Tentang Transfer/Transit Penerbangan dan Kenapa Perlu Asuransi Perjalanan

Tempat bernaung malam itu

Di suatu malam pada bulan Oktober 2015, saya terkantuk-kantuk di atas bangku-bangku besi Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Saya mencoba tidur di atas bangku yang keras dan dingin itu sambil merangkul backpack hitam saya agar tak diambil orang. Saya tak sendirian, karena di sekitar saya saja ada puluhan traveler serupa yang bermalam di bandara. Sebagian mungkin baru saja mendarat tengah malam dan enggan menghabiskan puluhan ringgit untuk naik taksi ke kota. Sebagian lagi seperti saya, tertahan untuk transit karena penerbangan lanjutan (connecting flight) yang harus kami jalani beberapa jam lagi. 

Transit, transfer, atau connecting flight adalah hal yang lazim kita alami saat bepergian dengan pesawat udara. Keterbatasan rute penerbangan membuat kita gagal tiba di bandara tujuan dalam sekali penerbangan. Tantangannya, transit ini adalah hal yang tricky, apalagi untuk teman-teman traveler pemula yang belum terbiasa. Pengalaman yang saya ceritakan di atas adalah pengalaman pertama saya dengan transit di bandara. 

Sebenarnya, berapa waktu ideal untuk transit/transfer penerbangan? Apakah kita bisa keluar bandara, atau berdiam di ruang tunggu saja? Seberapa penting asuransi perjalanan dalam sebuah penerbangan transit ini? Nah, 3 pertanyaan ini adalah sebagian kecil pertanyaan yang akan saya coba jawab dan bagikan di dalam tulisan ini. 


Self-Transfer 

Sebelum membahas hal-hal praktis di lapangan, saya mau menjelaskan satu istilah yang mungkin akan teman-teman temukan saat pertama kali mereservasi tiket penerbangan di website online travel agent seperti Traveloka atau Kiwi.com. Ketika sedang membaca rincian itinerary penerbangan yang akan kamu beli, di situ tertera sebuah keterangan berbunyi, “Self-Transfer.” Apa itu? 

A night in KLIA2

Self-transfer adalah kondisi di mana kita harus menangani sendiri perpindahan pesawat kita di bandara pemberhentian. Ini berarti setibanya di bandara transit, kita harus keluar melalui imigrasi (bila penerbangan internasional), ambil bagasi jika ada, ke arrival hall/aula kedatangan, lalu ke departure hall/aula keberangkatan untuk check-in dengan penerbangan lanjutan kita, drop bagasi lagi jika ada, melalui imigrasi lagi untuk penerbangan internasional, baru masuk ke boarding room.  

Lebih merepotkan, lebih melelahkan, dan tentunya lebih banyak waktu yang dibutuhkan.  

Self-transfer biasanya harus kita lakukan setelah memesan tiket penerbangan lanjutan dengan maskapai berbeda dari maskapai yang kita naiki di bandara awal. Beberapa OTA seperti Kiwi.com memungkinkan kita memesan tiket penerbangan dari 2 atau lebih maskapai berbeda untuk mengakomodasi kebutuhan kita. Contoh, kita ingin membeli tiket penerbangan dari Jakarta ke Hanoi. Karena nggak ada penerbangan langsung, maka pihak OTA akan menampilkan beberapa penerbangan transit untuk kita pilih. Selain connecting flight dari maskapai yang sama, ditampilkan juga hasil pencarian untuk connecting flight dengan maskapai berbeda. 

Contoh keterangan penerbangan lanjutan yang mengharuskan kita melakukan self-transfer

Maka untuk kasus penerbangan self-transfer begini, jangan heran kalau di bandara awal kamu hanya diberikan boarding pass untuk penerbangan pertama. Boarding pass untuk connecting flight kamu akan diberikan ketika kamu check-in di bandara. 


Durasi Ideal Transfer Penerbangan 

Nah, setelah paham apa itu self-transfer, sekarang tinggal memilih connecting flight mana yang mau kamu beli? Kriteria pertamanya adalah durasi transfer/transit alias layover

Saya tergocek banget bikin tulisan ini setelah nonton video Youtube seorang vlogger India ini. 

