Panduan dari Bandung ke Bandara Soekarno-Hatta Naik Whoosh, LRT, dan KA Bandara

Adzan subuh bahkan belum berkumandang ketika alarm ponselku berdering pukul 3 pagi itu. Aku terbangun dalam gelap, karena malam belum tersingkap. Sementara di sisiku, istri dan anak-anakku masih terlelap. Pukul 5:46, KA Feeder akan mengantarkanku dari Stasiun Kereta Api Bandung menuju Stasiun KCIC Padalarang, sehingga memang harus bangun pagi-pagi kalau tak mau ketinggalan kereta api.

Aku sudah memesan satu tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung rute Padalarang-Halim untuk jadwal keberangkatan terawal pukul 6:53 WIB. Tiket seharga Rp300 ribu untuk kelas Ekonomi itu sudah kureservasi sejak awal bulan melalui aplikasi Access by KAI.

Aku berjalan ke dapur melalui backpack hitam 65L dan ransel Arei biru berkapasitas 25L yang sudah berdiri tegak di depan dinding, penuh terisi dengan semua perbekalan. Kupanaskan air untuk mandi, karena dinginnya Bandung saat dini hari sungguh tak terperi. Sembari menunggu air mendidih, aku menggunakan waktu yang ada untuk sarapan dengan gulai ayam buatan istri dan secangkir kopi susu panas. Aku menargetkan diriku sendiri untuk beranjak dari rumah pada pukul 5 pagi.

Bagi sebagian orang, 2 jam mungkin terlalu lama untuk bersiap-siap, apalagi kalau seluruh barang bawaan sudah dipersiapkan. Namun untukku yang memang seorang slow person dan takes time in many things, aku lebih memilih menunggu daripada terburu-buru.


Trip #1: Perjalanan KA Feeder Bandung-Padalarang

Karena tempat tinggal kami termasuk zona merah, aku tak dapat memesan ojek online untuk mengantarkanku ke stasiun. Kebetulan, bang Sius — tetanggaku yang juga seorang driver — sedang tak di rumah. Aku harus memesan taksi online dan sedikit berjalan hingga ke jalan raya.

Sebelum masuk ke dalam mobil yang sudah tiba, sebuah minibus berwarna putih, aku tinggalkan kecup dan peluk untuk istri dan anak-anakku yang tadi terbangun di tengah persiapanku. “Kabari kalau ada apa-apa, ya,” kataku pada Ara, istriku, dibalas dengan sebuah anggukan dan senyum menenangkan. “Baik-baik sama mimi di rumah, ya,” lanjutku pada si kembar. “Titip mereka dulu ya, Ma,” pungkasku pada mama mertua.

Mobil mulai berjalan, aku melambaikan tangan dari balik jendela pada mereka.

Karena baru pukul 4:45 pagi, perjalanan dari Padasuka menuju Stasiun Bandung lancar dan cukup cepat. Dalam waktu kurang dari 30 menit, aku sudah tiba di depan Stasiun Bandung yang sudah sibuk sedari pagi. Aku berjalan masuk menuju gedung stasiun melalui lorong berkanopi yang kini sudah dilengkapi papan petunjuk arah (signage) berbunyi “Masuk Feeder Kereta Cepat.”

KA Bandara Yogyakarta

Akses masuk penumpang feeder Kereta Cepat Jakarta-Bandung berada di sisi kiri aula utama (dari arah kedatangan kita), terpisah dari akses masuk penumpang Kereta Api Jarak Jauh.

Armada KA Feeder buatan INKA yang diguyur warna hijau ini sama dengan armada KA Bandara Internasional Yogyakarta dan KA Bandara Internasional Minangkabau. Interiornya diisi dengan kursi yang ditata 2-2 dengan area luggage yang lega untuk koper di tiap sudut gerbong. Karena hanya Kelas Ekonomi, aku tidak mendapat nomor kursi, jadi harus sat set duduk di kursi kosong terdekat sebelum keduluan orang lain.

Perjalanan hanya berlangsung selama 20 menit, sehingga aku dijadwalkan tiba di Stasiun Padalarang pukul 06:04 WIB. Begitu tiba di Padalarang, penumpang KA Feeder harus gercep melanjutkan proses berpindah ke Stasiun KCIC Padalarang untuk mengejar jadwal Kereta Cepat Whoosh pukul 6:53 WIB. Sebenarnya ada kereta yang lebih pagi pukul 6:23, tapi aku khawatir ada kondisi tak terduga dalam perjalanan KA Feeder yang membuatnya datang terlambat, sementara Whoosh sangaaattt tepat waktu.

Feeder KA Cepat Whoosh di Stasiun Padalarang

Aku cukup gondhok karena LRT Bandung Raya, yang sejatinya direncanakan menghubungkan Stasiun KCIC Tegalluar dengan Stasiun Bandung, tak jadi direalisasikan. Andai benar terwujud, perpindahan antarmoda ini akan semakin seamless, cepat, aman, dan nyaman. 


