
Stesen LRT KLCC
“Next station, KLCC. Stesen berikutnya, KLCC.”
Aku dan koh Donny bersiap sesaat setelah terdengar pemberitahuan dari dalam kereta LRT Kuala Lumpur bahwa kami akan tiba di KLCC, Kuala Lumpur City Center. Kereta pun mendecit nyaring seiring dengan lajunya yang melambat, berhenti di Stesen KLCC yang berada di dalam Suria KLCC Mall.
Saat itu malam minggu, 27 Februari 2016. Setelah kami keluar dari area stesen melalui exit gate, kami disambut dengan aksi permainan musik akustik oleh sepasang muda-mudi Kuala Lumpur. Kalau dari penampilannya, sepertinya sang vokalis wanita berasal dari etnis Tionghoa, sementara sang gitaris pria adalah seorang Melayu. Keduanya mengenakan gaya berpakaian yang cukup sesuai dengan perkembangan zaman, jamak dilihat di pusat-pusat perbelanjaan Jakarta. Wah, rupanya gaya anak-anak muda KL pun tak beda dengan anak-anak muda di kota-kota besar Indonesia.

Makasih udah nyanyi buat adek ya, kak 🙂
Kami tak terlalu lama menikmati pertunjukkan mereka, karena memang bukan merekalah tujuan utama kami ke sini. Melangkah cepat mencari pintu keluar, menuju Suria KLCC Park dahulu, mengabaikan godaan ini dan godaan itu yang merayu dari sisi kanan dan kiri lorong-lorong mal.
Di Suria KLCC Park, pelancong dan warga lokal dari berbagai etnis berkumpul mengelilingi sebuah kolam besar. Duduk di undak-undakan sambil bercengkerama, berdiri sambil berfoto selfie, atau hanya terdiam menikmati suasana.

Dancing Fountain at Suria KLCC Park Kuala Lumpur

Dancing Fountain at Suria KLCC Park Kuala Lumpur
Baru beberapa menit kami duduk santai memandang kolam, kami lalu diberikan kejutan pertunjukkan air mancur menari. Air menyembur dari lubang-lubang khusus di tengah kolam, meliuk-liuk ritmis sesuai dengan alunan lagu yang didendangkan pengeras suara yang entah di mana. Gerakan indahnya disempurnakan dengan permainan cahaya lampu di setiap lubang air mancur dengan warna-warna berbeda.
Kami dan setiap orang yang ada di situ lalu menghentikan kesibukan kami sejenak, memfokuskan diri pada pertunjukkan cuma-cuma yang ada di depan mata. Para pejalan mulai membidik dengan lensa kameranya, suara tombol shutter yang ditekan terdengar dari berbagai arah, warga lokal tak kalah dengan gawai canggihnya.

Dancing Fountain at Suria KLCC Park Kuala Lumpur

Dancing Fountain at Suria KLCC Park Kuala Lumpur
Aku mengingatnya sebagai sebuah pertunjukkan yang cukup lama. Seiring dengan lagu yang berganti, berbeda pula tarian dan cahaya yang berpendar dari air mancur – air mancur itu. Wah, taman biasa seperti ini bisa dikemas menarik dengan atraksi tarian air mancur yang ritmis dan artistik. Aku tak tahu di mana kita bisa menemukan atraksi seperti ini di Indonesia. Ada yang punya informasi?
Aku sudah kembali ke tempat duduk, sudah puas mengumpulkan foto air mancur dari sudut kolam. Aku dan kodon sedang berbincang santai sambil menikmati pertunjukkan air mancur yang masih ada, ketika tiba-tiba perhatian kami teralihkan oleh suara gaduh yang berasal dari arah belakang kami.

Crowd at the park
Aku melihat kerumunan pengunjung yang bergerak menjauh dari sekumpulan pengunjung lainnya yang ada di tengah keramaian. Pengunjung yang lain akhirnya menyadari ada yang terjadi, berjalan menyingkir dari sekelompok besar remaja etnis India yang tampak seperti gerombolan tawuran anak SMA.
Kami menepi dari keramaian, berdiri di dekat tangga pintu masuk mall sambil tetap bersiaga untuk hal lebih buruk yang mungkin bisa terjadi. Aku tak menyangkal sedikit rasa gentar yang bergetar. Ini adalah pertama kalinya aku berada di tengah situasi seperti ini di negeri orang, di tempat yang tak kupaham apa duduk perkaranya.

