15 Menit yang Berharga, Naik Kereta Cepat Whoosh Tegalluar – Padalarang

Aku memacu sepeda motorku secepat yang kubisa pagi itu. Hari sudah berangsur terang, tanda aku sudah terlambat dari waktu yang kutentukan. Hasilnya, rute pom bensin Cikadut – Stasiun Tegalluar yang biasanya memakan waktu 50 menitan, pagi itu kutempuh dalam waktu 20 menitan saja. Tepat pukul 06:00, aku memarkirkan sepeda motorku di stasiun kereta cepat itu. Syukurlah, aku tak terlambat. 

Aku tak lantas buru-buru masuk ke dalam bangunan stasiun, karena langit pagi itu merenggut perhatianku.  

Ah, cantik sekali langitnya. Semburat oranye sang baskara yang terbit di sisi timur cakrawala terpoles sempurna di atas kanvas langit yang tak bernoda. Keelokannya membingkai manis pegunungan, persawahan, jalan layang, dan gedung lengkung stasiun yang bernaung di bawahnya. Alam seperti merestuiku pagi itu, dan menyambutku dengan riasan terbaiknya.

Sejenak, aku menikmati suasana pagi itu. Warga lokal yang berangkat memulai hari, driver ojol yang mengantarkan penumpangnya, petugas keamanan yang menyambut hangat calon penumpang. Meski meleset dari ekspektasi (tiba di stasiun saat langit masih gelap), namun aku tetap menangkap aroma perjalanan yang kurindukan. Mungkin dengan berangkat kesiangan itulah aku justru bisa leluasa memerangkap keindahannya dalam memori gawaiku. 

Setelah merasa cukup mengabadikan keindahannya dari berbagai titik—lapangan parkir, ujung bawah jalan layang, dan pelataran depan stasiun—aku mantapkan hati untuk bergegas melangkah masuk ke dalam bangunan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar Summarecon, Bandung. 


Merasakan Fasilitas Stasiun Tegalluar sebagai Pelanggan

Setelah beberapa minggu sebelumnya hanya mampir ke stasiun ini sebagai “pengunjung”, akhirnya tibalah hari aku memasuki Stasiun Tegalluar sebagai penumpang kereta cepat, yah meski hanya mengambil rute terpendeknya. Apa yang kulakukan ini mungkin setara pelancong di Jepang yang naik Shinkansen Nozomi untuk rute Osaka – Kyoto selama 15 menit. Sebuah perjalanan singkat demi sekadar mencicipi pengalaman naik kereta cepatnya.

Tiket KA Whoosh Tegalluar – Padalarang ini kureservasi 1 hari sebelumnya melalui aplikasi Access by KAI seharga Rp75 ribu. Sudah ada menu Whoosh di aplikasi itu.

Baca juga tulisan ini: Stasiun KCIC Tegalluar: Panduan, Cerita, dan Harapan

Akses masuk di lantai dasar rupanya hanya untuk penumpang VIP, sehingga aku harus naik ke lantai 2 untuk boarding. Namun saat itu aku baru tersadar, bahwa ada ATM di Stasiun Tegalluar, meski hanya 3 bilik: Mandiri, BRI, dan BSI. Di seberangnya ada Alfamart Express, sebagai alternatif untuk outlet Indomaret di lantai 2. Aku tidak menyadari keberadaan ATM dan Alfamart ini sebelumnya. Entah karena memang baru ada, atau aku yang luput memerhatikan. 

Aku naik eskalator menuju lantai 2. Begitu tiba di tujuan, alam kembali memberikanku kejutan yang menyenangkan! 

Sisi kanan stasiun yang terbuka dan menghadap sang surya, tampil indah dengan guyuran cahaya keemasan. Ia berpadu mesra dengan atap transparan dan lampu-lampu panjang yang rona cahayanya senada dengan warna emas cahaya pagi. Bahkan ketika aku melongok ke bawah, ke arah Sang Komodo Merah yang sedang bergeming menunggu para penunggangnya, moncongnya bersinar memantulkan cahaya keemasan matahari yang menciumnya—kontras dengan punggungnya yang tetap teduh di bawah naungan atap lengkung stasiun.