Trip #2: Perjalanan KA Cepat Padalarang-Halim

Tiba di Stasiun Padalarang, para penumpang KA Feeder bergegas berpindah ke Stasiun KCIC Padalarang yang terhubung dengan skybridge. Tinggal naik eskalator, sedikit berjalan kaki, lalu kita sudah akan tiba di peron kereta cepat.

Kereta Cepat Whoosh di Stasiun KCIC Padalarang
Stasiun KCIC Padalarang

Karena KA Feeder tiba tepat waktu (pernah ada cerita penumpang KA cepat ketinggalan kereta karena KA Feeder terlambat) dan keretaku adalah jadwal berikutnya, aku masih sempat mengabadikan kemegahan Stasiun KCIC Padalarang dalam proses perpindahan ini. Karena bukan merupakan stasiun pertama, kami harus menunggu Kereta Cepat Whoosh di peron. Antusiasme masyarakat belum surut. Ketika Sang Komodo Merah itu datang, masih ada saja tangan-tangan dengan kamera ponsel yang membidiknya, sepertiku haha.

Kereta tak berhenti lama, aku memutuskan untuk langsung naik dulu ke dalam gerbong dan duduk di kursiku. Selama ini, aku hanya bisa melihatnya melalui video-video yang banyak beredar di Youtube. Kini, ketika ia terpampang di depan mata sendiri, saat kaki ini menapak lantainya yang mengilap, aku tak mampu membendung sukacita di dada.

KA Cepat Whoosh kelas Ekonomi hadir dengan kabin konfigurasi 3-2 dengan kursi empuk yang dibalut fabric motif akatsuki batik megamendung warna biru dan abu-abu. Ada overhead storage di atas kepala untuk menyimpan barang bawaan berukuran sedang. Kecepatan maksimum Whoosh adalah 350 km/jam, tercepat di Asia Tenggara saat ini dan termasuk dalam salah satu yang tercepat juga di dunia! Meski ini “kereta”, tapi perjalanannya smooth bangeeettt. Nggak goyang-goyang sedikit pun, nggak berisik jugijagijugijagijug. Kalau mau, sudah ada layanan penjualan snack oleh salah satu brand ritel tanah air, tapi tanggung ya karena perjalanannya sebentar banget.

Kabin Kelas Ekonomi Kereta Cepat Whoosh
Layanan convenience store di dalam Kereta Cepat Whoosh

Perjalanan menempuh waktu selama 36 menit, sehingga dijadwalkan tiba di Stasiun Halim pukul 7:29 WIB. Kereta melalui banyak jalur layang dan terowongan hingga akhirnya merapat di antara gedung-gedung tinggi Jakarta. Momen epik adalah ketika ia berjalan beriringan di sisi jalan tol dan kereta LRT Jabodebek yang juga sedang merayap di angkasa.

Sama seperti keberangkatannya, kedatangannya di stasiun tujuan pun sama tepat waktunya. 


Trip #3: Perjalanan LRT Halim-Dukuh Atas

Tiba di Stasiun KCIC Halim, aku belum bisa leyeh-leyeh hahaha. Foto selfie secukupnya di depan kereta, foto-foto peron Stasiun Halim yang megah dengan atap lengkung dan rangka bajanya itu, lalu buru-buru ngacir dengan gimbal dan smartphone di tangan untuk mengabadikan perjalanan ini dalam rupa video.

Megahnya peron Stasiun Halim

Aku berjalan kaki cepat menuju Stasiun LRT Halim untuk melanjutkan perjalanan naik LRT Jabodebek Cawang Line tujuan Dukuh Atas. Keluar dari kereta cepat, tinggal turun melalui eskalator, scan QR Code pada tiket untuk keluar, lalu ikuti papan petunjuk menuju LRT. Untung integrasi Stasiun KCIC Halim dan Stasiun LRT Halim ini sudah bagus, jalan kaki cuma butuh waktu sekitar 5 menit aja. 

Kalau beruntung, aku bisa naik kereta pukul 7:42 dan tiba di Stasiun Dukuh Atas pukul 8:07. Nyatanya, aku baru bisa naik kereta pukul 7:51 dan sampai di Dukuh Atas pukul 8:16 WIB. Maklum, selain jarak, aku juga menyempatkan foto-foto sebentar di dalam perjalanan, belum proses antre keluar penumpang Kereta Cepat Whoosh.

