Tahun 2013 merupakan tahun yang penuh dengan pencapaian-pencapaian baru dalam hidupku. Di tahun itulah, aku memulai karirku sebagai seorang travel blogger dan bahkan dua kali berturut-turut menjuarai kompetisi menulis perjalanan. Lalu, di tahun itu jugalah, tahun yang mengandung angka kesialan, aku memulai langkahku mewujudkan mimpi untuk terbang ke luar negeri. Tepatnya pada bulan Oktober, aku menjejakkan kakiku di dua negara sekaligus — Singapura dan Malaysia (meski hanya beberapa jam, itu pun hanya di Johor Bahru). Dua stempel negara berbeda langsung mengisi halaman-halaman kosong pasporku yang baru saja dibuat dua bulan sebelumnya.
Dari sejak aku kecil, aku sudah tertarik untuk mempelajari bahasa, geografi, dan ilmu sosial. Ketertarikan itu lantas aku lampiaskan dengan menikmati serial anime, film-film Hollywood, film-film Mandarin, hingga film-film India. Aku mencoba mempelajari kehidupan di luar sana dari balik layar kaca. Bahasanya, gaya hidupnya, budayanya, kulinernya, apa pun. Tidak heran, aku selalu mendapat nilai memuaskan untuk mata pelajaran yang berhubungan dengan bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jawa) dan Geografi. Meski akhirnya aku malah memilih jurusan IPA saat duduk di bangku kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA). Saat ini pun, aku menjadi seorang penikmat musik berbagai bahasa: Indonesia, Inggris, Jepang, Korea, India, dan Thailand.
Namun, aku tak pernah sedikit pun berusaha mewujudkan mimpi untuk menjelajah dunia tersebut. Lahir dan dibesarkan di dalam keluarga ekonomi menengah ke bawah di kota Yogyakarta, membuatku sangat berhati-hati dalam menggunakan lembar-lembar uang di dompet tipisku. Ayahku hanyalah seorang sopir becak dan ibuku bekerja sebagai asisten rumah tangga. Bersama dengan kakakku dan keluarganya (suami dan anak-anaknya), kami tinggal berdesakan dalam satu atap. Hidupku hanya berputar-putar di antara rumah, sekolah, dan gereja. Puji Tuhan, aku diterima di sebuah program beasiswa sehingga aku dapat melanjutkan studiku di jenjang perguruan tinggi tanpa membebani kedua orangtuaku. Uang kuliah, uang kost, hingga uang saku bulanan, semuanya ditanggung oleh yayasan yang bersangkutan!
Maskapai penerbangan itu menarik perhatian banyak orang saat iklan-iklannya mengisi layar televisi. Saat itu aku masih duduk di bangku kuliah. Maskapai yang menamakan dirinya Air Asia itu menawarkan tarif penerbangan yang rendah namun tetap mengutamakan kualitas pelayanan dan keselamatan. Tertarik? Tentu saja. Apalagi saat maskapai yang identik dengan warna merah itu menawarkan program Rp 0,- untuk beberapa penerbangannya.
Tapi mungkin karena kalah cepat dengan pemburu gratisan yang lain, aku gagal mendapatkan tiket murah Jakarta – Singapura untuk bulan Oktober 2013 saat itu. Aku terpaksa menggunakan maskapai penerbangan yang lain, padahal aku sudah ingin sekali merasakan terbang dengan Air Asia. Namanya selalu disebut di doa ibuku dalam catatan-catatan perjalanan para travel blogger yang kujadikan rujukan referensi.
Siapa sangka, tak lama setelah kepulanganku dari Singapura, aku mendapat ajakan dari seorang teman untuk bepergian ke Malaysia (sekaligus Singapura, lagi) pada bulan Juni 2014. Tiket Yogyakarta – Kuala Lumpur tersebut berhasil dipesan dengan biaya hanya di kisaran Rp 400.000,00-an! Murah sekali, ‘kan? Ternyata, tarif promo bukan satu-satunya jalan untuk mendapatkan tiket murah dari Air Asia. Dengan program Big Points, aku pun bisa jalan-jalan super hemat untuk kedua kalinya. Makanya, ayo daftar jadi member Air Asia dan ikut program Big Points-nya. Tiket murah selanjutnya aku dapatkan untuk rute Bandung – Bali PP dengan harga hanya di kisaran Rp 200.000,00-an untuk November 2014 ini.