Akhirnya, aku memiliki tiket valid untuk menerobos pintu pemeriksaan keamanan itu, tak hanya bisa melongok ingin tahu dari jauh. Ransel dan badan dipindai, semuanya aman. Tidak perlu seketat bandara di mana harus meletakkan gawai, ikat pinggang, jaket, dan semua bawaan di dalam wadah. Cukup letakkan tas atau koper dan lewati pintu pemindai dengan segala yang kamu kenakan. 

Dari situ, ternyata masih harus naik eskalator lagi menuju skybridge untuk mengakses peron. Tata letak ini mengingatkanku dengan stasiun kereta cepat di Cina yang kusambangi akhir 2019 lalu. 

Tiba di lantai 3, aku masuk ke dalam ruang tunggu (waiting lounge) yang ketiga sisinya dibatasi dengan dinding kaca, membuat cahaya matahari leluasa menerabas masuk ke dalam aula berisi bangku-bangku penumpang itu. Meski banyak orang, namun suasana tetap tenang. Ada area bermain anak dan kursi pijat untuk memfasilitasi pelanggan. 

Sembari menunggu waktu boarding, aku mengeluarkan portable coffee cup yang sudah kuiisi dengan kopi panas racikan sendiri, lalu kulapisi kantong plastik untuk mengantisipasi kalau-kalau dia tumpah. Ternyata memang tumpah, haha—lebih tepatnya rembes. Bagian dalam kantong plastik sudah basah oleh cairan coklat hasil pencampuran kopi dan SKM itu. Kemungkinan, tutup bawahnya belum tertutup rapat dengan sempurna karena kopinya pun sudah suam-suam kuku.

Aku meneguk kopi pagiku dengan sedikit rasa sedih dan menyesal, bertepatan dengan pengumuman dari pelantang suara yang memersilakan para penumpang untuk memasuki peron. Mengikuti para calon penumpang lainnya, aku bergerak menuju ticketing gate. Aku tidak mencetak tiket kertas, jadi cukup scan QR dari tiket online yang kuterima di email. Sempat kebingungan harus mengarahkan kode QR ke bagian gate yang mana karena kebanyakan penumpang menggunakan tiket fisik. Setelah bertanya pada petugas, oh rupanya di-scan di bagian gate yang berbentuk kotak kaca kecil.

Kami dihadapkan dengan jembatan yang menghubungkannya dengan peron-peron di bawahnya. Sejenak, aku teringat momen saat aku naik China High Speed Railway (CHR) di Hainan di Stasiun Haikou East dan Sanya. Tiba di peron, para train attendant sudah bersiaga di tepi peron untuk menyapa pelanggan dengan sikap melayani dan senyum ramah terkembang.

Berjalan turun menuju peron di stasiun Sanya Railway Station, Hainan

“Hai, Whoosh. Akhirnya kita ketemu, tak sekadar berpapasan. Antarkan aku sampai Padalarang, ya,” kataku dalam hati, seraya melangkah memasuki badan kereta merah itu.


Perjalanan Tegalluar – Padalarang, 15 Menit yang Mahal

Aku duduk di gerbong 2, kursi nomor 02F dekat jendela. Akhirnya, kursi berlapis motif Akatsuki megamendung yang selama ini hanya bisa kulihat melalui layar digital, kini terpampang nyata di depan mataku. Tak banyak penumpang yang naik dari Tegalluar, sehingga gerbong terasa tenang dan leluasa. Padalarang adalah stasiun keberangkatan populer menuju Halim. Aku mungkin jadi satu-satunya penumpang di dalam gerbong yang norak sendiri, terus selfie dan foto-foto. 🤣🤣🤣

Kereta perlahan merayap meninggalkan peron Stasiun Tegalluar, hati-hati menyapa persawahan Bandung timur, lalu bertahap meningkatkan kecepatannya. Perjalanan terasa begitu smooth… Whoosh melaju dengan mantap, elegan, tanpa guncangan. Karena hanya di dalam kota dan sebentar kemudian akan berhenti lagi, kecepatannya memang jauh dari 350 km/jam yang menjadi kemampuan maksimalnya. Dari Tegalluar ke Padalarang, kecepatannya bahkan tak menyentuh angka 200 km/jam.