Penghubung Stasiun KCIC Halim dengan Stasiun LRT Halim
Ada travelator menuju Stasiun LRT Halim

Ah, sudah lama aku ingin menjajal LRT Jabodebek ini. Sebagai seorang rail enthusiast, selalu bersemangat untuk mencoba moda transportasi umum berbasis rel. Aku masuk ke dalam stasiun LRT menggunakan kartu Flazz BCA yang, meskipun di Bandung tak pernah digunakan, tapi selalu kusiapkan untuk perjalanan ke ibukota dan ke Jogja. Setelah tap tiket masuk, aku naik eskalator menuju Peron 2 untuk rute Dukuh Atas. Desain gerbang tap tiket masuk/keluar LRT Jabodebek ini masih menggunakan desain turnstile yang old school, sama seperti KRL Commuter Line dan MTR Hong Kong. Belum yang otomatis seperti MRT Jakarta dan LRT Jakarta (yang di Kelapa Gading)

Peron stasiun-stasiun LRT Jabodebek, meskipun sederhana dan sangat utilitarian yang mengingatkanku dengan BTS Bangkok dan LRT Kuala Lumpur, tapi sudah aman dengan pintu peron otomatis (platform screen doors). Celah peronnya sudah minim, meski belum serapat MRT dan LRT Jakarta. Di luar jam sibuk, frekuensi kedatangan kereta adalah setiap 10 menit. Kalau timing tidak tepat, harus mau agak bersabar. 

Akses masuk dan keluar Stasiun LRT Halim
Peron stasiun LRT Jabodebek yang sederhana namun aman

LRT Jabodebek datang dengan badan yang didominasi warna merah. Fasilitas di dalam kereta sudah sama seperti sebuah rapid transit system modern pada umumnya. Kabin kereta diisi bangku panjang sebagai seating area utama yang berhadapan di kedua sisi, area penumpang berdiri dengan hand-rail, AC, pintu otomatis, dan passenger announcement. Yang (agak) membanggakan, LRT Jabodebek ini sudah otomatis alias driverless (tanpa awak). Meski begitu, bagian depan kabin belum selowong LRT Kelana Jaya atau MRT Kajang Line di Kuala Lumpur yang beneran udah nggak ada apa-apa dan siapa-siapa lagi, sehingga penumpang bisa menikmati front cabin view dengan penuh dan tanpa penghalang. Di LRT Jabodebek ini, masih ada “area khusus” yang disekat dari area penumpang, juga masih ada petugas meski hanya bersiaga dan memantau.

Bagian melelahkan adalah saat berjalan kaki dari Stasiun LRT Dukuh Atas menuju Stasiun Sudirman Baru. Jaraknya cukup jauh, dan integrasinya belum sempurna. Aku harus menyusuri jembatan pejalan kaki yang panjang hingga Stasiun Sudirman, turun lalu keluar melalui Stasiun Sudirman. Masih harus tap-in dan tap-out (meski free) di Stasiun KRL Sudirman. Sepanjang perjalanan, perut yang sudah meronta kelaparan ini masih harus menahan diri dari godaan booth-booth makanan dan cemilan sepanjang jalan. 

Interior LRT Jabodebek
Akses panjang dari Stasiun LRT Halim ke Stasiun KRL Sudirman Baru

Selanjutnya, aku masih harus berjalan kaki lagi melalui lajur pedestrian, barulah sampai di Stasiun Sudirman Baru. Dihitung-hitung, lama tempuhnya sekitar 20 menit berjalan kaki! 


Trip #4: Perjalanan KA Bandara Soekarno-Hatta

Sama seperti KA Cepat, tiket KA Bandara juga sudah kureservasi melalui aplikasi Access by KAI untuk keberangkatan pukul 9:05 dengan harga tiket Rp75 ribu. Puji Tuhan tidak terlambat, karena aku berpacu dengan waktu.

Rangkaian KA Bandara melintas di Stasiun Sudirman
Turun ke Stasiun KRL Sudirman dari jembatan penyeberangan multiguna (JPM)

Tak banyak yang ingin kuceritakan di sini, karena memang sudah beberapa kali naik KA Basoetta sebelumnya. Bedanya, sekarang KA Bandara Soekarno-Hatta sudah dikelola oleh Commuter Line, bukan lagi Railink seperti sebelumnya. Keretanya masih nyaman dengan kursi 2-2 yang empuk dalam desain abu-oranye yang elegan, ruang kaki yang lega, port USB, dan suasana yang masih sepi haha. Aku merapat di Stasiun Kereta Bandara Soekarno-Hatta pukul 9:56 WIB, tepat waktu seperti yang dijadwalkan.

Matahari kini sudah bersinar cukup terik di pertengahan bulan Juni itu. Aku berjalan santai menikmati kehangatan yang sedari tadi kudambakan setelah berjam-jam mendekam di dalam kereta berpendingin udara. Enam jam setelah aku bangun di tengah kabut tipis yang menyelimuti Bandung, kini aku sudah tiba di titik yang akan menerbangkanku ke atas awan tipis di atas sana. Dari Stasiun KA Bandara, aku masih harus berjalan kaki menuju shelter skytrain (kalayang) menuju Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta.

