Ini adalah seri ke-4 sekaligus bagian terakhir edisi jalan-jalan 2 hari 1 malam di Pangandaran – Batu Karas – Green Canyon. Tidak seperti hari sebelumnya yang “tua di jalan” karena lebih banyak menghabiskan waktu dalam perjalanan, di hari kedua ini gue dan rombongan seru-seruan body rafting di Green Canyon. Yes! Akhirnya perjuangan 7 jam berkendara akan terbayar dengan lunas (bahkan bisa dapet kembalian) 😀
Jam 9 kami udah harus di lokasi, tapi nyatanya sebelum jam 9 kami sudah sampai kok. Maklum, terbiasa dengan deadline, jadi lama-lama kami jadi terbiasa on time hehe. Nah, kalau mau body rafting di Green Canyon, jangan masuk dari pintu masuknya. Rupanya jasa Body Rafting ini bukan jasa yang disediakan oleh pihak Green Canyon-nya sendiri, tapi oleh pihak eksternal. Terus jalan lurus dari pintu masuknya, belok kiri, terus belok kiri lagi. Dengan kata lain, kalian berjalan memutar sampai di sisi lain Green Canyon. Di situ akan ada beberapa tempat jasa body rafting yang berjajar di pinggir jalan. Kami sendiri mempercayakan pada Xali Xali. Tarifnya? Rp 200.000,00 saja. Duit segitu nggak akan terasa mahal setelah kalian menjalani body rafting-nya. Sangat berharga!
Sebelum memulai kegiatan, kami harus dipastikan sudah sarapan dan dilanjutkan dengan memakai perlengkapan. Apa aja itu? Well, baju zirah, ketopong, tombak, dan perisai, bahahahahaha. Bukan, bukan, tapi pelampung, helm, sepatu buat di dalam air, dan decker (pelindung lutut). Setelah semua tim siap, kami diberangkatkan menuju lokasi awal body rafting menggunakan sebuah mobil pick-up. Perjalanan normalnya butuh waktu sekitar 45 menit. Di tengah jalan, mas petugas bakal mampir ke minimarket buat beli cemilan dan minum buat kita. Nah, ini nih yang bikin perjalanan kami waktu itu jadi lebih lama. Gara-garanya adalah saat itu sedang mati lampu, jadi proses bayar membayarnya terhambat.
Catatan penting nih. Kegiatan body rafting ini tidak dianjurkan buat penderita jantung dan asma. Jika dipaksakan dan ternyata penyakit kalian itu kambuh di tengah kegiatan, proses evakuasinya tidak akan berjalan semudah yang dipikirkan. Medannya didominasi oleh tebing-tebing batu yang terjal dengan sudut kemiringan tinggi. Lebih baik kalian nggak jadi ikut daripada malah nanti bikin masalah. Ehem, sebenernya gue juga punya asma. Tapi, saat itu gue imani asma gue nggak akan kambuh. Air dingin dan kecapekan nggak akan bikin asma gue kambuh. Tuhan telah menyembuhkan asma gue. Guess what? Gue dapat menjalani body rafting sampai tuntas tas tas tanpa asma gue kambuh, bahkan tanpa sesak nafas sekalipun. Thanks, Lord!
Oke, lanjut dengan perjalanan kami. Setelah kurang lebih satu jam terombang-ambing, akhirnya pick-up mulai masuk ke dalam sebuah jalan tengah hutan yang kecil, berbatu-batu, naik-turun, dan menikung tajam. Asli, ini jalannya serem banget. Gue was-was mobilnya keguling dan kita jatoh ke jurang yang menganga di sisi kanan. Waaaaaa nggak lucu kan? #efeksukanontonfinaldestination
Syukur deh kami berhasil mendarat dengan selamat dunia akhirat. Kami sampai di bagian hutan yang landai. Buat yang tiba-tiba kebelet pipis, lo bisa buang sampah lo itu di sini. Jangan kencing di kali, kasihan temen-temen lo.
Setelah foto-foto, kami langung berjalan menuruni bukit menuju Green Canyon. Hati-hati ya, medannya cukup berbahaya. Banyak batu-batu licin dan batu-batu terjal. Harus pinter-pinter memilih pijakan. Salah satu anggota rombongan kami yang.. Ehem, badannya gemuk.. Agak kesulitan saat melalui medan ini. Dia bergerak dengan sangat perlahan dan tampak kurang lincah. Mungkin kalian yang “senasib”, mungkin bisa dipertimbangkan lagi ya kalau mau ikutan body rafting Green Canyon.