Tapi tidak apa-apa, perjalanan ini terasa sangat berarti untukku—sebuah perjalanan 15 menit yang begitu berkesan. Aku menikmati dan mengabadikan perjalanan dari hamparan persawahan, melayang di atas jalanan tol, komplek perumahan pinggiran Bandung yang tenang dengan latar pegunungan, memasuki kawasan padat perkotaan (Kopo), hingga menghampiri pusat peradaban di kabupaten Bandung Barat itu. Jalurnya sebagian besar berupa jalur layang (elevated) dengan sedikit terowongan bawah tanah (tunnel). 

Meski singkat, namun aku sempatkan diri menengok toiletnya. Walaupun toilet kelas Ekonomi ini agak sempit, tapi tetap bersih, terawat, dan tampil elegan. 

Aku berangkat pukul 6:35 WIB, lalu tiba di Stasiun Padalarang tepat waktu pukul 6:50 WIB. Di stasiun ini, aku tuntaskan ritual wajib setiap penumpang baru Whoosh: selfie di depan moncongnya! Nampaknya aku jadi penumpang terakhir (atau malah satu-satunya) yang keluar peron. Sudah ada petugas yang dengan ramah menunjukkan akses keluar, dan mengikutiku terus sampai benar-benar keluar haha. Memang nggak boleh berlama-lama di peron sih, karena akan mengganggu perjalanan berikutnya. 

Berbeda dengan track di Stasiun Tegalluar yang at-grade level, track di Padalarang ini elevated. Jadi, dari peron di lantai 3 aku tinggal turun menggunakan tangga (atau lift) untuk menuju Arrival Hall (aula kedatangan). Di lantai 2, tempat di mana scan tiket keluar berada, ternyata sekarang sudah ada banyak vendor restoran. Aku berjalan melalui Subway, Starbucks, Roti O, Bakso Lapangan Tembak Senayan, dan kedai makan melayu yang aku lupa namanya. Juga masih ada booth-booth UMKM kuliner di selasar dan Indomaret Point! Wah, sekarang sudah ada semakin banyak pilihan untuk bersantap di Stasiun Padalarang.

Baca juga: Panduan dari Bandung ke Bandara Soekarno-Hatta Naik Whoosh


Sebelum mengakhiri perjalanan singkat dari pagi hingga siang itu, aku mampir sejenak ke Roti O untuk bekerja sekalian rehat. Roti O ini juga salah satu elemen dalam perjalanan yang selalu bikin rindu. Menunya roti, ada kopi, ada stopkontak, tempat nyaman, jadi sering jadi pilihan. 

Aku juga sempat berkeliling Stasiun Padalarang sebentar. Lantai duanya yang menghadap jalan raya ternyata bisa menjadi viewing deck jalur rel KA Cepat dan jalur KA konvensional dalam satu bingkai. Aku membayangkan, andai bisa memotret Whoosh dan kereta api reguler sekaligus, pasti akan jadi sebuah foto yang epik! Sayangnya, saat itu aku hanya bisa mengabadikan satu rangkaian Whoosh yang sedang melintas. Oh iya, kalau kamu bukan penumpang tapi ingin hunting foto-foto atau video Whoosh, juga bisa di Stasiun Padalarang lho. Masih di lantai 2, di dekat Roti O yang juga berseberangan dengan titik pemeriksaan keamanan. Peron KA Cepat dan area gratis itu hanya dibatasi pagar yang tidak menghalangi pandangan. 