Inside the Jakarta’s Airport train

Masih teringat jelas olehku momen tahun 2019 silam, saat aku berlari-lari dari turun skytrain hingga ke Terminal 2 karena sudah terlambat check-in untuk penerbanganku dengan Jetstar kala itu. Kali ini, masih ada waktu kira-kira 4 jam sebelum jadwal penerbanganku ke Kuala Lumpur dengan maskapai AirAsia pukul 14:35 WIB. Aku menunggu skytrain datang dengan sabar, bukan dengan hati berdebar. Juga menikmati perjalanannya yang berlambat-lambat melalui jalur layangnya. Tiba di shelter kalayang, aku jadi bisa dengan tenang mengabadikan jembatan penghubung stasiun dengan Terminal 2.


Sebelum check-in, aku masih bisa sarapan dengan layak di restoran A&W yang bisa diakses dari selasar luar Terminal 2. Sebenarnya pengen pesan minuman hangat, eh lha kok auto pesan segelas root beer besar. Setelah selesai sarapan dan perut dirasa sudah tenang, aku bergegas masuk ke dalam gedung terminal untuk check-in, antisipasi antrean dan gate yang jauh. Jangan salah, kalau pas lagi apes, kita bisa dapet boarding gate yang jauuuhhh banget di ujung sana. Jadi, sebelum dapat kepastian di mana boarding gate-mu, sebaiknya jangan berlama-lama dulu. Akhirnya, selesai juga perjalanan dari Bandung menuju Bandara Soekarno-Hatta dengan naik kereta api.

Kereta api memang bukan opsi transportasi tercepat dari Bandung menuju Bandara Soekarno-Hatta. Total waktu yang dihabiskan dari rumah adalah 5 jam, melibatkan 4 kali perpindahan kereta ditambah 1 kali transportasi online. Bisa lebih lama atau lebih cepat, tergantung dengan jadwal saat itu. Total biayanya adalah sekitar Rp388.400 belum termasuk ongkos ojek online. Sementara dengan travel, total ongkos bisa setengahnya dengan lama tempuh hanya di kisaran 3-4 jam.

Saksikan video lengkap perjalanan Whoosh di sini

Namun untuk seorang pecinta kereta seperti saya, pengalaman ini adalah pengalaman berharga yang keseruannya tak ada gantinya. Terakhir, perlu aku sampaikan pada para pembaca sekalian bahwa tulisan ini hanyalah untuk panduan semata, karena perjalanan yang saya tulis di dalamnya adalah fiktif belaka. Saya bagikan knowledge yang sudah saya miliki, didukung dengan dokumentasi yang ada dan beberapa tangkapan layar dari Youtuber baik hati. Akhir kata, terima kasih sudah membaca sampai di sini, keep learning by traveling~

55 komentar

  1. avatar ceritariyanti

    Lhaaa sangkain beneran dijalanin dalam satu trip hahaha… tapi gpp, seru aja. Karena aku juga pernah jalanin beneran karena iseng sih pas puasa… dari rumah, naik bus TJ, terus MRT, terus kereta bandara, balik lagi sampai sudirman, naik LRT dan jalan kaki sejauuuuuuuh itu🤣 sampai halim, tapi kali ini whooshnya engga krn udah deket waktu buka puasa lagian ga niat keluar kota. Jd balik lagi naik lrt trus bus TJ sampai rumah deh. Beneran pas baca pos ini mengingatkan keisenganku dulu hahaha…
    Anyway, kemarin ke KL, mau nyobain kereta²nya tp sayang hanya sampai ke batucaves, krn ga cukup waktu. Tbh, inget dirimu penyuka trains KL. 😁

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Hehe, udah pengen banget naik Whoosh tapi belum kesampaian. Berhubung udah banyak vlog yang ditonton, jadi coba bikin tulisan panduan berbekal itu.

      Makasih udah mampir, mbak Riyanti.

  2. avatar Dian Restu Agustina
    Dian Restu Agustina · · Balas

    Semoga dari fiktif nanti jadi nyata…Meski waktu tempuh lebih lama dan harga juga lebih mahal dari naik travel, sepertinya akupun bakal milih naik kereta. Suamiku pecinta kereta, membuat aku jadi penikmat perjalanan kereta juga.

    Noted, lengkap banget ini, detil perjalanan dari Bandung ke Soetta naik feeder-Whoosh, LRT dan KA Bandara

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Amin amin, KCIC notis sayaa haha

  3. avatar Okti Li

    kalau lagi santai bisa jadi pilihan nih menuju bandara dari bandung ke jakarta

    kaka lagi diburu waktu malah takutnya keteteran ya, pindah berkali-kali terbayang sambil bawa barang bawaan.

    saya belum pernah naik kereta bandara di ibukota, kemarin malah lebih dulu mencoba yg di Yogya sana

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Sebenarnya kalau timing-nya pas, hampir sama sih kak. Perjalanan Whoosh total sekitar 50 menit (udah termasuk KA feeder), KA Bandara juga 50 menitan, ditambah commuting menuju keduanya.