Dancing Fountain at Suria KLCC Park Kuala Lumpur
Aku mencoba menanyakan apa yang sedang terjadi pada dua orang warga lokal berbeda, namun keduanya pun tak mampu memuaskan rasa ingin tahuku. Tak terlalu paham apa yang terjadi selain memahami bahwa ada keributan yang terjadi. Aku lalu berdiri di atas dudukan tinggi untuk mengamati suasana, namun seorang petugas sekuriti menegurku untuk kembali turun.
Petugas-petugas sekuriti dikerahkan, mengamankan beberapa oknum yang diduga sebagai provokator atau dianggap terlalu emosional. Persis seperti pak polisi kita yang sedang menggerebek sekumpulan remaja labil usai tawuran sekolah.

Dancing Fountain at Suria KLCC Park Kuala Lumpur
Kodon lalu mengajakku masuk ke dalam mall karena dirasa lebih aman. Aku mengikuti ajakannya tanpa protes dan sanggahan. Melintasi Suria KLCC Mall yang tampil dengan desain interior mewah dan elegan, ada beberapa remaja etnis India peserta keributan yang berjalan hilir mudik dengan terburu-buru. kami lalu keluar di pelataran Petronas Twin Towers untuk melakukan kewajiban kami sebagai traveler pemula: selfie di depan menara.
Pelataran Menara Kembar Petronas tampak lumayan riuh di Sabtu malam itu, namun air mancur yang ada di pelataran dibiarkan mati.
Meski sebelumnya sudah pernah ke Kuala Lumpur dan sama-sama sudah pernah berfoto di depan Petronas Twin Towers, but we still enjoyed our revisit. Apalagi saat pertama menjejak Petronas tahun 2014 silam, aku masih berbekal kamera gawai ala kadarnya yang kurang mumpuni untuk fotografi. Malam itu, aku menghabiskan waktu dengan mengambil foto dari beberapa sudut dengan Si Hitam yang tergantung tenang melingkari leher.

Berpose di depan ikon otomotif Malaysia
Malam sudah cukup larut saat kami berjalan meninggalkan pelataran Petronas Twin Towers. Gerai-gerai di dalam Suria KLCC Mall sudah menutup lapaknya rapat-rapat. Tak ada lagi pengunjung di dalam mall, selain kami berdua dan segelintir orang lainnya yang melangkah buru-buru menuju Stesen LRT sebelum habis waktu beroperasinya.
Aku hampir tak pernah menyesali atau mengeluhkan apapun yang terjadi dalam perjalanan. Setiap hal adalah potongan mozaik yang melengkapi sebuah papan puzzle besar bernama Cerita Perjalanan. Hal-hal aneh yang terjadi tanpa kita duga-duga justru menjadi serbuk pigmen tersendiri untuk mewarnai kisah perjalanan, termasuk dengan keributan etnis India yang terjadi malam itu. Kalau tidak ada kejadian seperti itu, mungkin perjalanan kita akan kurang berkesan.
Esoknya saat bertemu dengan seorang member Couchsurfing KL, Hayat Haniza, aku menceritakan keributan di Petronas malam itu. Dia tak tampak terkejut, mengatakan bahwa hal itu sudah biasa. Isu politik.