Dari Stasiun KCIC Padalarang, aku mengakses Stasiun KAI Padalarang melalui lajur pejalan kaki berkanopi yang dapat diakses di lantai dasar. Sayangnya, jembatan penumpang di lantai 2 yang juga menghubungkan kedua stasiun ini entah kenapa belum juga difungsikan, padahal kelihatannya sudah selesai dibangun. Aku akan pulang kembali naik KA Commuter Line Bandung Raya, turun di Stasiun Cimekar, lalu naik GO-JEK Rp10 ribu ke Stasiun Tegalluar. Berangkat jam 12:15, sampai Cimekar sudah setengah 2—berbeda jauh lama tempuhnya dibandingkan naik KA Cepat, hahaha. Ongkos parkir di Stasiun Tegalluar juga tak sampai Rp20 ribu. 

Dengan ini, aku tutup cerita perjalanan kali ini. Terima kasih untuk isteriku tersayang, Ara, yang sudah memberiku kesempatan untuk mewujudkan impian kecil ini. September tahun lalu, hanya sekadar melihat Whoosh dari kejauhan di Stasiun Padalarang. Beberapa minggu lalu, melihatnya lebih dekat di Stasiun Tegalluar. Akhirnya sebelum Agustus 2025 usai, aku sudah berhasil menungganginya, meski hanya sedekat Padalarang. Siapa tahu, berikutnya aku bisa naik full route ke Stasiun Halim, Jakarta. Terima kasih sudah ikut berjalan, keep learning by traveling~

34 komentar

  1. avatar rahmahchemist
    rahmahchemist · · Balas

    Hmm… jadi penasaran banget nominal semuanya, hehe. Bikin aku makin pengen coba Whoosh juga sesegera mungkin buat ke Bandung karena ini kota impianku banget dari kecil.

    Meski rogoh kocek lebih dalam sepertinya worth it dengan pelayanan. Namun, fokusku sih kurisnya enak, nyaman, empuk tapi sayang cuma dipakai sebentar ya haha

  2. avatar April Hamsa

    Wuah aku nyesel waktu pertama ke Bandung dari Jakarta naik Whoosh gak turun Tegalluar, jadi gak sempet foto depan moncong komodonya itu karena di Padalarang tuh berhentinya bentar banget haha 😛 .

    Semoga nanti ada kesempatan lagi naik Whoosh dan berhenti di Tegalluar. Denger2 masjid Al Jabbar tuh lumayan dekat sana ya mas? Apa punya rekomendasi lokasi wisata lain dekat lain sekalian hotelnya? #nglunjak wkwk

    Naik KRL 15 menit udah kek dari rumahku ke BSD aja kek gak kerasa hihihi.

    Wah ternyata di Padalarang banyak booth makanan juga ya, keknya kok lebih banyak dari di Halim. Kemarin pas turun sana soalnya langsung cepet2 naik feeder ke Bandung demi menghemat waktu jadi gak keliling stasiunnya.

  3. avatar nurul rahma

    Tahun lalu aku sekeluarga main ke msjd Al-Jabbar, waktu itu image kang Emil masih relatif bagus sih 🤣🤣🤣 jadi keluarga kami mayan penasaran utk cuss ke masjid tsb.
    ternyataaaa, masjidnya puanaaaassssss, apa ini akumulasi kejahatan arsiteknya yhaa? #oopss #soorry #JulidDikit hahahhaa.

    jadi kami numpang sholat Dhuhur bentar, lalu muter², dan ehhh mampir ke Tegalluar…tapi cuma lihat depannya aja, kagak explore ke dalam🫣😖😷 yhaaa, noted banget kalo wisata rada jauh, emang better jangan aja priyayi sepuh/lansia…waktu itu aku ajak ibu mertua usia 76-an , kami berangkat dari GegerKalong, jadi mayan jauuuhhhh dan yha itu tadi daerah Tegalluar dst ternyata panaaasssss. kukira semua areal BDG tuh dingin, kyk GerLong rumah adek iparku duingiiinnn beuds dah. aku tidur aja kudu pakai kaos kaki hahahaha

  4. avatar Ria

    selalu ada cerita menarik ketika kita jalan2 ya. Baru sekali naik Whoosh dan masih kepingin mencoba lagi, mungkin sampai ke Tegalluar. Karena setahun yang lalu hanya sampai Padalarang & transit ke Bandung. Itupun udah gak liat2 lagi stasiunnya karena bawa ibu yg sdh sepuh. Baca di sini jadi kepingin deh mampir ke stasiun Padalarang. Kepingin liat2 dulu gitu, apa bisa ya transit agak lama’an… Jadi pinisirin.