  4. avatar Maria G Soemitro

    Baca tulisannya Nugi, saya langsung mengkeret

    Kerasa ndeso banget

    Pernah naik Whoosh, itu pun dianterin anak yang wanti-wanti bilang ini itu, supaya emaknya gak bingung

    Begitu turun di Tegalluar udah dipesenin Gocar, supaya emaknya gak bingung dan nyasar

    hahaha sekatrok itu

    belum pernah naik LRT, tapi pernah coba MRT itupun bareng teman-teman kompasianer

    Kalo sendirian, gak tau deh, mungkin saya bakal “hilang” 😀 😀

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Eh, ambu keren lho udah bisa naik Whoosh sendiri meski harus dengan panduan ketat. Banyak yang jauh lebih muda tapi nggak bisa atau nggak berani naik Whoosh.

  5. avatar lendyagassi

    Pingin banget bisa kreatif kalo jalan-jalan. Seringnya, aku lebih memilih naik travel kalau perjalanan, karena langsung njujug tujuan kan yaa..

    Apalagi travel Jekarda – Bandung atau sebaliknya tuh banyak bangeett ngeett.. tinggal cari titik terdekat dari tujuan and voilaaa..

    Tapi sejak ada whoosh, aku jadi pingin ngerasain nikmatnya jadi angker deeh.. alias anak kereta.

    Tapi takuutt.. karena lemah baca maps.

    Selama ini belum pernah naik feeder dari St. Hall.Selain karena rumahku lebih deket ke Tegalluar, juga kurang berani explore.

    Kudu bareng ama travelmate ini mah..Hehehee~

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Nggak apa-apa, kak. Selera tiap orang beda-beda. Buat saya, malah lebih menarik kalau perjalanannya antarmoda dan dengan moda yang berbeda dari sehari-hari.

  6. avatar Suci

    Aaaaaah aku nungguin sampe naik air asia padahal…

    trus tadinya aku pikir mau ke jogja juga.

    Trus aku mbatin, emang ngga ada yg langsung dari bandung ke jogja?

    Sampe harus mruput bangun dini hari ke jakarta dulu.

    Aku jadi ingeet kalo dinas ke jakarta selalu flight paling pagi. Berangkat jam 3 dari rumah juga pernah. Trus bayangin nanti di bandara sepi.

    Baah ternyata sampe bandara udah kek pasar ramenya.

    Di Bandung jam 5 udah terang, di Medan jam 6 aja masih gelap gulita…

    BTW, jadi mbatin juga orang Jakarta itu harusnya sehat2 dong ya, apalagi yang anak kereta. Soalnya tiap hari jalan kakinya jarak jauh mulu (secara dari halte ke halte aja udah jauh jaraknya)

    Aku juga seneng kok naik kereta (kalo ke jakarta disempetin naik KRL) tapi tidak dengan kereta antar kota di Sumatera Utara soalnya kursinya keras dan tegak lurus 😦

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Kalau “cuma” ke Jogja, saya mending naik kereta kak. Nggak tau apakah sekarang masih ada penerbangan langsung ke Jogja dari Bandung sejak Bandara Husein ditutup buat komersil.

  7. avatar www.annisakih.com

    that ‘Akatsuki’ tatto bikin LOL buat saya yang ngaku hater Naruto tapi masih ngeh kalau emang mirip Mega Mendung hahaha.

    Lebih kaget lagi pas bagian ending ternyata ini perjalanan fiktif. Padahal detail banget deskripsinya mas. Salut deh

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Haha makasih apresiasinya kak

  8. avatar Nanik Nara

    kalau dihitung nilai rupiah naik kereta dari bandung ke bandara soekarno hatta, memang lebih mahal dibanding naik travel, tapi pengalaman yang didapatkan tak bisa diukur dengan rupiah, karena memang tak ternilai ya.

    Membaca tulisan ini, saya jadi makin bangga lho, ternyata dunia perkeretaapian di negara kita sudah semaju ini.

    Sekarang yang dituliskan cerita fiktif, semoga suatu saat menjadi kenyataan ya

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Iyes, sesekali lebih mahal dikit nggak apa-apa untuk harga sebuah pengalaman baru.

  9. avatar Myra Anastasia

    Untuk menuju Bandung atau ke Bandara, saya masih memilih transportasi selain kereta. Karena jarak ke stasiunnya dari rumah lumayan jauh. Jadi, gak bisa cepat juga waktu tempuhnya. Tapi, kalau memang sekadar ingin merasakan Whoosh dan KA Bandara mungkin kapan-kapan menarik juga untuk dicoba

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Buat pengalaman 😚

  10. avatar April Hamsa

    Area yang aku sukai tu stasiun Sudirman, baik lama maupun baru, karena udah terintegrasi dengan MRT, LRT, dan Tije. Semoga stasiun2 lainnya bisa menyusul jadi bisa benar2 memudahkan kalau bepergian naik transum ya. Semoga makin banyak yang memanfaatkan, makin ditambah subsidinya sama negara, jangan cuma mensubsidi kendaraan listrik mulu jadi makin macet jalanan #eh.