YAKALI TRANSIT CUMA 1 JAM. KLIA PULAK. Maap capslock mendadak jebol. 

Bapak ibu yang terkasih, 1 jam itu sangat mepet untuk sebuah durasi transfer penerbangan. Lebih mepet lagi kalau bandara pemberhentiannya sekelas KLIA yang luasnya alaihim gambreng! Untuk menuju boarding room, bisa jadi kamu harus naik train atau shuttle bus

Menurut saya, durasi ideal transit di bandara adalah 4 jam. Dalam 4 jam itulah, rasanya kita baru bisa transfer penerbangan dengan nyaman tanpa harus lari sprint di sepanjang ruang tunggu. Bisa ke toilet dulu, bisa ambil bagasi dulu, bisa check-in dulu, bahkan bisa istirahat dan makan dulu. Pertimbangkan juga kemungkinan delayed untuk penerbangan pertama kamu. Pait-paitnya ada delay 1-2 jam, kamu masih bisa mengejar penerbangan lanjutan.  Jangan pikir penerbangan lanjutannya akan otomatis dimundurin karena penerbangan pertamamu delayed ya. Kedua penerbangan itu tidak berhubungan sama sekali, apalagi kalau beda maskapai. 

Berburu foto selagi menunggu boarding di Bandara Bandung

Ngomong-ngomong soal delay, saya nyesel nggak ngulik soal asuransi perjalanan dari dulu. Penerbangan Bandung – Kuala Lumpur di tahun 2015 yang kisahnya saya ceritakan di awal tulisan ini adalah rekor penerbangan delayed terlama hingga saat ini. Lebih dari 4 jam! Saya “cuma” dikasih snack box dua kali, padahal kalau tidak salah sesuai regulasi saya harusnya mendapatkan kompensasi lain. Andai penerbangan saya di-cover asuransi perjalanan, saya bisa klaim kerugiannya tuh, lumayan. Mana ternyata harga premi asuransi perjalanan itu nggak mahal dan bisa sekali beli aja. 

Lalu, pikirkan juga apakah kamu sudah mengenali bandara transitmu. Kalau baru pertama kali layover di Changi dan mau ambil connecting flight dengan jeda 2 jam? Jangan dulu. 


Prosedur Transfer Penerbangan 

Kamu yang baru akan pertama kali terbang, atau baru pertama kali transfer penerbangan, mungkin akan bingung. Setelah mendarat di bandara pemberhentian harus ke mana? Kok di bandara awal cuma dikasih satu boarding pass? Kok di bandara awal nggak ada info nomor gate di bandara lanjutan nanti? 

Kalau kamu hanya mendapatkan satu boarding pass di bandara awal, berarti kamu harus check-in lagi di bandara lanjutan. Ini biasanya terjadi pada connecting flight dengan maskapai berbeda atau penerbangan lanjutanmu masih terlalu lama. Jika penerbangannya dari maskapai yang sama tapi baru mendapatkan 1 boarding pass, konfirmasikan saja dulu dengan staf di konter check-in pertama. 

Setibanya di bandara perhentian, kalau kamu sudah mendapatkan 2 boarding pass di awal, maka ikuti saja papan petunjuk berbunyi “Transfer” atau “Flight Transfer”. Nantinya, kamu akan langsung tiba di area boarding room tanpa harus keluar ke aula kedatangan (arrival hall). Lihat di layar LCD berisi jadwal penerbangan untuk mencari di mana boarding room kamu berada. Kalau sudah ketemu dan sudah dibuka, masuk saja dan tunjukkan boarding pass pada petugas. 

Terminal 2 Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan papan petunjuknya

Ngomong-ngomong, ternyata asuransi perjalanan juga bisa klaim kerugian yang harus kamu alami karena harus mengeluarkan biaya tambahan selama perjalanan terkait rerouting, harus pulang mendadak, sakit selama perjalanan, dsb. Cek lagi syarat dan ketentuan di asuransi perjalanan yang kamu beli. 


Keamanan dan Kesehatan Saat Layover 

Ada 3 kemungkinan yang akan terjadi bila kamu mengambil sebuah connecting flight: buru-buru transfer ke penerbangan berikutnya, punya waktu ideal di sela-sela penerbangan, atau mau nggak mau harus bermalam di bandara. Ketiganya, terutama poin 1 dan 3, perlu keamanan dan kesehatan ekstra.  