  5. avatar Ire Rosana Ullail

    Salah satu keinginanku yang belum terwujud itu naik Whoosh, bahkan ruter terpendek Tegalluar Padalarang pun aku belum bisa lakukan, ya gimana titik berangkatnya saja sudah jauh sekali hehe. Sepertinya foto-foto sudah jadi hal lumrah bagi kita para blogger dan konten kreator jadi biarkanlah orang berkata apa kita harus tetap eksis, hehe. Semoga sebelum akhir tahun aku juga bisa menjajal Whoosh juga 🙂

    1. avatar fennibungsu.com

      sama kak, daku juga kepengen naik Whoosh, karena pastinya vibesnya itu beda. Meski mungkin banyak sesuatunya tentang kereta ini, tapi kalau melihat dari segi waktunya memang bisa diandalkan sih ya, khususnya untuk yang mencari kecepatan waktu

  6. avatar Tukang Jalan Jajan

    Pengalaman 15 menit yang berharga banget. Gak nyangka kalau naik Whoosh dari Tegalluar ke Padalarang aja bisa se-epic ini. Jadi penasaran juga buat nyobain, apalagi pas lihat foto-foto stasiunnya yang estetik. Btw, salut banget bisa naik kereta balik ke Tegalluar cuma buat ambil motor, totalitas

  7. avatar Liza fathua

    aku belum pernah ke bandung kak nugi, seru sekali pastinya jalan-jalan di sana naik woosh atau kereta api biasa

  8. avatar Fanny Nila

    aku baca ini ikut ngerasain excitement mu mas, secara aku tahu banget kamu memang fans berat perkeretaapian di mana pun 😄👍👍👍👍. Dan kita sama kok, ngerasain naik whoosh hanya yg jalur pendek, kalo aku dari Halim ke Karawang aja. 15 menit juga. Tp dia sempet mencapai 300km/jam mas. Yg Padalarang tegalluar mungkin saking deketnya kali ya 😅

    sedih sih denger kabar whoosh skr. Masalah financial yg harus ditanggung KAI. Apapun, semoga pemerintah bantu, Krn diantara BUMN, KAI itu kereeeen bangetttt dan beneran membantu. Beda Ama BUMN transportasi lain, 😞. Semoga ada solusi terbaik nanti. Ga rela kalo KAI bangkrut

  9. avatar The Stress Lawyer

    seru sih naik Whoosh, sanking cepat nya, mau posting story, story nya belum ke upload, kita nya udah nyampe Bandung.

  10. avatar Asri

    Awal baca aku udah was-was apakah ini mimpi juga kaya cerita sebelumnya?

    Alhamdulillah ternyata yg ini nyata. Selamat ya sudah mewujudkan sebagian mimpinya meskipun belum sempurna. Semoga terwujud yang perjalanan sampai Bandara Soeta ya…

    Jadi pengen nyoba juga deh sampe Padalarang. Trs pulang naik kereta biasa. Ntr coba dibudgetkan dan diagendakan dulu hehehe

    Makasih inspirasinya.

  11. avatar niksukacita

    Pagi selalu memiliki hal yang indah bisa dinikmati. Terlebih dia tersenyum semanis itu saat kameramu menangkapnya.

    Sinar terlintas di setiap sudut stasiun, rasanya seperti ingin berada disana, hangatnya akan membasuh raga dengan sinar keemasannya.

    Aaah perjalanan yang singkat itu membawa banyak rasa, kau menangkap begitu detail, tidak hanya melalui tulisan tetapi dalam jepretan kamera-pun berhasil menghadirkan suasana pagi itu.

    Bahkan roti O pun jadi satu kisah yang melunasi rindu. Roti itu memang jadi bagian tak lepas dari sudut-sudut stasiun.