    Yaaa walaupun mungkin masih jauh kualitas transumnya dibanding beberapa negara tetangga, tapi senggak2nya ada harapan lha yaa.

    Kalau emang lagi gak buru2 ya manfaatkan transum2 ini sebagai kesempatan nambah2 pengalaman hehe.

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Setuju, semoga semakin banyak stasiun yang terintegrasi.

  11. avatar Lia Lathifa

    Memang sebagai pencinta kereta sensasi naik kereta itu tidak bisa dilukiskan, seperti saya dan anak-anak lebih suka naik kereta dibanding bus. Apalagi sekarang Woosh itu terintegrasi dari Halim bisa keliling Jakarta menggunakan LRT maupun TransJakarta, nyaman dan aman

  12. avatar andyhardiyanti

    Noted nih. Buat bekal kalau besok-besok dari Bandung mesti cepat-cepat ke bandara. Saya pernahnya dari Jakarta (daerah apa ya? Lupa) naik kereta bandara. Dari stasiun BNI atau apa gitu namanya, menuju bandara. Lucu banget nengok-nengokin caranya orang beli tiket, dan menuju keretanya. Mana keretanya mundur pun, bikin pusing juga.

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Ah iya, Stasiun BNI City. Kalau pusing jalan mundur, pindah kursi aja wkwk. Banyak yang kosong kan.

  13. avatar Diah Woro

    wah lengkap sekali. Aku belum pernah nyoba sih karena tiap Jakarta Bandung atau Bandung Jakarta selalu diburu waktu 😌

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Mm, kalau diburu waktu, Whoosh menang waktu sih kak.

  14. avatar Rohmahdg

    Aku baca betul betul dari awal sampai bawah, eh ternyata bagian endingnya,,, eng ing eng,,, owhalahhh hehee

    setidaknya bisa diajak jalan-jalan walau fiktif, apalagi buat yang belum pernah naik kereta cepat macam whoosh

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Ahaha aku anggap itu sebagai apresiasi, makasih ya kak

  15. avatar Akarui Cha

    Motif akatsui. Ya ampun di part ini aku langsung ngeuh banget kalau yang dimaksud sama Mas Nugi tuh, motif batik mega mendung. Untung abu-abu ya warnanya, bukan merah garis putih. Nanti jadinya akatsuki beneran.

    Aku baru ngeuh nih kalau di Bandung ada yang namanya zona merah makanya nggak ada driver online yang bakalan pick up kita. Jadi penasaran, apa jangan-jangan di tempatku sini juga ada.

    1. avatar Matius Teguh Nugroho

      Iya betul kak. Kalau mau coba order ya, titik kita kayak nggak ke-detect gitu wkwk. Kalau daerah Jawa Barat sama Tengah biasanya ada.

  16. avatar Wahid Priyono
    Wahid Priyono · · Balas

    Makasih panduannya, nanti insha Allah kapan2 naek Whoosh pas ke Bandung.

  17. avatar rahmahchemist
    rahmahchemist · · Balas

    Bakalan di-save karena memang ada keluarga yang rencana ke Bandung dari Jakarta

    Semoga bisa segera ke sana dan menemukan spot yang saya cari di Bandung

    Pasti anak anak juga senang naik Whoosh karena cepat dan pastinya bikin anak punya pengalaman tak terlupakan

  18. avatar nurul rahma

    insyaAllah Nov 2025 aku ada kawinan sodara di Bekasi

    tapi mau main² ke Bandung dulu.

    artikel kak Nugie aku jadikan pedoman ya

    pengiin jajal transum yg kece ini

    makasii banyak kak

  19. avatar April Hamsa

    Lumayan banget yaaa pindah2 keretanya hehe, emang bukan transportasi yang tercepat tapi lumayan mudah, murah, dan pengalaman yang didapat itu berharga 😀

    Sepakat mas, aku pun kalau bepergian daripada ketinggalan kendaraan mending berangkat lebih awal jadi gak ada rasa was2, gak stress juga, soalnya kalau stress pasti ngaruh ke fisik jadi capeek.

    Dukuh Atas/ Sudirman itu area yang paling aku sukai di antara semua stasiun karena semua jenis transum yang ada di jakarta ada di situ. Justru emang itulah fungsi transportasi umum, emang buat commuter orang2 yaa. Mesti diperbanyak yang kyk gini, jangan sampai kyk wacana pemerintah yang mau ngilangin beberapa titik transum yang bersimpangan, semoga gagal deh wacana2 kyk gitu.

  20. avatar Lala

    Sangat menyukai kereta, saya terkesan membaca cerita perjalanan ini begitu nyata padahal fiktif. Begitulah kekuatan storytelling yang luar biasa dipadankan dengan hasil riset mendalam serta ada beberapa tangkapan foto 👍.

