Enam menit sudah beranjak dari pukul 5 sore. Gue bergegas menghadang angkot Gunung Batu – St. Hall yang melintas di Jl. Dr. Djundjunan. Nggak kayak yang gue kira, perjalanan berlangsung dengan lancar tanpa ada kemacetan. Sedikit kepadatan terjadi di kawasan Bandung Electronic Center (BEC), tapi itu pun nggak masalah, karena gue udah turun dari angkot.
Gue sampai di Balai Kota Bandung sekitar pukul 17.30 petang. Bahkan jalanan di sekeliling Balai Kota pun masih ramai lancar. Di dalam kompleks, sedang berlangsung Festival Kuliner yang juga merupakan bagian dari Festival Caang Bandung, city light and art carnival yang diselenggarakan sebagai puncak perayaan hari jadi kota Bandung yang ke-204.
Suasana di dalam belum terlalu ramai. Gue masih bisa berjalan cepat melalui stan-stan makanan yang menggoda, menyeruak di antara gerombolan pengunjung yang berjalan lambat-lambat. Selain stan makanan yang hanya dapat gue nikmati dalam tatapan itu, ada beberapa hal menarik lainnya di dalam festival ini seperti 2 buah papan panjang yang dapat digunakan untuk pengunjung menuliskan semangat dan harapannya terhadap kota Bandung. Ada juga “badut” Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang bisa diajak selfie-an bareng. Lumayan, buat ganti selfie sama pacar yang sampai saat ini belum dipertemukan *pffft*
Di antara kedua bangunan utama Balai Kota, berdiri sebuah panggung pertunjukkan yang saat itu tidak menunjukkan apa-apa. Sebuah panggung kecil milik sebuah radio swasta berdiri di sisinya. Ada sebuah bianglala di belakang panggung, namun saat itu nggak beroperasi. Nggak jelas juga apakah bianglala itu akan dioperasikan ataukah hanya dijadikan objek foto selfie.
Menjelang jam tujuh malam, setelah gue bosen ngobrol dengan pacar khayalan di pojokan Balai Kota, gue beranjak keluar menuju Jalan Merdeka yang berada tepat di samping kompleks. Jalanan sudah disterilkan dari kendaraan bermotor. Gue berjalan syahdu melalui Bank Indonesia dan Katedral Bandung. Anak-anak skater dan beberapa pesepeda memanfaatkan jalan yang lengang untuk berlatih. Kerumunan pengunjung yang lain sudah berdiri di sekitar podium VVIP, atau duduk-duduk di trotoar menunggu pawai datang.
Gue udah mengambil tempat di trotoar yang masih kosong untuk menikmati pawai dan mengambil foto dengan leluasa. Namun tiba-tiba gue berpikir, “Eh, gimana kalau ternyata pawainya dimulai dari podium sana dan nggak sampai lewat jalan depan gue ini?” Maka akhirnya gue berjalan menuju pusat keramaian di sekitar podium, menyelip di antara kepadatan manusia.
Keputusan yang salah, karena ternyata barisan pawai melewati podium dan terus berjalan ke arah katedral. Mau pindah, eh tapi udah penuh banget. Nggak bakal bisa ke mana-mana lagi. Sakiiiiiittt!
Sepasang penyiar radio swasta didaulat menjadi pembawa acara. Gayanya yang ramah dan jenaka khas penyiar radio anak muda mampu menghibur para pengunjung dan tamu undangan yang duduk anteng di barisan kursi VVIP. Kehadiran bapak walikota tercinta, Ridwan Kamil (akrab disapa kang Emil), disambut dengan sorak sorai oleh para warganya. Maka, seiring dengan berakhirnya sambutan singkat dari kang Emil, Bandung Caang Festival pun resmi dimulai.
Pawai dibuka dengan pertunjukkan menggebrak dari G-30-Percussion yang membawakan lagu “Halo Halo Bandung”. Setelah lagu selesai, cahaya kembang api menghujani kami dari atas. Komunitas-komunitas lain menyusul di belakangnya, seperti: pertunjukkan tari-tarian Sunda, komunitas cosplay, komunitas zombie, Mojang-Jajaka Bandung, paguyuban angklung, komunitas Historia van Bandung, komunitas Sepeda Baheula, hingga kepolisian.
Pengunjung makin riuh saat satu per satu mobil hias hasil kreasi masing-masing kecamatan memasuki jalanan. Setiap kecamatan menunjukkan hasil terbaiknya. Mobil hias bertemakan Gedung Sate dan Jembatan Pasupati adalah dua tema yang paling banyak digunakan. Beberapa peserta mengambil tema Bandung Monorel, menunjukkan harapan akan transportasi publik di kota Bandung yang lebih memadai. Mobil hias lain yang menarik perhatian adalah mobil hias Villa Isola persembahan Kec. Sukasari, mobil hias Persib dari Kec. Cibeunying Kidul, mobil hias bertema burung dari Kec. Regol, dan mobil hias bertemakan stadion dari Kec. Gedebage. Ada juga mobil hias bertemakan bunga-bungaan dan hasil bumi.
