
Bila berbicara tentang Gunung Kidul, biasanya pikiran wisatawan akan langsung tertuju pada jajaran pantai pasir putihnya, Gunung Purba Nglanggeran, atau cave tubing di Goa Pindul. Padahal, di tengah hutan yang tak terlalu jauh dari kota Yogyakarta, berdiri sebuah kampung/dusun dengan telaga indahnya yang riwayatnya bisa ditelisik dari tahun 1775 silam. Namanya adalah Dusun Kemuning, kampung indah yang berada di wilayah administratif Desa Bunder, kecamatan Patuk, kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jarak dusun Kemuning dari ibukota provinsi sebetulnya tak sejauh sang gunung purba atau pantai-pantai di ujung selatan sana. Tapi, jujur saya yang orang asli Jogja dan saat ini tinggal di Jogja pun baru tahu keberadaan kampung ini.
Sebuah gapura lengkung yang dibalut dengan warna biru akan menyambut kita memasuki Dusun Kemuning. Tepat di bagian atas gapura, tertera tulisan, “Kampung Berseri ASTRA, Dusun Kemuning.” Melangkah lebih jauh ke dalam, kita akan menikmati suasana pedesaan khas Gunung Kidul yang tenang dengan warganya yang ramah-ramah.

Rumah kakek-nenek saya dari ibu juga ada di Gunung Kidul, tepatnya di dusun Klayar, desa Kedungpoh, kecamatan Nglipar. Meski kakek dan nenek sudah lama tiada hingga saya tak sempat merasakan nikmatnya curahan kasih sayang mereka, kami sekeluarga tetap rutin berkunjung ke sana minimal setahun sekali di Hari Idulfitri. Selain ada sepupu dan paman saya yang menempati rumah peninggalan simbah, juga masih banyak kerabat lainnya yang tinggal di dusun Klayar.
Telaga Kemuning dan Sejarahnya
Dusun Kemuning memang paling dikenal karena telaganya. Walau tak terlalu besar, namun kita bisa menikmati keindahan dan ketenangan dari telaga yang bersih ini beserta hamparan pohon dan pegunungan di sekelilingnya. Terkadang, pengunjung juga dihibur dengan pertunjukkan tari tradisional dari warga setempat.
Ternyata, ada legenda menarik yang dipercaya warga lokal sebagai asal-usul kampung Kemuning dan telaganya.
Alkisah, di kisaran tahun 1755-1757 setelah Kerajaan Mataram terpecah karena Perjanjian Giyanti (menjadi Mataram Barat dan Mataram Timur, yang sekarang kita kenal dengan Jogja dan Solo) dan Perjanjian Salatiga (membagi Mataram Timur menjadi Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran), seorang abdi keraton bernama Saridjan mencari tempat tinggal baru untuk berlindung dari VOC sekaligus melanjutkan perjuangan. Ia pun memilih sebuah lembar terpencil di balik perbukitan di sisi tenggara Yogyakarta. Ia terpaksa bersembunyi karena dianggap memprovokasi warga di tempat tinggalnya untuk menentang Perjanjian Giyanti.

Saridjan bertapa meminta perlindungan dan mengubah namanya menjadi Resawijaya. Sebuah pohon Kemuning besar lalu tumbuh di tempat persembunyiannya itu. Sejak saat itu, tempat itu disebut Kemuning. Jejak sejarah ini konon masih bisa dilihat hingga saat ini berupa bekas tapak kuda Saridjan di bebatuan dalam perjalanan menuju dusun Kemuning. Kuda Saridjan tewas karena pertempuran melawan Belanda.
Saat situasi sudah stabil, Resawijaya beserta keluarga dan para pengikutnya hijrah menjadi petani. Namun, kondisi geografis Gunung Kidul membuat mereka kesulitan air. Maka Resawijaya bertapa kembali, dan akhirnya sebuah mata air muncul membentuk telaga kecil yang luapannya menjadi Telaga Kemuning saat ini.

