St. Francis Xavier yang dibangun dalam gaya arsitektur neo-gothic dengan dua menaranya yang khas. Letaknya nggak jauh dari Christ Church, tapi ke arah yang berlawanan dengan arah Gereja St. Paul.
Di dekat Church of St. Paul ada A Famosa, sebuah benteng peninggalan Portugis yang dibangun tahun 1511. Dalam bahasa Portugis, A Famosa memang berarti “Yang Terkenal”. Pembangunannya mengikuti kedatangan Portugis di Melaka di bawah komando Afonso de Albuquerque pada tahun 1511. Ia yakin, Melaka kelak akan menjadi titik penting yang menjadi pintu gerbang Portugal dengan Jalur Rempah di Tiongkok.

Sebagai sebuah kawasan pusat sejarah, ada banyak museum bertebaran dan berdekatan satu sama lain, di antaranya: Cheng Ho Gallery, Muzium Samudera (Flor de la Mar), Museum of Royal Malaysian Customs Department, Melaka Literature Museum, Muzium Seni Bina Malaysia, Muzium Yang Di-Pertua Negeri Melaka, Muzium Rakyat, Malay and Islamic World Museum, Malaysia Architectural Museum, dan Melaka Sultanate Palace Museum. Pilihlah yang sesuai dengan selera, budget, dan ketersediaan waktumu.
Spot 3: Menyusuri Sungai Melaka

Meski tak sebesar Love River di Kaohsiung atau Singapore River di Singapura, namun Melaka River tetap resik dan apik. Sungai-sungai di pesisir barat Semenanjung Malaysia ini memang biasanya kecil-kecil seperti di Pulau Jawa. Kuala Lumpur pun nggak punya sungai yang besar. Kalau mau menjumpai sungai-sungai yang megah, bisa melipir sedikit ke Pahang, Kuala Terengganu, atau sekalian ke Kuching di Sarawak sana.
Sungai Melaka bisa disusuri dengan santai karena di sepanjang sungai ada lajur pejalan kaki, meski tak terlalu lebar. Karena pagar pembatasnya juga tidak tinggi, hati-hati agar tak tercebur ya. Selama menyusuri sungai, kita akan melalui jajaran cafe, bar, hostel, rumah-rumah warga, dan bagian belakang bangunan pemerintah yang dindingnya dihiasi seni mural jalanan. Area yang bisa disusuri juga nggak terlalu panjang, jadi masih sangat walkable untuk semua kasta stamina wkwkwk.
Tapi kalau ada budget ekstra dan ingin merasakan pengalaman yang berbeda, kamu bisa naik Melaka River Cruise yang berangkat dari dermaga dekat Red Building. Tiketnya bisa dibeli di Spice Garden Jetty atau Melaka River Square Jetty seharga 30 MYR untuk turis asing dewasa dan 25 MYR untuk turis asing berusia maksimal 2 tahun. Kalau mau lebih murah dan praktis, reservasi online di KLOOK. Masukkan kode NUGISUKE dan nikmati diskon 5%. Thank me later.
Spot 4: Jonker Walk

Masih di kawasan heritage center Melaka, destinasi berikutnya adalah Jonker Walk atau Jonker Street, pusat pecinan Melaka yang penuh deretan cafe, kedai makan, toko suvenir, dan bangunan bersejarah yang dihiasi seni mural. Jika datang ke Melaka pada akhir pekan, ada Jonker Street Night Market setiap Jumat-Minggu malam yang sayang untuk dilewatkan. Sebagai sebuah pecinan, Jonker Walk adalah di mana berbagai budaya mengalami peleburan. Ada Cheng Hoon Teng Temple dan Masjid Kampung Kling yang mengingatkan saya dengan pecinan di Singapura. Di sana, masjid dan klenteng juga berdiri bersisian.
Di sekitarnya juga ada beberapa museum, seperti: Cheng Ho’s Cultural Museum, Baba & Nyonya Heritage Museum, dan Malaqa House Museum.
Spot 5: Menara Taming Sari