Transfer penerbangan itu melelahkan, apalagi untuk long-haul flight, transfer di bandara-bandara besar, atau layover yang terlalu lama (dan kita nggak mau keluar duit buat bermalam di hotel wkwk). Stamina dan kesehatanmu perlu sangat diperhatikan, jangan sampai penerbangan lanjutan itu membuatmu sakit karena kelelahan, kedinginan, atau tertular penyakit wisatawan lain. 

Lalu keamanan. Baik bagasi yang diangkut maskapai atau tas yang kamu bawa sendiri ke kabin, keamanannya perlu diperhatikan. Jangan sampai dompet, paspor, dan barang berharga lainnya hilang karena dicopet orang. Soal bagasi yang diangkut maskapai, Puji Tuhan saya belum ada masalah, tapi beberapa rekan traveler atau blogger pernah mengalami bagasi hilang, rusak, atau tertinggal. PR banget ngurusinnya. Rencana liburan jadi ambyar. 

Heritage Facade | Terminal 4 Changi Airport

Solusinya adalah asuransi perjalanan. Memang nggak bisa untuk mencegah atau membantu mengatasi, tapi minimal kerugianmu akan waktu, tenaga, dan dana yang terkuras bisa diganti pihak asuransi. Dulu, saya kira asuransi perjalanan itu mahal. Setelah semakin hari semakin populer, baru tahu ternyata asuransi perjalanan itu masih terjangkau banget bahkan untuk karyawan proletar seperti saya. 


Apa yang Bisa Dilakukan Selama Layover

Makan, eksplor, belanja, dan istirahat. Apalagi kalau bandaranya sekelas Changi atau Hong Kong. Kalau cuma bandara kecil yang fasilitasnya sekadarnya, kita harus siapin alat-alat pengusir kebosanan sendiri seperti handphone, laptop, buku, mainan, dsb. Pastikan charger nggak ketinggalan dan hape terisi penuh saat berangkat. Bawa juga bantal leher dan powerbank bila perlu, tapi pastikan spesifikasinya tidak menyalahi aturan penerbangan. 

Pertemuan Skytrain di Jewel Changi

Saat kamu tidur, pastikan keamanan barang bawaan kamu. Biasanya, kehilangan barang karena kelalaian pelanggan tidak bisa klaim asuransi perjalanan. Simpan barang berharga seperti dompet dan paspor di tempat teraman yang susah diambil orang, misalnya di saku belakang celana. Simpan uang tunai dan kartu debit/kredit di beberapa lokasi berbeda. Pait-paitnya tas kamu beneran hilang saat kamu tinggal tidur, kamu nggak nyesek-nyesek amat karena tidak (semua) uang dan dokumen berharga hilang. 

Bila memungkinkan, simpan tas hand-carry di dalam loker bandara. Nah, kalo udah disimpan di situ masih hilang, kayaknya eligible buat klaim kerugian ke pihak asuransi perjalanan karena itu bukan kelalaian kamu dan tidak sedang dalam pengawasanmu. 


Sejauh ini, saya baru pernah transfer penerbangan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Banten, Changi Singapura, dan Kuala Lumpur. Dari 3 bandara itu, saya paling sering bermalam di KLIA. Nggak pernah bermasalah dengan durasi transfer yang terlalu mepet, cuma pernah agak tolol ketika terbang dari Jakarta ke Haikou, Hainan, via Singapura. Dengan santainya saya rebahan semalaman di boarding room tanpa keluar ke arrival hall untuk check-in ke penerbangan lanjutan. PADAHAL MASKAPAINYA BEDA HAHAHA. Dari Jakarta ke Singapura naik Jetstar, lalu dari Singapura ke Haikou naik Scoot. Baru sadar setelah KELAR SARAPAN. Untung ada konter kecil di area boarding room dan di situ boarding pass saya bisa dicetak.  