Sekarang, kita dapat menemui generasi ke-6 Resawijaya, yaitu mbah Semanto, yang masih ada di dusun Kemuning. Mbah Semanto asyik diajak berbincang terkait sejarah dan perkembangan dusun Kemuning dari masa ke masa. Di rumahnya yang masih sangat kental bernuansa Jawa, kerap digelar latihan menari tradisional oleh remaja-remaja putri untuk nguri-uri budaya jawi.
4 Pilar KBA di Dusun Kemuning
Kewirausahaan adalah satu dari 4 pilar yang menjadi tonggak Kampung Berseri Astra. Maka dari itu, warga kampung Kemuning dibekali ilmu wirausaha untuk memanfaatkan potensi kampungnya, salah satunya dengan menyediakan tempat menginap berupa homestay bagi wisatawan di rumah mereka. Untuk pariwisata, ASTRA juga membantu untuk fasilitas wisatawan di sekitar Telaga Kemuning, seperti pendopo dan toilet pengunjung.

Selain Telaga Kemuning, ada informasi dari blogger jagarimba soal keanekaragaman hewani di dusun Kemuning. Dia menemukan setidaknya 21 jenis burung di dalam area yang tak terlalu luas itu, sebuah potensi yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan untuk wisata alam dan edukasi. Hutan Edukasi Wanagama di sisi Kampung Kemuning pun tak kalah menariknya. Pada tahun 2012 silam, ASTRA melakukan inisiatif untuk menanam 10.000 pohon jati dan nangka.
Ada beberapa paket wisata yang bisa dipilih, seperti wisata outdoor, edukasi, dan kuliner. Warga diberdayakan sebagai pemandu atau sebagai talent.
Selain itu, ada pula UMKM produk makanan yang menghasilkan produk jenang pisang uter (pister), Gaplek Geprek, Lempeng Telo, secang. Pihak ASTRA mengedukasi dan memfasilitasi warga untuk pengemasan, branding, hingga marketing. Produk Secang Kemuning memiliki rasa yang lebih unik dan kaya, pengemasannya pun seperti teh celup, tidak dengan plastik seperti produk secang kebanyakan. Untuk distribusi, produk UMKM Kemuning sudah dipasarkan di sejumlah pusat oleh-oleh Jogja bahkan sudah merambah e-commerce.

Ada filosofi di balik makanan Gaplek Geprek, kreasi gaplek (makanan khas Gunung Kidul) khas dusun Kemuning. Singkong yang dicabut, dikupas, dijemur di bawah teriknya matahari, direndam dalam air, direbus, digeprek, melambangkan asam-garam kehidupan manusia. Dari tanah kembali ke tanah. Selain menjadi gaplek, singkong juga diolah menjadi Balung Kethek dan Lempeng Telo (keripik singkong).
Dari pilar lingkungan, dusun Kemuning mengupayakan pertanian hidroponik dan pengelolaan sampah. Melalui program bertajuk “Sampahku Amalku”, warga mengumpulkan sampah plastik sebelum kemudian disetor ke bank sampah di Patuk. Sementara itu, sampah organik limbah rumah tangga juga dikelola untuk menjadi pakan ikan. Untuk sampah nonorganiknya, sebagian juga ada yang diolah menjadi kerajinan tangan nan apik! Tak heran, dusun Kemuning bersih dan rapi, bebas dari sampah terutama sampah plastik yang biasanya marak terjadi di tempat-tempat pariwisata.


Dua pilar berikutnya adalah pilar kesehatan dan pilar pendidikan. Pihak ASTRA memfasilitasi dusun Kemuning dengan penyuluhan terkait kesehatan ibu-balita di posyandu, posbindu (pos bimbingan terpadu) setiap 3 bulan sekali untuk warga 15-50 tahun, bahkan posyandu hewan untuk binatang ternak!
Selain membantu pembangunan PAUD serta melengkapi fasilitasnya, ASTRA juga memberikan beasiswa untuk pelajar-pelajar berprestasi di dusun Kemuning per semester: Rp450 ribu untuk siswa SD, Rp650 ribu untuk siswa SMP, dan Rp850 ribu untuk SMA. Khusus untuk mahasiswa yang berkuliah, beasiswanya bisa mencapai Rp1,2 juta.