    Naik kereta cepat, LRT, MRT hingga KRL emang se-menyenangkan itu. Walaupun di beberapa titik masih ada kurang terintegrasi. Butuh waktu untuk diperbaiki dan dipersiapkan jauh lebih baik lagi. Tapi saya percaya, moda transportasi ini akan mengalami perbaikan ke arah lebih oke dari waktu ke waktu. Karena saya merasakan hal itu dari tahun ke tahunnya.

    1. avatar lendyagassi

      Butuh banget panduan transportasi massal di Jekarda yang bisa aku pahami dengan cepat.

      Seringnya, kalo uda d Jakarta, aku naik ojol.

      Padahal gak diburu waktu jugaa..Jadi pingin merasakan rasanya ganti KRL, MRT, LRT, TJ atau Jaklingko.

  21. avatar Avi

    Good job, Bang Nugie ! Seolah-olah pembaca merasakan langsung naik kereta dan berpindah-pindah dari satu stasiun ke stasiun lain.

    lalu untuk naik kereta feeder bayarnya berapakah?

  22. avatar Dyah Kusuma

    Beneran seru bacanya, step by step diceritakan sangat membantu bagi pembaca yang ingin moda transportasi umum. Menikmati perjalanan itu penting karena banyak pelajaran yang dapat dipetik.

    Jakarta menggeliat menyiapkan loda transportasi yang nyaman untuk warganya, smooth pergantiannya, semoga semakin lengkap sarana pendukungnya

  23. avatar Wahyu Suwarsi
    Wahyu Suwarsi · · Balas

    Moda transportasi kereta sekarang ini serba diberi kemudahan san fasilitas yg nyaman bagi penumpang. Baik MRT, LRT maupun kereta whoosh saya belum pernah mencoba. Tulisan ini sangat membantu langkah deni langkah yg harus dilakukan, utk mencoba moda transportasi tersebut.

  24. avatar niksukacita

    Aku salut sekali sama orang yang menyebut diri rail enthusiast dan bisa menulis dengan begitu rapi, detail setiap hal dalam perjalanannya. Sampai bisa melihat perbedaan dan persamaan yang ada di negeri orang. Bukti banget kalau setiap orang punya kekuatan masing-masing. Karena aku yang suka juga dengan transport umum tapi belum mampu melihat POV yang seperti tertulis.Anw sabar-sabar ya sama dengan si Dukuh atas, dia emang gitu, suka ngajak lebih gerak. Ha ha ha (jarak LRT ke KRL Jauh)

  25. avatar Yuni Bint Saniro

    tulisan tentang panduan ke bandara ini penting banget. Apalagi bagi yang nggak punya kendaraan pribadi untuk mengantar ke bandara.

    Mana lengkap sama harga tiketnya pula. Jadi, yang butuh informasi ini bisa sekalian kalkulasi biaya yang mereka butuhkan.

    aslinya, aku juga masih penisirin sama

  26. avatar fennibungsu.com

    ke mana-mana memang asik ya pakai kereta karena lebih cepat dan sambung menyambungnya juga mudah. Apalagi ini buat ke Bandara Soetta, sat set dah pakai kereta. Yang penting tahu jam²nya, jangan sampe telat

  27. avatar fennibungsu.com

    ke mana-mana memang asik ya pakai kereta karena lebih cepat dan sambung menyambungnya juga mudah. Apalagi ini buat ke Bandara Soetta, sat set dah pakai kereta. Yang penting tahu jam²nya, jangan sampe telat

  28. avatar Cerita Mbun
    Cerita Mbun · · Balas

    Aku bacanya sambil deg-degan kak, takut banget ketinggalan kereta, haha. Ehh pas baca di akhir fiktif kok keren banget seolah nyata, hehe.

    Bagi penyuka kereta perjalanan yang mungkin dirasa sangat melelahkan tapi bakal jadi pengalaman dan momen yang seru banget yaa, tapi kayaknya kurang cocok untuk ibu yang bawa anak satu, takut tantrum di jalan, hehe.

    Stasiun whoosh Halim ternyata luas banget yaaa. Dan jadwalnya selalu tepat waktu, nggak kebayang sih yg lokal terlambat dan whoosh tepat waktu apa bisa diganti ya tiketnya kalau kondisi kayak gitu?

  29. avatar fajarwalker

    Save siih ini, semoga aja yaaak tahun ini daku bisa kesampean nyobain kereta cepat Whooosh…. Soalnya sejauh ini, yang pernah kucoba cuma kereta LRT aja, itupun cuma daerah jakarta wkwkwkwk.

    Izin save ya mas. Lengkap banget lho pembahasannya, bisa buat petunjuk nanti kalo daku sudah kesampean.

  30. avatar Bambang Irwanto
    Bambang Irwanto · · Balas

    Pantasan… kok pas mau tinggalin mbak Ara dan si kembar, haya ditinggalin kecupan doang? padahal si kembar mau jajan siomay hahaha.Tapi memang sekarang semakin dimudahan perjalanan dari bandung ke Jakarta. Jadi yang tinggal di Bandung mau naik pesawat dari bandar Soetta atau bandara Halim semakin dimudahkan. Tapi memang, kalau saya, harus ekstra waktunya, biar ga deg-degan di jalan hehehe.