Perjuangan menuruni bukit berakhir, dan kami.disambut dengan sebuah sungai cukup besar berwarna kehijauan yang diapit oleh tebing-tebing terjal. Horeee sudah sampaaaiii! Untungnya hujan terakhir adalah satu hari lalu, jadi warna airnya sudah mendekati warna alaminya. Kalau kalian ke Green Canyon setelah hujan, airnya akan berwarna kecokelatan. Jadi, waktu terbaik untuk mengunjungi Green Canyon adalah pada musim panas. Sebenernya sekarang juga harusnya musim panas, tapi efek global warming membuat jalannya musim kacau balau.
Bagian pertama body rafting diawali dengan berenang menuju ke satu spot. Karena gue nggak bisa berenang sama sekali, gue agak kerepotan di sini. Bersama dengan beberapa orang yang senasib (kita bareng sama tim lain yang sama-sama menggunakan jasa Xali Xali), kami disuruh buat mengapung dengan posisi terlentang, berbaris memanjang dengan kaki berada di bawah pantat orang yang di depan dan tangan memegang pelampung orang di depannya. Pegangan nggak boleh lepas. Kami didorong dan “diseret” oleh kru Xali Xali biar bisa bergerak kayak yang lain, nggak hanya (mencoba) berenang nggak jelas tapi tak ada perubahan posisi -_____- Yang bikin bingung adalah saat orang yang di depan terbalik karena terpengaruh arus. Bingung apakah harus tetap memegang pelampung orang itu atau melepasnya. Gue memutuskan buat melepas, dan gue diomeli sama kru -_____-
Ada beberapa kegiatan yang menantang di sini. Yang pertama adalah saat kami harus trekking ke atas dengan kemiringan medan 90 derajat! Kami harus bisa naik dengan hanya memegang batu-batu dan hanya dibantu oleh seutas tali berwarna kuning. Nggak ada pengaman seperti tali karmantel, karabiner, figure eight, dan peralatan standar pecinta alam lainnya. Gini-gini gue mantan pecinta alam ya hehe. Meskipun dibantu sama kru yang siap menopang dan menarik kita, tapi tetep aja serem. Rasa takut ketinggian, takut kepleset, takut air, campur aduk jadi satu. Nggak cukup dengan itu, kami masih harus berjalan di tepi tebing yang agak licin. Ceroboh dikit lo bisa jatuh ke bawah. Iya kalau jatuhnya di air, kalau jatuhnya di karang kan… Berabe juga. Ini kami lakukan dua kali karena arus yang terlalu deras dan tidak aman untuk dilalui.
Selain itu, kami juga harus melalui jeram dengan arus yang sangat kuat. Untuk bagian ini, dilakukan dengan posisi terlentang dengan kedua tangan memegang pelampung sendiri pada bagian kerahnya. Ini berlaku untuk semua peserta, nggak cuma buat mereka yang nggak bisa berenang. Seru banget! Meski ini adalah bagian yang paling bikin gue minum air. Di ujung jeram, udah ada kru yang siap “menerima” kita dengan tali pengaman berwarna kuning. Buat lo yang terbawa arus di luar jalur, nggak usah khawatir. Biasanya udah ada kru lain yang standby di spot-spot tertentu yang diperkirakan untuk membantu peserta yang terbawa arus dan keluar jalur. Ada juga bagian di mana kami harus berjalan melalui arus yang kencang menggelora dengan berpegangan pada tali pengaman itu. Beneran, arusnya kenceng banget! Ini kaki serasa terbuat dari batu dicampur besi, susah banget digerakkin. But it was fun! Gue ketawa-ketiwi menertawakan diri sendiri saat gue berusaha menerobos arus ini hahahahaha.
Bagian yang paling ngebetein adalah saat kami harus melawan arus. Secara gue nggak bisa berenang, gue susah banget melakukan ini. Mau kru teriak-teriak, “Ke kanan ke kanan! Jangan ke kiri!!!” sampai berbusa juga, gue nggak bisa melakukannya. Dalam hati gue cuma ngebatin, “Ini gue udah berusaha buat ke situ, tapi nggak bisa karena kebawa arus.” Itulah akhirnya kami geng “Nggak Bisa Berenang” harus diseret oleh kru biar bisa bergerak ke arah yang tepat.