Saya suka jadwal penerbangan pagi-pagi buta, larut malam, atau tengah malam. Rasanya lebih berkesan aja perjalanannya. Untuk bandara transfer terbaik, saya jatuhkan pada Changi International Airport, Singapura. Selain ada banyak hal yang bisa dilakukan selama menunggu (bahkan ada ruang tidur, meski rebutan karena kapasitas sangat terbatas), juga karena bisa istirahat di bangku-bangku panjangnya yang tak memiliki sandaran lengan. 

The blue sky at dusk seen from Hong Kong Airport

Soal asuransi perjalanan, saya sendiri baru pertama kali menggunakannya untuk penerbangan internasional di masa pandemi, lebih tepatnya untuk rute Singapura – Ho Chi Minh City karena takut menjadi persyaratan masuk Vietnam saat itu. Tapi, andai saya lebih lama tahu bahwa asuransi perjalanan seterjangkau ituuu, akan mulai saya biasakan beli untuk penerbangan-penerbangan transit atau penerbangan di mana saya ada bagasi. Kalau pengalaman travelearners seputar asuransi perjalanan dan penerbangan lanjutan gimana? Ceritain di kolom komentar dong. Keep learning by traveling~ 

19 komentar

  1. Fanny Fristhika Nila · · Balas

    Aku jadi rutin pakai travel insurance sejak kejadian di Manila 🤣. Waki itu msh bego aja ga pake asuransi Krn mikirnya ngapain. Buang2 duit. Ternyata segala kesialan itu terjadi di sana 😅.

    Di mulai dari pesawat airasia pas pulang berulah, rute clark-singapur, di reschedule 2 hari tanpa mereka KSH email atau SMS, SAMASEKALI GA ADA. Aku hrs beli tiket baru hari itu juga, utk penerbangan Jakarta. Tau kan, book mendadak untuk HR yg sama, itu artinya harga tiket muahaaal byangeeet. Belum lagi tiketku singapur-jakarta ga bisa diganti Ama airasia Krn beda maskapai.

    Soalnya itu udh pasti hangus.

    Sejak itu aku ga mau jalan kalo ga pake travel insurance. Malah utk pejalan yg rutin, bagusnya beli setahun deh. JD tiap jalan ga ush beli2 lagi.

    Kalo ttg self transfer, ini juga ada kebodohanku 🤣. Beli tiket promo, jkt-singapur, trus lanjut singapur-manila, beda maskapai. Jkt-singapur pake Garuda. Singapur-manila pake maskapai lain.

    Ga sadar kalo transitnya cuma 1.5 jam 🤣🤣🤣. Ga akan bisa kekejar. Terpaksaaaa aku cancel Garuda. Mana bisa refund, lah promo 😅. Dodol sih itu. Makanya hrs merhatiin banget jadwal transit.

    Tapi aku JD LBH suka beli tiket yg dalam 1 maskapai aja mas jadinya. Sial2nya kalo reschedule, mereka bakal ganti utk semua. Krn kalo ada beda maskapai, ga akan diganti Ama airlinesnya.

    1. Sama, mbak. Dulu aku mikirnya asuransi perjalanan itu buang-buang duit aja. Sekarang baru sadar, ia mengamankan sekian juta uang kita yang berpotensi terbuang karena hal-hal tak terduga selama perjalanan. Bahkan, kita bisa cuan dengan asuransi perjalanan wkwkwk.

      Kalau yang beda maskapai gitu aku seringnya memang layover semalaman, jadinya memang selalu aman soal durasi.

      Parah banget sih itu pengalaman mbak Fanny sama AirAsia Filipina. Kebangetan sih di-reschedule selisih 2 hari tapi nggak ada pemberitahuan di kanal mana pun. Ini udah era digital woy, bukan dekade 1990an.

      Aku mau biasain beli asuransi perjalanan untuk penerbangan transfer dan durasi lama ah.

  2. Saya belum pernah melakukan penerbangan yang sampai harus transfer or transit pesawat. Karena selama ini hanya melakukan perjalanan direct yg domestic saja. Artikelnya bermanfaat banget ini kalo nanti mau jalan2 ke luar negeri.