Sosok di Balik KBA Dusun Kemuning
Keberhasilan dusun Kemuning sebagai salah satu yang terpilih sebagai Kampung Berseri Astra sejak 2016 tak luput dari peran Suhardi, kepala dusun (dukuh, istilah lokal di Jogja). Meski tak semua warga mendukung, namun itu tak menyurutkan semangat pria paruh baya itu. Beliau tahu, kalau terus menunggu semua kepala setuju, kampungnya tak akan maju-maju. Sesuatu yang baik dan benar memang terkadang harus dipaksakan.

Pak Suhardi lah yang mempromosikan dusun Kemuning, menyambut rekan-rekan blogger yang berkunjung dengan ramah, serta tak berhenti berharap untuk mengembangkan potensi Kemuning. Meski tak lagi menjadi bagian generasi terkini, Pak Suhardi tetap melek dengan teknologi. Salah satu contohnya, ia mengunggah video pengolahan sampah menjadi pakan ikan dengan bantuan putranya, Galuh Rakasiwi. Bersama Galuh, beliau juga merumuskan strategi SEO (search engine optimization) dusun Kemuning di Google karena sadar bahwa kata “Kemuning” adalah kata yang sangat jamak digunakan. Dusun Kemuning di-branding dengan keyword “Oase Gunung Sewu Kemuning”. Kehadiran Telaga Kemuning memang seolah menjadi oase yang menyegarkan di tengah gersang dan panasnya Gunung Kidul.
Galuh Rakasiwi yang akrab dipanggil Mas Po, mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan ini tak menyangkal bahwa ia dulu malu mengaku tinggal di kampung Kemuning, dusun terpencil di tengah hutan Gunung Kidul. Namun kini, ia justru banyak berpartisipasi dan malah menjadi pegiat wisata di dusun Kemuning.
Bila Pak Suhardi dan dusun Kemuning saja, yang notabene terletak di tengah hutan, mau untuk bangkit dan bergerak maju, apalagi kita yang sudah difasilitasi dengan lebih banyak ilmu dan teknologi.
Kampung Berseri ASTRA (KBA) memang merupakan program corporate social responsibility dari PT ASTRA International. “Berseri”, yang merupakan singkatan dari bersih, sehat, cerdas, dan produktif, bertujuan membantu kesejahteraan desa-desa di nusantara dan mendorong mereka untuk bangkit. Berawal dari proposal untuk membangun pendopo, Pak Suhardi lalu mengajukan dusun Kemuning sebagai bagian dari KBA yang kemudian puji syukurnya lolos. Tahun 2017, ASTRA menggelar jambore di dusun Kemuning diikuti famtrip yang mengundang para blogger di tahun 2018. Dari situlah, kampung yang tersembunyi di antara 3 hutan ini mulai dikenal.

Desamu, sekolahmu, tempat kerjamu, tempat ibadahmu, juga bisa seperti dusun Kemuning. Tak perlu menunggu ada bantuan datang, karena terkadang langkah pertama harus kita ambil untuk perubahan yang lebih baik. Kalau sendiri, memang susah. Kita harus bergerak bersama untuk mewujudkan asa. Kebangkitan desamu, tempat kerjamu, sekolahmu, akan menggerakkan kebangkitan Indonesia.
Referensi:
https://www.tribunnews.com/regional/2021/12/29/senyum-kba-kemuning-oase-di-tengah-belantara?page=4
https://thejournale.com/kba-kemuning/
https://www.nasirullahsitam.com/2018/11/kampung-berseri-astra-kemuning-gunungkidul.html
http://www.iqbalkautsar.com/2018/12/mengasah-kilau-kemuning-mengoase-tlatah.html