Aku pun puas dengan pelayanan Air Asia. Saat penerbanganku terlambat selama satu jam, Air Asia memberikan Delayed Service-nya dengan menyuguhkan makanan ringan Dunkin Donuts dan segelas air minum. Lalu, meski Air Asia masuk ke dalam kelas low cost carrier, namun armadanya tetap memiliki interior dan bodi pesawat yang gagah, nyaman, dan elegan. Aku pun terpukau dengan para pramugarinya yang, tak hanya berparas cantik, namun juga memiliki postur tubuh yang menggugah selera. Sebut saja — Kamala Scherchan, pramugari keturunan Nepal yang mengawal penerbangan Yogyakarta – Kuala Lumpur awal Juni lalu.
Berkat Air Asia, aku dapat melihat langsung megahnya Menara Kembar Petronas, atau menyusuri Sungai Singapura yang romantis, hingga berkeliling kota Georgetown yang cantik. Aku disadarkan akan satu hal, bahwa perkara jalan-jalan itu bukan perkara uang, namun semata-mata masalah kemauan. Ketika tiket sudah dicetak, penginapan sudah direservasi, mau tidak mau aku akan menghemat pengeluaranku dan bahkan mencari tambahan penghasilan agar saat harinya tiba, aku akan memiliki uang saku yang cukup untuk menjelajah tempat baru itu. Saat ini pun, aku masih menabung untuk bisa mengunjungi kota-kota impianku seperti: Hanoi, New Delhi, Kathmandu, Taipei, Hongkong, Shanghai, dan Tokyo. Banyak ya 😀
Mungkin, bagi sebagian orang, jalan-jalan hanyalah kegiatan menghabis-habiskan uang, apalagi untuk kalangan ekonomi menengah sepertiku. Namun buatku, sebuah perjalanan adalah sebuah pembelajaran. Dari sebuah perjalanan ke tempat yang baru, aku mempelajari geografi, tata kota, sistem transportasi, sosial budaya, sejarah, hingga kuliner. Aku belajar tentang hidup.
Ketiadaan kamera DSLR canggih seperti para penulis perjalanan yang lain tidak menyurutkan semangatku untuk terus menulis dan berbagi. Aku akan terus menulis, terus berjalan, meski tak bisa sesering pejalan yang lain sambil tetap menabung untuk mencukupi kebutuhan yang lain dan menunaikan baktiku pada keluarga. Tak sabar untuk kembali terbang bersama si burung merah, Air Asia, menjelajah Negeri Gajah Putih dan negara-negara tetangganya. Aku yakin, menjelajah negeri-negeri adalah salah satu panggilanku. Jadi, ini bukanlah sekedar kegiatan yang menghambur-hamburkan uang.
Truly, everyone can fly with Air Asia — termasuk seorang anak sopir becak sepertiku 🙂
Baca juga tulisan tentang Air Asia lainnya ini:
Danan Wahyu – Semangat Muda Bersama Air Asia
Danan Wahyu – Pengalaman Pertama Air Asia, Kelana Candi
Mas Tekno – Berani Bermimpi Dari Air Asia
Kak Olive – Hikmah Perjalanan Bersama Air Asia
Indri Juwono – Air Asia Dalam Rengkuhan Rinjani
Postingan yang berhubungan dengan keluarga, selalu membuatku terenyuh. Terutama yang satu ini.
Gak perlu punya DSLR, –aku pun gak pakai DSLR, orang tuamu pasti bangga pada anak yang sudah gak ngerepotin mereka, dan alih-alihnya justru membantu hidup mereka menjadi lebih baik.
Good luck buat kuisnya, mabro.
Sama, mas. Tema keluarga selalu membuat gue menjadi orang yg melankolis.