Di tengah perjalanan, ada waktu buat beristirahat. Kami duduk-duduk di sebuah batu besar sambil makan dan minum cemilan yang udah dibeli tadi. Buat lo yang kecanduan rokok, inilah saatnya buat lo memuaskan hasrat buat ngepul itu. Tapi, menurut gue sih, sesi istirahat ini nggak perlu diadakan. Pertama, kami nggak mood makan dalam kondisi kayak gitu. Cemilan yang ada cuma dimakan sedikit, sayang banget kan yaaa. Kedua, sesi istirahat malah bikin kami (atau gue aja?) kagok saat harus kembali nyebur ke air. Jadi, kayaknya nggak usah aja. Hajar aja sampai kelaaaaaarrr!
Mendekati akhir perjalanan, perjuangan keras kami trekking ke atas untuk yang kedua kalinya berbuah manis saat kami disambut oleh batu-batu besar dengan rintik-rintik air yang mengalir dari atasnya dan sebuah “busur panah” berwarna-warni yang melengkung di antara bebatuan dan rintik-rintik air. Yes, it’s a rainbow! Inilah spot terindah di dalam Green Canyon yang membuat rasa capek dan bete menguap seketika. Sayangnya pelangi ini tidak terdokumentasikan dalam kamera. Maklum, selama perjalanan, kami tidak boleh membawa handphone dan kamera kami titipkan pada kru. Yah, insting fotografer-nya belum ada mungkin yaaa, atau mungkin dia lagi sibuk nyiapin bagian berikutnya.
Bagian yang paling mendebarkan adalah saat kami harus loncat dari ketinggian. DUA KALI PULA!!! Saat harus melompat pertama kali dari ketinggian 7 meter, gue udah ketar-ketir. Udah optimis bisa dan mau, karena minggu lalu gue ikutan sebuah camp militer dan ada outbound di mana gue harus naik tangga sekian meter buat lompat ke bawah. Saat itu berhasil! Di sini, begitu nyampai di ujung tebing dan siap melompat, tiba-tiba aja semua optimisme itu lenyap hahahahaha #payahgueee. Akhirnya gue dan “Geng Penakut” dibawa ke spot melompat yang lebih rendah. Yah, ini sih sami mawon, Maaasss. Ujung-ujungnya lompat jugaaaaaa. Yah, gue paksain sih. Pas bagian lompat yang kedua, karena di situ nggak wajib, gue pun memilih buat skip dan terapung-apung santai diseret akang-akang kru.
Kami lalu sampai di titik perhentian perahu-perahu sewaan. Perahu-perahu itu melayani pengunjung Green Canyon yang ingin menikmati keindahannya dengan cara yang aman-aman saja, tanpa basah-basahan, manjat-manjat, atau lompat-lompat. Tahun lalu gue menikmati jasa itu sama temen-temen KKN gue, tarifnya gue lupa hahahaha. Di sinilah akhir riwayat body rafting kami. Harusnya kami bisa langsung lanjut dengan naik perahu di situ seperti peserta yang lain. Tapi karena perahunya agak lama dan lagi sibuk melayani pengunjung, kami pun melanjutkan dengan kembali berenang sampai spot peristirahatan. Gue? Kembali “digeret” oleh kru agar bisa mencapai tempat tujuan seperti temen-temen gue yang lain. Yah, di sini gue dan anak-anak udah ngerasa kelaperan. Setelah ngemil-ngemil gorengan di situ, kami baru naik perahu sampai ke seberang kantor Xali Xali.