Kalau Bukit St. Paul tak cukup tinggi untukmu, dan masih ada ekstra dana di dompetmu, mungkin Menara Taming Sari adalah untukmu. Menara yang menjulang setinggi 110 meter ini diresmikan pada tahun 2008, menawarkan panorama kota Melaka secara 360 derajat. Lokasinya tak jauh dari The Red Square, jadi mudah untuk disisipkan di dalam itinerary. Tiket masuk untuk wisatawan internasional adalah 23 MYR (dewasa) dan 15 MYR (anak-anak maksimal 12 tahun). Seperti biasa, tiket bisa dibeli online di website atau aplikasi KLOOK.
Kabin kacanya berkapasitas 66 orang per sesi. Asyiknya, selain kota Melaka sendiri, dari Menara Taming Sari kita bisa melihat lautan Selat Melaka. Kalau berminat, menara beroperasi dari pukul 9 pagi hingga 11 malam.
Kalau lapar, di sekitar Menara Taming Sari ada banyak restoran cepat saji seperti Burger King dan McDonald’s. Mau lebih banyak pilihan sekalian melarikan diri dari teriknya udara Melaka? Masuk saja ke Dataran Pahlawan atau Mahkota Parade, 2 shopping mall di dekat Menara Taming Sari. Untuk tempat ngadem alami, ada Taman Bunga Merdeka di mana kita juga bisa melihat replika kereta api lama Malaysia.
Spot 6: Masjid Terapung Melaka

Destinasi berikutnya yang sayang untuk dilewatkan adalah Masjid Selat Melaka, atau Malacca Straits Mosque. Daya tarik masjid ini adalah konstruksinya yang dibangun seperti rumah panggung di tepi Selat Melaka. Alhasil, saat pasang datang, masjid ini tampak seperti mengapung! Lokasinya memang menjorok ke lautan. Makanya, ia dikenal sebagai Masjid Terapung Melaka, sunrise dan sunset adalah 2 waktu terbaik untuk mengunjungi masjid ini.
Uniknya lagi, Masjid Selat Melaka dibangun di atas sebuah pulau buatan bernama Pulau Melaka (Malacca Island) yang terhubung ke mainland dengan Jalan Raya Melaka 35. Wisatawan nonmuslim boleh datang dan masuk ke dalam, namun pastikan mengenakan pakaian yang pantas dan penutup kepala. Kalau nggak punya, ada persewaan kerudung di masjid.
Lokasinya memang agak jauh dari pusat kota, harus naik taksi kurang lebih 15 MYR atau sekitar Rp50 ribu. Biar nggak susah balik lagi ke pusat kota, sekalian minta driver untuk menunggu sebentar dan mengantarkan kembali ke pusat kota Melaka.
Spot 7: Kampung Morten dan The Shore

Keduanya adalah objek wisata yang saling berlawanan. Tapi karena terletak berdekatan, jadi sekalian aja. Nggak terlalu jauh juga dari pusat kota Melaka.
Kampung Morten adalah kampung warisan Melayu Melaka, mirip Kampung Bahru di Kuala Lumpur. Kamu yang suka wisata arsitektur dan budaya dengan berjalan kaki akan cocok ke sini. Kampung Morten berada di tepi Sungai Melaka, jadi bisa sambil menyusuri riverside-nya yang bersih.
Kontras dengan pemukiman adat Melayu di Kampung Morten dengan atap-atap rendah berwarna merah, di sisinya berdiri The Shore Sky Tower yang jumawa menantang cakrawala. Sesuai namanya, The Shore Sky Tower adalah sebuah destinasi wisata ketinggian yang menawarkan panorama kota Melaka 360° dari dek observasinya di lantai 43. Seakan masih kurang menarik, lantai dan pagar dek terbuat dari kaca! Atas, bawah, kanan, kiri, tembus pandang semua. Makanya, maksimal pengunjung dalam sekali sesi adalah 5 orang.