Satu per satu pengunjung yang berada di depan gue mundur dari arena. Pelan tapi pasti, gue bergerak maju hingga mencapai garis terdepan 😀
Pawai dilanjutkan dengan iring-iringan mobil hias kreasi setiap dinas DPRD Kota Bandung. Yang paling menarik adalah mobil hias bertema buah-buahan persembahan Dinas Ketahanan Pangan. Mobil Dinas Pemadam Kebakaran juga menarik perhatian, gara-gara ada salah satu petugasnya yang bergelantungan di depan mobil menggunakan tali karmantel. Pawai ditutup dengan iring-iringan dari komunitas Hare Krishna dengan mobil hias bertemakan — tak lain dan tak bukan, Mahabharat — yang ditarik secara manual oleh anggota komunitas. Para peserta yang mengenakan kostum ala India tersebut (beberapa memang orang India asli) menghadirkan nuansa multikultural di tengah pawai. Dengan menyanyikan lagu mantera sambil diiringi tari-tarian dan genderang yang menghentak, Hare Krishna menutup pawai dengan apik!
Total ada 57 peserta pawai mobil hias. Keren banget! Para peserta tidak sia-sia mengorbankan tenaga, waktu, dan materi untuk membuat mobil-mobil hias sedemikian rupa, karena pawai ini dipadati oleh seluruh warga Bandung! Seisi kota memadati jalanan hingga tak ada ruang bergerak. Panitia tepat memilih Sabtu malam sebagai waktu pelaksanaan pawai. Andai saja Kirab Budaya Yogyakarta diadakan pada hari Sabtu malam seperti ini, pasti bakal lebih ramai lagi.
Bandung Caang Festival sukses, Pak!!! Budaya tahunan baru yang kreatif! Kami tidak sabar menunggu festival tahun depan yang bapak rencanakan akan diikuti oleh peserta dari negara-negara tetangga. That would be great!!!
Catatan kaki: Maaf ya, hampir semua komunitas pawai tidak bisa terdokumentasikan dengan baik karena mereka bergerak terus dengan cepat! Ditambah dengan kondisi malam hari, lampu sorot yang terus berubah warna dan bergerak-gerak, dan gue yang harus mengangkat tangan tinggi-tinggi untuk mengambil foto. Tantangan berat bagi smartphone gue yang ala kadarnya ini. Bahkan beberapa mobil hias pun ada yang tidak terfoto dengan baik. Punten, sadayana.
Wah Bandung makin cantik yach….
Sudah hampir 1 dekade belum ngunjungin rumah ke dua ini, kangen rasanya…
Pasti acaranya seru ya mas…?
Ayo main ke Bandung, mas. Ada banyak perubahan loh. Iya acaranya seru banget! Meskipun sendirian, gue bisa tetep enjoy 🙂
Iya… lagi di plan nih, mudah-mudahan bisa ke sana akhir tahun ini
Tinggal di mana memang, mas? Kalau orang Jakarta dan sekitarnya biasa nggak planning sih, bisa ke sini tiap weekend hahaha.
Saya tinggal di Bekasi, biasanya sih gak usah di planning tapi si bunda lagi gede perut sekarang. Makanya kudu di plannning takut lahiran di jalan..
Oh iya iya. Kalau gitu setelah lahiran aja, mas. Direncanakan beberapa bulan setelah sang baby lahir. Selamat menanti ya 🙂
wahhh, keren ternyata acaranya
kemarin juga udah mau kesana
keburu istri ketiduran
Hahaha. Malam minggu masak tidur cepet? Sayang lho nggak nonton 😀
kalau sudah nikah, malam minggu sudah seperti malam2 lainnya nug…hahaha.
maybe next time
Oh gitu ya, bang. Setiap malam main ya, hihihi.
Pengen ke Bandung lagi, kalo kulineran disana enak banget 😀
Betul. Bandung surganya kuliner 😀
kemaren sempat baca-baca timeline Festival Caang ini. sekarang baca versi lengkapnya disini 🙂
Wahaha. Kemarin dapet trailer-nya dulu, sekarang dapet full version-nya :))
Waah Bandung pecah abis, rame banget tuh ya acaranya hehehe 🙂
Ngomong-ngomong merantau di Bandung dalam rangka apa mas?
Dulu kuliah terus sekarang lanjut kerja, bro 🙂
Iya acaranya rame banget nih! Seru!
Waaah semoga lancar kerjaaannya hehehe 😀
Bandung emang hits lah pokoknya hehehe 🙂
Wih! Keren lah acaranya ini 😀 aku kelewatan nggak bisa liat tapi 😦
Iya keren! Tunggu tahun depan aja 😀
[…] beberapa minggu lalu (sebelum Festival Caang berlangsung), gue memutuskan untuk melakukan walking-tour selama setengah hari menuju salah satu […]