  31. avatar Istiana Sutanti

    Wah, semua transportasi kereta diborong dalam satu perjalanan ya, ihihi.

    Suami aku juga gitu lho, walaupun jadwal Whoosh atau keberangkatan armada masih sekitar beberapa jam lagi, dia memilih untuk berangkat lebih awal, selain supaya gak ketinggalan, supaya bisa lebih menikmati perjalanan juga.

  32. avatar Ruli retno
    Ruli retno · · Balas

    padahal aku sudah membayangkan semua ini cerita real loh, wkwkwk tapi bagaimana pun panduan ini akan berguna karena pengguna jalur2 tsb itu banyak ya

  33. avatar Heni Hikmayani Fauzia
    Heni Hikmayani Fauzia · · Balas

    Saya belum nyobain naik Whoosh niiih, ketinggalan zaman banget yaa..orang -orang dah pada naik hehehe. naah asyik nnih ada panduannya disini, cuuzz ah nyobaain.

  34. avatar Tidak diketahui

    […] aku sudah membuat tulisan berisi panduan transportasi umum dari Bandung menuju Bandara Soekarno-Hatta dengan naik Kereta Cepat Whoosh, dilanjutkan LRT Jabodebek dan KA Basoetta. Sekarang, sudah membuat […]

  35. avatar Fanny Nila

    Aku sendiri baru ngerasain whoosh sampai Karawang doang, ga sampe bandung. Krn memang tujuannya cuma utk ngerasain thok, JD ga usahlah yg jauh , biar murah hahahahah.

    Hebaaat memang cara mas Nugie bercerita, seolah nyata, padahal campuran dari pengalaman sebenar, juga fiktif. Yg penting informasi yg dimaksud bisa tersampai dengan baik. Pembaca seolah bisa merasakan whoosh seperti apa, tempat duduknya, cara kesana, juga stasiun.

    semoga nanti benaran bisa merasakan dengan ara dan si kembar 😍😍

  36. avatar adedansasa

    dari station bandung ke padalarang hanya 20 menit, cepat juga ya..

  37. avatar Nur Asiyah
    Nur Asiyah · · Balas

    Suka banget, sekarang banyak kereta yang on time. Karena dulu pernah ada pengalaman kereta molor lebih dari 1 jam dan mood udah kemana-mana. Karena satu aktivitas molor, bakal bikin berantakan aktivitas setelah nya.

  38. avatar Asri

    Saya bookmark dulu buat panduan kalau kapan-kapan nyobain naik Whoosh juga.

    Pas baca endingnya pengen ketawa. Ada aja kejutannya. Semoga kita sama-sama bisa terwujud naik Whoosh-nya 😁

    Tapi penasaran kalau KA Feeder itu perlu beli tiket atau booking nggak sih?

  39. avatar Tidak diketahui

    […] Baca juga: Panduan dari Bandung ke Bandara Soekarno-Hatta Naik Whoosh […]

Tinggalkan Balasan ke Wahyu Suwarsi Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Matius Teguh Nugroho

keep learning by traveling

Duo Kembara

Cerita Si Kembar dan Mommy Ara menghadirkan kebaikan

Lonely Traveler

Jalan-jalan, Makan dan Foto Sendirian

Guru Kelana

Perjalanan sang guru di berbagai belahan dunia

dyahpamelablog

Writing Traveling Addict

Daily Bible Devotion

Ps.Cahya adi Candra Blog

bardiq

Travel to see the world through my own eyes.

Teppy & Her Other Sides

Stories, thoughts, places...

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

liandamarta.com

A Personal Blog of Lianda Marta

D Sukmana Adi

Ordinary people who want to share experiences

papanpelangi.id

sebuah blog perjalanan

Guratan Kaki

Travel Blog

Omnduut

Melangkahkan kaki ke mana angin mengarahkan

BARTZAP.COM

Travel Journals and Soliloquies

Bukanrastaman

Not lost just undiscovered

Males Mandi

wherever you go, take a bath only when necessary

Eviindrawanto.Com

Cerita Perjalanan Wisata dan Budaya

Plus Ultra

Stories and photographs from places “further beyond”.

backpackology.me

An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.

Musafir Kehidupan

Live in this world as a wayfarer

Cerita Riyanti

... semua kejadian itu bukanlah suatu kebetulan...

Ceritaeka

Travel Blogger Indonesia

What an Amazing World!

Seeing, feeling, and exploring places and cultures of the world

Winny Marlina

Winny Marlina - Whatever you or dream can do, do it! lets travel

Olive's Journey

What I See, Eat, & Read

tindak tanduk arsitek

Indri Juwono's thinking words. Architecture is not just building, it's about rural, urban, and herself. Universe.

dananwahyu.com

Menyatukan Jarak dan Waktu