Catet nih harga tiketnya. Untuk dewasa, tiket masuknya seharga 25 MYR (weekday) dan 35 MYR (weekend). Sementara untuk anak-anak, tiket bisa dibeli dengan harga 18 MYR (weekday) dan 25 MYR (weekend). Beli tiketnya di sini!
Selain The Shore Sky Tower, di sampingnya juga ada The Shore Oceanarium. Mungkin bisa jadi alternatif wisata Melaka yang berkunjung bersama anak-anak atau keluarga. Selain macam-macam akuarium dan kolam dengan koleksi satwa airnya, The Shore Oceanarium juga menyajikan atraksi wahana 3D lho!
Idealnya, Melaka membutuhkan waktu 2 hari 1 malam untuk dijelajahi. Tapi banyak juga wisatawan yang hanya “pulang hari”, berangkat pagi lalu kembali ke KL di malam hari. Lebih lama, lebih baik, agar bisa lebih leluasa menikmati setiap spot di Melaka dan ada lebih banyak objek yang disambangi. Untuk penginapan, saya akan memilih salah satu hostel di tepi sungai agar bisa bersantai menikmati Melaka River setiap hari.
Selain wisata heritage, ternyata Melaka juga dikenal sebagai alternatif wisata berobat (medical tourism) Warga Negara Indonesia setelah Penang dan Kuala Lumpur. Salah satu rumah sakit rujukannya adalah Mahkota Medical Center. Wah, semakin bertambah saja alasan kita untuk meneroka Melaka.

Melaka nggak punya bandara sendiri karena juga hanya berjarak 2 jam perjalanan dari Kuala Lumpur. Jadi, pesan saja penerbangan ke KL seharga mulai dari Rp700 ribuan di Kiwi.com. Dari Kuala Lumpur International Airport (KLIA) ada bus langsung ke Melaka kalau mau. Senang kalau tulisan ini bisa jadi referensi, inspirasi, dan motivasi. Jangan berhenti berjalan, karena keep learning by traveling~














Aduh cantik2 sekali. Pas sebelum covid menyebar, kami tuh udah beli tiket pulkam ke Indonesia terus 1 minggu di Melaka setelahnya, ya nasib, tiket kami dibatalkan dan dikembalikan uangnya terus rencana ke Melaka jadi ambyar.
Huhu sama dengan rencanaku ke Manila.. Mana tiket promo, jadi nggak bisa refund 😦
Cakep bener! Aku belom pernah ke Melaka :”)
Pengen coba ke sanaa.
Ga cukup semalam. Aku kesana 3 malam, cuma eksplor JONKER thok, dan masih kurang 🤣🤣🤣🤣. Di luar JONKER malah ga sempet mas.
Gereja merah dan gereja Francis Xavier aku sempet datangin tuh. Tapi ga masuk, padahal pengen. Cuma waktunya ga pas. JD foto dari luar aja. Yg gereja St Paul sayangnya baru tau pas baca ini 🤣.
Tempat wisata di luar JONKER memang confirm belum aku datangin sih.
Tapi bakal balik kok kesana. Ini kota nyenengin BANGETTTT. Makanannya enak2, dan wisatanya menarik. Aku dan temen2 banyak duduk di kafe pinggir sungai, kalo Aling minum aneka alkohol yg katanya enak bgt, aku Ama Fara cukup mocktail . Sambil liat view ke sungai . Makanya kami kemarin itu ga tertarik kluar JONKER mas. Krn vibe nya aja memang santai dan cocok buat refreshing banget
Kayaknya aku akan menikmati waktu di cafe tepi sungai Melaka juga, mbak. Mungkin seharian sampai malam cukuplah buatku menjelajah Jonker Walk dan sekitarnya 😁
Hoho banyak alkohol rupanya, jangan-jangan lebih banyak di Melaka daripada KL.
Ada 2 tempat yg jadi tempat minum fav warga Melaka dan turis. Satu tempat ntr bakal aku tulis di postingan Minggu depan. Tapi 1 tempat lagi aku ga berani tulis, soalnya hidden banget, dan cuma jual alkohol Thok. Udah gitu rukonya hanya dibuka setengah 🤣🤣. Udh jualan 4 generasi. Yg jualan dan meracik minumannya nenek2 😂😂.
Temenku Aling sempet kesana, dan dia coba banyak jenis minuman nya, masing2 1 slot gitu 😅. Dia bilang semua pecinta alkohol wajib coba 😄😄. Kalo kamu mau, ntr aku tunjukin ancer2 foto tempatnya 😂😂
Wakakaka menarik. Aku akan kabari mbak Fanny begitu udah ada rencana ke Melaka.