Mari terus berjuang untuk keluarga 🙂
Semoga menang ya.. Dan semoga makin sering jalan-jalan bareng AirAsia ;D
Amin, bang. Next plan pengen Bangkok 😀
Wah.. seru tuh Bangkok 😀
Aku pengen mengunjungi negara-negara yg mewarnai hidupku, bang. Dan Thailand, sudah sering menghiburku dengan film-film komedinya 😀
Ah iyaaa.. film horror-nya juga keren tuh Thailand. Coba deh nonton bioskop di Bangkok. Dulu aku pas ke sana nonton Pee Mak di bioskop. Unik krn sebelum nonton bioskop ada lagu kebangsaan diputer
Iya. Film horornya juga suka. Meski beberapa ada yg agak aneh hehehe. Subtitle-nya bahasa Inggris, mas?
iya. Nonton film Thai di bioskop Bangkok subtitle-nya english. Tp kalau film hollywood subtitle-nya Thai
[…] Berkat AirAsia, Anak Supir Becak Ini Bisa Terbang ke Luar Negeri […]
[…] Berkat AirAsia, Anak Supir Becak Ini Bisa Terbang ke Luar Negeri […]
[…] Berkat Air Asia, Anak Sopir Becak Ini Bisa Terbang ke Luar Negeri, Matius Teguh Nugroho […]
Seruuu ya kesan ke luar negeri pertama kalinya. Rasanya ada yang bikin bangga selain dapat tiket murahnya AirAsia. Tapi jangan minder masalah dslr, kemewahan duniawi hanya sesaat…carilah hikmah dari perjalanan *wink*
Wah. Berasa ngobrol sama pastor 🙂
Tulisanmu mau aku tautkan nggak, mas? Kayak mas Danan atau kak Olive di atas 😀
Hahaha ya bginilah calon pastor gagal 😛
Boleh boleh bro 🙂
Haha. Oke, mas. Besok pagi tak edit tulisannya 😀
ini tulisannya bagus! aku suka!!
Makasih, kak. Such a honour 🙂
Gak perlu pakai kamera DSLR kok bro, aku juga gak pakai hehehe. Orangtuamu pasti bangga kalau punya kesempatan yang sama kayak aku, bisa internetan dan baca tulisan ini. Good luck 🙂
Biar pembacanya juga lebih puas, bro. At least kamera digital tapi bagus sih. Makasih apresiasinya, bro 🙂
inspiring yah..hehehe…kan sesuai semboyannya, now everyone can fly. saya juga backpackeran solo ke luar negeri pertama kali naek maskapai itu.
percayalah, dSLR itu cuma bikin berat beban bagasi tapi akhirnya photoshop menentukan wkwkwkw
Senangnya kalau bisa menginspirasi 🙂
Hahaha. Gitu ya? Yah, paling enggak mau cari fasilitas dokumentasi yg lebih baik dari sekedar kamera smartphone berkekuatan 3.15 mp 😀
[…] Pertama Air Asia Kelana Candi, Danan Wahyu Sumirat Everyone Can Fly with Air Asia, Halim Santoso Berkat Air Asia, Anak Sopir Becak Ini Bisa Terbang ke Luar Negeri, Matius Teguh Nugroho Semangat Muda Bersama Air Asia, Danan Wahyu Sumirat Tiga Masa Bersama Air […]
semogaaa menang
btw, saat ini aku sering moto2 make hape malahan
krn yang di gembolan (ya ampun gembolan, saku maksudnya) ya cuma hape sih
Wah, kita sama-sama traveler bersahaja *salaman* Pengen upgrade hape, seenggaknya hasil fotonya lebih bagus biar pembaca makin sukak 😀
Kaaaaaaaannnn…. Akhirnya dituliskan juga sebelum pencapaian besar lanjutannya. Semoga menang deh…
Hahaha. Iya, kak. Karena tiba-tiba pengen ikut lomba ini, aku dapet inspirasi nulis dari latar belakang keluargaku sendiri. Amin amin. Juara 2 atau 3 juga gpp deh 😀
[…] juga masih terbatas, gue nggak serta merta jadi fans berat AirAsia. Bosen tauk ke mana-mana naik AirAsia […]
Sumpah, salut saya, gan. Yang namanya mimpi itu emang tinggal dibarengi kemauan aja biar jadi kenyataan.
Sep lah, kapan² kalo mau terbang lagi ngajak² saya ya, gan. #mupeng 😀
Yosh! Jangan biarkan keadaan membatasi kita, bro.