Jelajah museum lagi yuk!
Selesai dengan kunjungan gue ke Museum Pos Indonesia, gue lantas sedikit melipir ke kanan menuju Museum Geologi. Kedua museum ini lokasinya saling berdekatan, jalan kaki beberapa menit juga nyampe. Gue sih sebenernya udah tahu museum ini dari 2008, dan udah sering banget bolak-balik ngelewatin museum ini (karena ada di jalur Damri Dipati Ukur – Jatinangor), tapi baru kesampaian sekarang buat berkunjung, hehe.
Museum Geologi Bandung ini sudah dibangun pada 1928, namun saat itu masih difungsikan sebagai laboratorium. Setelah direnovasi oleh JICA (Japan International Cooperation Agency), museum akhirnya dibuka untuk umum pada tahun 2000 oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. Agak miris ya, yang merawat kok malah pihak asing, bukan negara sendiri. Jadi ternyata museum ini masih berusia muda.
Berbeda dengan Museum Pos Indonesia yang sepi, Museum Geologi ini rame! Karena emang lebih menarik juga kali ya. Biasanya museum ini jadi objek studiwisata anak-anak SD sampai mahasiswa. Tiketnya murah juga (tapi gue lupa berapa, maklum cerita ini udah lama mengendap di dalam kepala), dibeli di toko suvenirnya atau di sebelah kiri gedung utama.
Melalui ruang tengah yang lebih difungsikan sebagai titik pertemuan tanpa banyak koleksi yang dipamerkan, gue beranjak ke lantai 2. Lantai 2 ini diisi dengan koleksi batu-batuan (baik batu-batuan biasa maupun batu-batuan mulia) yang dipamerkan di berbagai titik ruangan. Beberapa bongkah batu digeletakkan begitu saja di tengah ruangan, sementara batu-batu mulia terlindung di dalam sebuah kotak kaca. Pengunjung juga dapat belajar bagaimana terjadinya batu-batuan itu dari beberapa layar interaktif di tepi ruangan.
Buat kalian anak Geologi dan kawan-kawannya, bagian ini menarik banget. Tapi buat gue yang notabene anak sosial, yaaa… biasa aja sih hehe. Hanya lihat-lihat sekilas, tanpa berlama-lama memperhatikan atau membaca keterangannya yang panjang lebar.
Tak berapa lama kemudian gue turun. “Segini doang nih?” pikir gue, kecewa tidak mendapatkan sesuatu yang memukau. Tapi barulah saat gue sampai di ruang tengah lantai pertama tadi, gue melihat ada sebuah pintu lain di sebelah kanan. Gue masuk, dan voila! This is it! Ini dia spot paling menarik untuk seluruh insan!
Ruangan pertama yang gue temui di bagian itu adalah ruang sejarah peradaban manusia. Fosil-fosil kuno (baik fosil rumah tangga maupun beberapa fosil makhluk hidup) berjajar melingkari ruangan di balik lindungan kaca etalase, sementara keterangan lengkap tentang masa peradaban terkait ada di atasnya. Lumayan buat sedikit me-refresh pelajaran sekolah 😀
Gue bergerak lagi, bertemu dengan mas Dino dengan teman-temannya yang tetep kalem menghadapi para pengunjung yang terpukau memandangnya. Mas Dino di sini maksudnya dinosaurus ya, bukan mas Dino Morrea aktor Bollywood itu #eh *kok elu tau, Gie?* Berada di ruangan ini membuat gue serasa dihisap masuk ke dalam film Night at The Museum. Nggak kebayang deh kalau film itu beneran terjadi dalam kehidupan nyata, di mana kerangka-kerangka raksasa ini berkeliaran mengendap-endap di tengah malam.
Setelah foto narsis di depan sang T-Rex (nodong salah seorang pengunjung yang agak senyum-senyum dengan permintaan gue), gue melangkah keluar seiring dengan jam buka museum yang akan segera habis. Museum hanya buka dari jam 09.00 sampai 15.00, Guys. Hari Jumat dan hari libur nasional libur ya. Layak kamu masukkan dalam itinerary jalan-jalan kamu di Bandung 🙂
[…] Museum Geologi dan Museum Pos Indonesia di dekat Gedung Sate juga menarik dikunjungi untuk wisata edukasi. […]