  12. avatar Avi

    Asyik banget kalau di lounge ada kursi pijat, jadi sambil nunggu bisa rehat bentar di sana.
    Paling ngakak pas baca motif Akatsuki coret, padahal yang bener itu motif batik megamendung ya.
    Jadi pengen naik kereta Whoosh juga, moga jangkauannya diperpanjang sampai Jawa Timur biar kami juga bisa menikmatinya.

    Di tulisan ini paling suka bagian ‘semburat oranye sang baskara’ uhuyy puitis banget. Bang Nugie bisa nih nulis novel romance.

  13. avatar Bambang Irwanto
    Bambang Irwanto · · Balas

    saya barusempat sampai stasiun Padalarang, Mas. Belum ke stasiun Tegalluar. Padhal staisunnya keren sekali ya. Dan hanya 15 menit perjalanan dari Padalarang dengan tiket75 ribu.Dan cerita mas Nugi ini walau hanya 15 menit, teap berkesan karena sudah merasakan suasana stasiun Tegalluar dan naik Whoosh sampai Padalarang. Jadi pemanasan dulu ya, Mas. Next bisa sampai stasiun Halim Jakarta.

  14. avatar Lala

    Warna langit pagi yang sangat cantik dan benar semesta merestui perjalanan kali ini 🤩💯 turut senang dan berasa diajak naik kereta cepat yang sangat menawan ini. Betul dari body si kereta aja udah cakep bener, kecepatannya mantap sekali bisa diandalkan kalau lagi buru-buru.

    Btw, gapapa banget lho banyak ber-foto sangat lumrah apalagi dirimu pencinta kereta. Serasa ketemu pacar nggak sih? Pasti beneran happy maksimal.

    Ku bantu mainkan ya semoga next bisa naik Whoosh dengan rute full dan bareng sama keluarga tersayang, istri tercinta jadi momennya makin the best gitu.

  15. avatar dee stories

    Ah senang ya sudah merasakan naik kereta cepat Whoosh, walau hanya dalam jarak pendek. Semoga next bisa merasakan naik Whoosh sampai Jakarta ya mas. Biar makin banyak dan seru ceritanya

    1. avatar Dedew

      Pemandangannya cantik yaa senang bisa jepret foto-foto cantik, belum kesampaian naik whoosh nih penasaran nyebutnya kayak apa cepat banget sampai Bandung..

  16. avatar Heni Hikmayani Fauzia

    Suasananya udah kaya di bandara aja yaa kereen banget. fasilitasnya mewah dan lengkap. Ternyata bisa juga yaa naik whoosh sampai padalarang aja. Sebentar tapi sangat bermakna ini perjalanannya.

  17. avatar lendyagassi

    Aku belum pernah ke stasiun Padalarang, ka Nugii..
    Alhamdulillaah, fotonya bagus baguuss.. jadi aku punya bayangan kayak apa KCIC Padalarang ini..

    Abis ini ada KCIC Tangerang yaa..
    Lanjut Halim, ka…

    Btw, apakah anak-anak dibawah 3 tahun juga dikenakan harga tiket full?

  18. avatar Tidak diketahui

    […] aku sekarang tinggal ini. Apalagi, sekarang akses Bandung sudah semakin nyaman dengan hadirnya Kereta Cepat Whoosh yang menghubungkan ibukota priangan ini dengan […]

  19. avatar ayanapunya

    Naik whoosh ini kayaknya jadi wishlist setiap orang mau ke bandung dari jakarta deh yaa. Pastinya sangat menghemat waktu dan bahkan bisa pulang pergi dalam 1 hari dari jakarta ke bandung

  20. avatar Myra Anastasia

    Ternyata bisa ya rute pendek Tegalluar Padalarang. Saya suka penasaran naik Whoosh. Minimal sekali lah ngerasain. Tapi, ampe sekarang baru sebatas nganterin orang tua ke stasiunnya 😀

  21. avatar Dailyrella
    Dailyrella · · Balas

    Menunggu-nunggu Whoosh nyampe Surabayaaa, biar bisa icip-icip juga karena tiap mudik ke Bandung pun nggak pernah nyoba (nggak ada keperluan apa-apa untuk naik itu).