  3. aku paling gak suka kalau harus transit, hahaha karena sering ngalamin kelamaan atau kecepetan sampe harus lari2 buat pindah gate, btw bener kak bandara HK itu mantap bgt sih buat transit aku pernah terpaksa terdampar disana 12 jam karena taifun

  4. Untuk di bandara lokal sih ga terlalu cepet juga klo transit. Bahkan pernah pas mau ke Banyuwangi dari Bandung harus transit dulu di Surabaya sampe 3 jam lebih. Soal asuransi aku setuju banget, karena kita gak tau apa yang akan terjadi nantinya. Lebih baik prepare untuk hal yang tidak pernah kita duga.

  5. Selama naik pesawat saya belum pernah ngalamin transit penerbangan. Dan setelah baca artikel ini saya jadi tahu kalo waktu ideal kalo transit itu sebaiknya minimal 4 jam ya. noted. soalnya kalo kurang dari itu bakal rempong ga sempet ngapa2 in dulu. dan tuk asurasi perjalanan saya setuju sih, pengalaman emang guru terbaik ya kak.

  6. Pernah berharap pesawat delay lama di Changi. Biar bisa agak lama menikmati bandaranya. Tetapi, ternyata tepat waktu hehehe. Saya suka agak cuek dengan asuransi perjalanan. Kalau dipikir lagi, ternyata penting juga, ya.

  7. Wah, artikelnya jadi membuka mata kita semua, minimal traveller dadakan yang cuma once upon a time, tapi kan kudu banget dibekelin pengalaman perjalanan seperti ini. Minimal pentingnya asuransi perjalanan yaa..

    Soalnya, Ibuku pernah juga ada kendala koper ilang.
    Jadi beneran gak bisa apa-apa dan untungnya saat itu ada asuransi perjalanan itu… Jadi beneran digantiin ((bahkan nilainya lebih banyak dari yang ada di koper)), wkwwk…

    Tapi kesadaran menggunakan asuransi perjalanan ini gak selamanya ada siih.. untuk penerbangan dalam negeri, ko masi ada rasa eman-eman gitu yaa..

  8. Infonya bermanfaat Mas. Karena belum pernah transit saat berpergian sendiri. Pernah transit itu pun diurus oleh travelnya 🤭.

  9. Aku pernah baca tulisan traveler, dia ketinggalan apa kehilangan kopernya gitu tapi karena pake asuransi jadi diganti. Emang sepenting itu ya asuransi perjalanan.

    Btw, thanks untuk info transfer penerbangannya mas. Lengkap sekali dan sangat membantu

    1. Betul, apalagi kalau kita membawa barang berharga dan menggunakan koper.

      Sama-sama, senang bisa membantu

  10. Sepertinya untuk self-transfer kurang cocok ya kalau travelling sama keluarga dengan anak kecil. Kalau solo travelling mungkin malah jadi seru. Selama ini sih aku selalu menghindari penerbangan yang pakai transit (kalau bisa ada yang langsung pasti pilih yang langsung aja biarpun lebih mahal). Kecuali emang gak ada pilihan. hihihi

  11. Karunia Sylviany Sambas · · Balas

    Baik asuransi perjalanan dan penerbangan lanjutan keduanya sama-sama belum ada pengalaman menggunakannya, Kak. Informasi ini sangat membantu saya untuk pengalaman serupa nanti.

  12. emang setiap traveler harus paham alur transfer penerbangan, baru tahu juga nih kalo di bandara internasional luar negeri juga banyak traveler yang bermalam di bandara karena alasan yang berbeda-beda.

  13. Saya juga pernah transit di KLIA, Ya Allah jalan menuju waiting room selanjutnya hampir 15 menit. Udah gitu itu pun akhirnya nemu buggy langsung numpang aja daripada gempor.

    1. Aku malah belum pernah naik buggy, itu bebas gitu ya?

  14. Intinya transfer/layover antar 2 flight yang dijual oleh airline yang sama mestinya doable. Klo ngga doable merekalah yang bertanggungjawab untuk menempatkan kita ke penerbangan berikutnya, tapi siapa sih yang mau telat?

    Transfer paling efisien buat aku itu di Changi, cuman 1 jam, flight dari CPH ke SIN dan SIN-SUB. Terminal nya kadang ganti kadang sama, dan kadang diujung. Tiketnya tentunya belinya jadi satu di Singapore Airlines, jadi misalnya klo ngga nyampe flight ke SUB, ya udah pasti sudah harus diurusin sama pihak Singapore Airlines.