Petualangan body rafting ini memakan waktu sekitar 4 hingga 5 jam. Sangat cukup buat bikin gue kedinginan. Setelah mandi-mandi dan berganti pakaian, kami disediakan makan siang dengan menu ayam goreng, sayuran, teh tawar, dan kelapa muda. Ini udah include paket Rp 200.000,00 tadi. Makan siang dilakukan di sebuah gubug di seberang kantor Xali Xali, tepat di tepi Green Canyon. Dengan ini, selesai jugalah perjalanan kami mengarungi bahtera rumah tangga Pangandaran, Batu Karas, dan Green Canyon selama 2 hari. Kami segera pulang ke Bandung, dan membatalkan rencana untuk mampir berendam air panas di Garut karena faktor waktu (udah malem banget) dan cuaca (turun hujan deras di tengah perjalanan). Gue sempet takut rombongan Karimun gue nyasar, karena kami jauh ketinggalan dari geng Fortuner dan serasa terjebak dalam sebuah jalan yang tak jelas ujungnya, hanya terus berjalan di jalan yang berbelok-belok di antara hutan dan jurang. Sampai di Tasik, kami mampir di Ampera buat makan malem sebelum melanjutkan perjalanan menuju Bandung. Jam 3 pagi kami baru sampai. Lama perjalanan udah kayak dari Jogja aja lho, lama buanget!
Buat lo traveller atau backpacker yang suka tantangan, harus banget ke Green Canyon dalam kunjungan lo ke Ciamis atau Tasikmalaya. Karena minggu-minggu ini adalah minggu-minggu libur lebaran, which is high season, gue highly recommend buat pesen hotel online aja via Rajakamar. Ada kok buat kota Pangandaran. Biar lo nggak cengok, udah semangat ke sana, eh nyampai di sana udah kehabisan hotel dan liburan lo batal. Nggak lucu, ‘kaaannn -____- Cuma Rajakamar yang berani kasih harga hotel murah buat kita semua. Rajakamar bahkan udah dua kali kasih Promo 88 ribu lho, luar biasa banget! Iye, beneran 88 ribu doang buat nginep di Hotel Berbintang. Sayangnya promo 88 ribu season 2 udah selesai, karena 15.000 member baru udah sign up.
Tapi, promo 88 ribu masih akan ada lagi kok, tunggu aja ya tanggal mainnya hihihi. Nah, biar selalu dapet update-an tentang Promo 88 ribu ini, follow aja twitter @Rajakamar dan like fanpage Rajakamar. Jangan lupa sign up jadi member biar dapet newsletter ya, jadi lo akan segera tahu kapan Promo 88 ribu dimulai atau promo-promo murah lainnya. Atau kalau 88 ribu masih belum cukup murah dan lo cuma mau liburan gratis, ya udah, ikut aja lomba ngeblog-nya Rajakamar kayak gue ini. Hadiahnya voucher hotel Rajakamar!!! Woohoooooo!!!
Akhirnya, tercapai sudahlah keinginan gue buat body rafting di Green Canyon yang tertunda selama 2 tahun. Seru banget! Tapi, cukup sekali itu aja deh, nggak mau lagi hihihihi. Green Canyon tidak hanya menawarkan sebuah keindahan sungai yang masih alami dengan tebing-tebing batu indah di kedua sisinya, namun juga memberikan banyak pengalaman baru buat gue. Dan di bagian terakhir series ini, gue akan memberikan rincian biaya yang udah gue keluarkan. Jreeeeeenggg:
Hotel Rp 1.100.000,00 (dibagi 11 orang jadi Rp 100.000,00)
Bensin Bandung – Pangandaran PP Rp 400.000,00 (dibagi 4 orang jadi Rp 100.000,00)
Green Canyon Rp 200.000,00 (sudah termasuk cemilan dan makan siang)
Total biaya makan (4x, Rp 100.000,00)
Cemilan (roti tawar, selai, dan pop mie buat sarapan) dan minum Rp 50.000,00 (dibulatkan)
Total: Rp 550.000,00. See? Dengan uang segini udah bisa jalan-jalan di Pangandaran, Batu Karas, dan Green Canyon. Untuk oleh-oleh, ehem, gue bisa dikatakan nggak beli karena nggak menemukan sesuatu yang pantas dijadikan buah tangan (bilang aja nggak punya duit lagi). Silakan mencoba 🙂
[…] Baca Juga: Green Canyon, Lebih Dari Sebuah Keindahan […]
[…] Perjalanan ke Pangandaran dan Green Canyon (2013) dalam rangka trip kantor (saat itu gue bekerja sebagai freelance social media officer, masih kuliah) […]
[…] Dua-duanya ada di Bandung dan gue book secara gratis menggunakan voucher hotel RajaKamar sebagai Juara 1 Rajakamar Blog Competition. Iya, saat itu adalah masa-masa kejayaan gue sebelum negara api menyerang hahahaha. Gue pribadi […]