    Kira-kira tarif Bdg-Sby/Jkt-Sby berapa tuh yaaa. Kekejar nggak tuh dengan UMR untuk ongkos PP nya, hihihi.

    Ingin banget bawa anakku yang railfans foto-foto kayak mas nugie gini… hmmm smg aja ada kesempatannya buat dia.

  22. avatar ophiziadah
    ophiziadah · · Balas

    owh tternyata bisa ya hanya dr tegal luar ke padalarang dan sebaliknya. Lumayan ya kena 75 rb ku pikir malah tetap full bayar tiketnya kayak dr jakarta ke kedua stasiun tersebut. Sekarang ada pemberhentian woosh yg di stasiun karawang jg tuh…

    banyak yg coba jalur itu juga buat turun dr FO sekitaran karawang katanya

  23. avatar Okti

    saya suka dengan situasi ruang tunggu di lantai 3.

    waiting lounge yang sisinya dibatasi dengan dinding kaca, buat cahaya matahari leluasa menerobos masuk ke dalam aula berisi bangku-bangku penumpang, kesannya bagai dalam imajinasi, tapi itu asli

    pelajaran selanjutnya kalau bepergian bawa kopinya tutup yang erat ya, hehe

    biar gak tumpah lagi dan tetap panas itu kopinya

  24. avatar Dede Diaz

    Baca artikel ini rasanya kayak diajak naik rollercoaster—cepat, seru, dan penuh kejutan! Dari langit pagi yang syahdu sampai sensasi 15 menit di kereta Whoosh, semua detailnya asik banget dibagikan. Bikin makin kepo pengen nyoba sendiri deh trip Tegalluar-Padalarang ini!

  25. avatar Lala

    Pengalaman 15 menit yang sangat berharga dan berkesan sekali ya. Bahkan serasa diajak dari awal keberangkatan sampe ketemu sama kereta api cepat dan merasakan momen naik Whoosh 🤩🤩🤩 the best, penggambaran dan deskripsi nya terasa begitu jelas. Kebawa suasana seru dan lainnya. Semoga next bisa naik full dari Bandung ke Jakarta bareng keluarga tercinta 😇 dan semoga KAI bisa mengatasi masalah yang dialami sama Whoosh juga.

  26. avatar dea merina
    dea merina · · Balas

    Seru banget bacanya! Aku jadi bisa ngerasain gimana rasanya naik Whoosh meski cuma 15 menit, tapi tetap berkesan. Hemat waktu banget ini mah. Memang ya, perjalanan singkat pun bisa jadi pengalaman yang berharga kalau dinikmati.

    Aku juga setuju, fasilitas di stasiunnya tuh kelihatan modern banget dan bikin pengalaman makin nyaman. Semoga ke depannya rute Whoosh makin banyak termasuk ke Surabaya wkwk, biar makin banyak orang bisa ngerasain sensasinya langsung 😄

  27. avatar Dony Prayudi
    Dony Prayudi · · Balas

    Pengalaman naik Whoosh buat rute “mini” Tegalluar-Padalarang itu memang unik, ya. Salut banget bisa ngejar waktu 50 menit jadi 20 menit! 😅 Tapi untungnya, karena telat, malah ketemu golden hour yang cakep di Tegalluar. Totalitas banget nih, cuma buat nyobain sensasi kereta cepat. Dari selfie norak di gerbong yang sepi, sampai ngintip toilet elegan, dan akhirnya mendarat di Padalarang. Kopi tumpah sih apes, tapi terbayar lunas sama view di sepanjang jalur elevated. Semoga full route ke Halim segera terwujud

  28. avatar ariefpokto
    ariefpokto · · Balas

    senangnya akhirnya bisa menikmati sensasi penumpang kereta cepat punya Indonesia dan ini adalah pengalaman yang sangat menarik dan juga akan sangat berkesan ya disarankan sih nanti naik yang sampai Jakarta karena akan bisa menikmati sensasi kecepatan 3 50 km per jam tapi di dalam masih sangat stabil