    Kami pernah banget transfer mepet pake Austrian Airlines, waktu itu pulang dari Dubrovnik ke Copenhagen transit Vienna. Masalahnya waktu itu Kroasia belum Schengen, jadi masuk Vienna kudu lewat paspor kontrol dan security control lagi padahal transfer window cuman 45 menit. Untung ya paspor EU cepet lewat immigration check, klo ngga pasti ketinggalan. Ya klopun ketinggalan juga tanggung jawabnya Austrian Airlines yang jual tiket, tapi kitanya pasti pengen pulang sesuai jadwal kan. Wkt itu sampe lari2 ke gate, dan penumpang terakhir yang masuk pesawat.

    Untungnya kami yang tinggal di EU lebih beruntung karena undang undang disini lebih rigid klo soal service airline. Airline punya tanggung jawab untuk penumpangnya. Delay sekian jam, kudu kasi kompensasi duit sekian dari harga tiket, and so on. Pernah waktu itu mau ke Tokyo dari CPH, eh di cancel karena masalah tertentu, jadi baru berangkat keesokan paginya. Sudah tanggung jawab airline untuk menyediakan hotel, uang kompensasi dan flight berikutnya (Aku ingat kompensasinya waktu itu sekitar 75% harga tiket), jadi ke Jepang telat sehari tapi hampir gratis.

    That said, punya travel insurance itu memang perlu. Aku selalu punya, karena bayarnya tahunan tinggal di renew aja, jadi biar ada peace of mind.

    1. Hai, mbak. Nice sharing from a frequent traveler nih 🙂
      Yes, temen-temen di EU dan negara-negara maju blessed banget dilayani sebagai pelanggan maskapai dengan optimal. Di sini mah, ada aja alasannya mbak. Pernah ada yg delay lama tapi gak mau kasih kompensasi dengan dalih sudah kasih pemberitahuan berkala (kayak tiap jam gitu). Tapi kan ujung-ujungnya molor lama dari jadwal semula 🙂

      Semoga gak lama lagi aku juga bisa ke Benua Biru. Negara mana pun gak masalah.

  15. Wah, informasi bagus ini buat yang mau solo traveling ya. Bukan hanya persiapan tentang informasi self transfer tapi juga asuransi perjalanan harus punya juga.

Like atau komentar dulu, kak. Baca tanpa komentar itu kayak ngasih harapan semu :D

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Duo Kembara

Cerita Si Kembar dan Mommy Ara menghadirkan kebaikan

Lonely Traveler

Jalan-jalan, Makan dan Foto Sendirian

Guru Kelana

Perjalanan sang guru di berbagai belahan dunia

dyahpamelablog

Writing Traveling Addict

Daily Bible Devotion

Ps.Cahya adi Candra Blog

bardiq

Travel to see the world through my own eyes.

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

aryantowijaya.wordpress.com/

Tiap Perjalanan Punya Cerita

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

liandamarta.com

A Personal Blog of Lianda Marta

D Sukmana Adi

Ordinary people who want to share experiences

papanpelangi.id

Berjalan, bercerita; semoga kita terbiasa belajar dari perjalanan

Guratan Kaki

Travel Blog

Omnduut

Melangkahkan kaki ke mana angin mengarahkan

Efenerr

mari berjalan, kawan

BARTZAP.COM

Travel Journals and Soliloquies

Bukanrastaman

Not lost just undiscovered

Males Mandi

wherever you go, take a bath only when necessary

Eviindrawanto.Com

Cerita Perjalanan Wisata dan Budaya

Plus Ultra

Stories and photographs from places “further beyond”.

backpackology.me

An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.

Musafir Kehidupan

Live in this world as a wayfarer

Cerita Riyanti

... semua kejadian itu bukanlah suatu kebetulan...

Ceritaeka

Travel Blogger Indonesia

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Winny Marlina

Winny Marlina - Whatever you or dream can do, do it! lets travel

Olive's Journey

What I See, Eat, & Read

tindak tanduk arsitek

Indri Juwono's thinking words. Architecture is not just building, it's about rural, urban, and herself. Universe.

dananwahyu.com

Menyatukan Jarak dan Waktu