Take a pose, smile!
Entah apakah pernyataannya benar atau tidak, Kuala Lumpur memiliki daya tariknya sendiri dengan nuansa multikultur yang kental. Mudah-mudahan, warga antar etnis di kota ini tetap hidup rukun untuk berpadu memberikan kehangatan dan kenyamanan Kuala Lumpur.
Salam learning by traveling…
Baca Juga:
Suria KLCC: Mall, Taman, dan Menara Petronas
KL ini sukses banget ya sama KLCC ini… jadi taman kota yang enak untuk dikunjungi, nongkrong2 ngobrol2 gitu. trus pertunjukkan dancing fountain nya juga bisa dinikmati gratis. hebat lah…
Iya, dan yang pasti ada Menara Petronas yang ikonik!
Dulu sih dancing fountain ada di taman monas seberang museum nasional, biasanya sabtu minggu jam 7 dan 8 malam. Tetapi ga tau ya sekarang apakah masih operasional atau tidak…
Dulu juga, airmancur bundaran HI kan juga cantik tapi saya sudah ga ngikutin lagi apakah sudah diganti atau sengaja ga difungsikan karena alasan tertentu.
Yang di Monas kata kak Olive sudah nggak ada, mbak. Cmiiw *towel kak Olive*
Bundaran HI potensial tuh buat jadi ikon Jakarta 🙂
waktu itu ga sempet liat Dancing fountain di suria klcc #hiks 😦
Nanti ke KL lagi buat transit, coba ke sana bang
Dulu sempat saya mengira bahwa Kuala Lumpur itu kota yang adem ayem, tidak seperti Jakarta yang penuh dengan dinamika konflik. Ternyata anggapan itu baru sebatas kulit luar ya, ketika lebih lama menjejak di sana dan dinamika yang serupa pun akan kelihatan: penyanyi pinggir jalan, tawuran, isu politik.
Air mancurnya bagus. Di Purwokerto juga ada air mancur berwarna-warni, hanya saja tidak menari. Yang mirip seperti ini, saya pernah lihat di Instagram, ada di Bali, cuma belum sempat telusur lebih jauh :haha.
Tulisan yang kontemplatif.
Sekilas, KL memang seems convincing buat orang-orang Indonesia. Tapi kalau sudah mulai mendalami kehidupan sehari-hari (gue udah 4 kali ke sana, lol), KL juga dinamis seperti Jakarta. Cuma memang di KL nggak ada sungai kumuh sih.
Eh makasih lho tulisanku dibilang “kontemplatif” 😀
Iya ya, nama pun kota besar ya sebenarnya malah agak aneh kalau tidak ada dinamikanya.
Sama-sama.
yg lucu pas di petronas eeh nemunya ornag indonesia jg ya
Itu wis biasa hahaha
Wuii.. bagus ya ternyata air mancurnya
Belum sempat nonton dancing water.
Kunjungan akhir bulan ini juga kyknya gak sempet ke situ. Maybe next time.. 😗😗
Sempetin aja, kak. Hehehe.
Wah, harus ke sana malam hari. Selama ini selalu siang dan gak ngeliat cakepnya petronas kalo dimandiin cahaya kayak gitu
Aku lebih suka Petronas saat malem, mas. Lebih elegan dan mewah dengan lampu-lampunya yang keemasan 🙂
Baru sekali sih ke KL, karena khilaf beli tiket.. hehehe..
dan krn terlalu singkat jadi belum banyak explore deh..
tp emg sempat diajak teman main di KLCC pas malam hari, lampunya emang bagus.
kalo siang mah biasa aja sih..
Next time harus lebih banyak eksplor ya 🙂
wah. emang negara lain punya sensasi yg beda ya. air pancur cuma dipoles dibikin meleok2 aja bisa jadi daya tarik yg menyedot banyak wisatawan
Bener, bro. Jadi mau sebanyak apapun potensi suatu negara, kalau nggak bisa mengemas, ya nothing 😀
Packaging memang penting
[…] Bukit Bintang, tapi bagus-bagus! Dari gantungan kunci lucu yang dibuat dengan rapi sampai replika Menara Petronas berukuran besar, semua dibuat dengan […]
[…] bulan Agustus — betul, bersama 5 orang ibu-ibu dari Jogja itu — kami naik taksi dari Menara Kembar Petronas ke hostel di kawasan Petaling Street karena ibu-ibunya udah pada chapeque ghetoch. Harganya 20-an […]
dancing fountainnya jam berapa itu?
Sekitar jam 8 malem kalo nggak salah
[…] berjalan kaki sekitar 2 kilometer menuju Menara Kembar Petronas atau Petronas Twin Tower, destinasi wajib yang nggak boleh diabaikan saat bepergian ke Kuala Lumpur. Badan udah lengket […]
[…] bisa ke sini dengan berjalan kaki dari Chow Kit atau Menara Kembar Petronas. Kalau bisa sih jangan pas siang hari yang terik. Minim pohon peneduh, berjalan kaki dari Chow Kit […]
[…] Kelana Jaya dapat digunakan untuk mencapai KL Sentral, Petronas Twin Towers (turun di Stasiun KLCC), Pasar Seni, dan Masjid Jamek. Stasiun Pasar Seni dapat kamu gunakan untuk […]
[…] Bener enggaknya gue nggak tau, karena gue cuma pernah nonton pertunjukkan air mancur yang ada di KLCC Park Kuala Lumpur. Kalau dibandingkan sama yang di KL itu, memang air mancur Situ Buleud ini lebih besar. Seharusnya […]