  29. avatar Heni Hikmayani Fauzia
    Heni Hikmayani Fauzia · · Balas

    waah patutu dicoba juga nihh, naik rute pendek² sekedar untuk merasakan naik kereta whoosh. Lebih murah tiketnya hanya 75rb. Tapi sudah bisa merasakan kenyamanan whoosh. Gas ah cobain

  30. avatar Larasati Neisia
    Larasati Neisia · · Balas

    Stasiun Tegalluar deket rumahku tuh Nug, hahaha. Cakep juga nih view paginya, estetik banget. Aku belum pernah loh naik dari sana, cuma pernah turun di sana dan itu pun malam jadi nggak banyak yang bisa dilihat. Boleh juga yaa dicoba, walau singkat tapi pengalamannya seru banget. Aku juga akan melakukan hal yang sama kayak kamu, pulangnya naik KA lokal goceng doang, tapi turunnya di St. Gedebage.

  31. avatar Istiana Sutanti

    Wah, 15 menit ini setengah perjalanan Halim – Padalarang berarti ya mas. Soalnya pengalaman aku naik Whoosh dari Halim sampai Padalarang beneran hanya 30 menit dan kereta mencapai kecepatan 348km/jam.

    Beneran pengalaman yang cukup memuaskan sih, soalnya ya Jakarta Bandung cuma setengah jam banget kan, huhu. Terus selama di kereta Whoosh itu, aku perhatiin ternyata kereta ini lumayan bermanfaat buat yang kerja Jakarta – Bandung gitu ya, jadi memang untuk mempersingkat waktu perjalanan gitu.

    Adik ipar aku sekarang malah beli tiket bulanannya karena memang sedang cukup sering pakai whoosh ini untuk pekerjaan. Lumayan menghemat dibanding harus bolak balik beli tiket sekali jalan.

  32. avatar Tidak diketahui

    […] Ada Masjid Raya Al-Jabbar, Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Kawasan Summarecon Bandung, dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar. Seharusnya juga, ada LRT Bandung Raya yang menghubungkan stasiun kereta cepat itu dengan pusat […]

Tinggalkan Balasan ke Heni Hikmayani Fauzia Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Matius Teguh Nugroho

keep learning by traveling

Duo Kembara

Cerita Si Kembar dan Mommy Ara menghadirkan kebaikan

Lonely Traveler

Jalan-jalan, Makan dan Foto Sendirian

Guru Kelana

Perjalanan sang guru di berbagai belahan dunia

dyahpamelablog

Writing Traveling Addict

Daily Bible Devotion

Ps.Cahya adi Candra Blog

bardiq

Travel to see the world through my own eyes.

Teppy & Her Other Sides

Stories, thoughts, places...

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

liandamarta.com

A Personal Blog of Lianda Marta

D Sukmana Adi

Ordinary people who want to share experiences

papanpelangi.id

sebuah blog perjalanan

Guratan Kaki

Travel Blog

Omnduut

Melangkahkan kaki ke mana angin mengarahkan

BARTZAP.COM

Travel Journals and Soliloquies

Bukanrastaman

Not lost just undiscovered

Males Mandi

wherever you go, take a bath only when necessary

Eviindrawanto.Com

Cerita Perjalanan Wisata dan Budaya

Plus Ultra

Stories and photographs from places “further beyond”.

backpackology.me

An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.

Musafir Kehidupan

Live in this world as a wayfarer

Cerita Riyanti

... semua kejadian itu bukanlah suatu kebetulan...

Ceritaeka

Travel Blogger Indonesia

What an Amazing World!

Seeing, feeling, and exploring places and cultures of the world

Winny Marlina

Winny Marlina - Whatever you or dream can do, do it! lets travel

Olive's Journey

What I See, Eat, & Read

tindak tanduk arsitek

Indri Juwono's thinking words. Architecture is not just building, it's about rural, urban, and herself. Universe.

dananwahyu.com

Menyatukan Jarak dan Waktu