Setelah beberapa bulan hanya bisa mengidam-ngidamkan Pantai Indrayanti dan Pok Tunggal, akhirnya gue kesampaian juga ke sana. Dua pantai di wilayah Tepus, Gunung Kidul itu memiliki panorama indah dengan pasir putih dan perbukitan karst-nya. Sebenernya masih banyak pantai-pantai lain yang juga menjadi primadona baru wisata pantai di Yogyakarta, tapi dua pantai ini (terutama Indrayanti) adalah yang paling populer. Jadi, let’s us start with these two beaches.
Hari Sabtu kemarin gue ke sana, naik motor bareng salah satu temen gue. Rutenya adalah melalui sepanjang Jalan Wonosari sampai naik ke pegunungannya, melewati kota Wonosari, lalu terus meluncur ke arah Tepus melalui jalanan berliku yang naik turun. Untunglah kondisi jalan sudah baik, mulus tanpa lubang yang terlihat. Mudah-mudahan bisa menjadi motivasi buat provinsi sebelah #eh
Naik angkutan umum juga bisa, mesti agak ribet karena harus oper dua kali. Pertama-tama, naik bus jurusan Jogja-Wonosari lalu turun di Terminal Wonosari. Begitu turun, dilanjutkan dengan naik angkot / minibus, orang lokal biasa menyebutnya dengan istilah “kol” (serapan dari “Colt”, merek mobil yang biasa dipakai) menuju Tepus. Pastikan kamu bukan orang yang gampang mabuk naik transportasi umum -_____-
Kami tiba di suatu pertigaan dengan papan jalan bertuliskan “Pantai Indrayanti” + arah panah ke atas. Alih-alih berjalan lurus, kami malah berbelok ke kiri melalui jalanan yang lebih lengang. Hasilnya? Kami dapat masuk kawasan pantai karst Pegunungan Sewu tanpa membayar retribusi, gyahahahaha. Untuk biaya retribusi sendiri, tarifnya adalah Rp 5.000,00 kalau tidak salah.
Kami kembali menemukan sebuah pertigaan, memberikan kami dua pilihan utama. Ke kiri, kami akan menuju Pantai Wediombo dan kawan-kawannya. Sementara ke kanan, kami akan sampai di Pantai Sundak, Baron, Krakal, dan teman-temannya. Kami memilih arah kanan, karena Pantai Indrayanti berada di jajaran pantai sebelah kanan itu.
Sebelum sampai di Pantai Indrayanti, kami malah menemukan jalan masuk menuju Pantai Pok Tunggal. Karena pantai ini juga menjadi salah satu pantai must-visit, kami pun memutuskan untuk masuk. Jalanan menuju Pok Tunggal belum diaspal, masih berupa jalanan desa yang berbatu-batu. Hati-hati untuk yang menggunakan mobil, karena jalan yang tidak terlalu lebar sehingga ngepas banget untuk digunakan dua mobil sekaligus. Sebelum masuk ke jalan masuk, ada pos sumbangan sukarela yang merupakan inisiatif warga untuk memperlengkapi Pantai Pok Tunggal.
Seperti pantai karst Gunung Kidul yang lain, Pantai Pok Tunggal memiliki pasir putih dengan tebing-tebing karang di kedua sisinya. Pasirnya gembur banget, kami kepayahan berjalan selangkah demi selangkah. Beberapa pengunjung yang tidak mau basah-basahan terlihat bersantai di bawah naungan payung-payung besar berwarna-warni. Tak jauh dari bibir pantai, ada warung-warung makan yang menjual beberapa menu seadanya (ikan goreng / bakar, nasi goreng, pop mie, mie rebus / goreng) dan kelapa muda. Harganya memang mahal, tapi mau gimana lagi? Haha. Warung-warung itu jugalah yang menyediakan fasilitas kamar mandi atau toilet untuk pengunjung.
Kami menuju ke bukit di sebelah kanan pantai. Ada undak-undakan batu yang membantu pengunjung berjalan sampai ke puncak. Undak-undakan itu merupakan bebatuan tebing alami yang lalu sedikit dimodifikasi sehingga dapat memiliki bentuk datar, aman untuk dijejak. Ada beberapa pasangan yang lagi indehoy, duduk mesra-mesraan di salah satu bangku atau gasebo. Gasebo-nya nggak gratis, harus bayar Rp 20.000,00.
Kami meneruskan langkah kami menuju puncak bukit. Ehem, ini iseng-isengan kami aja sih, tidak disarankan buat pengunjung yang takut ketinggian kayak gue dan nggak biasa dengan aktivitas pecinta alam. Medan yang dilalui cukup berbahaya. Salah langkah, atau ragu-ragu melangkah, bisa-bisa terperosok ke bawah dan terjun bebas ke bibir pantai yang berkarang-karang #serem. Untungnya temen gue bantuin. Maklum dia udah sering naik gunung, udah biasa dengan medan begituan. Sementara dia berjalan dengan gesit dan tanpa ragu-ragu, gue jalan dengan takut-takut, kadang memilih berjalan dengan jongkok, bahkan harus berpegangan sama dia #cieee. Payah gueeeeee!!!
Melalui sepetak ladang ketela yang entah punya siapa, kami akhirnya sampai di puncak bukit.
Puas foto-foto dan menikmati semilir angin sepoi, kami kembali bergerak turun untuk menuju destinasi akhir kami: Pantai Indrayanti. Iye, turunnya gue juga kepayahan, harus dibantuin si Joko -_____-
Menuju Pantai Indrayanti, kami tinggal berbelok ke kiri setelah keluar dari jalan masuk Pantai Pok Tunggal. Tak berapa lama kemudian, kami sudah tiba di kawasan Pantai Indrayanti. Pantai ini terletak persis di pinggir jalan. Saat itu kondisi tempat parkirnya penuh banget dengan mobil-mobil dalam dan luar kota Jogja. Benar saja, begitu kami masuk ke wilayah pantai, pengunjungnya seabreeeeeekkk!!!
Ini mungkin pantai paling rame yang pernah gue lihat di Jogja. Ribuan pengunjung memenuhi bibir pantai, bermain-main air, bersantai di bawah jajaran panjang payung-payung besar, dan asyik jeprat-jepret mengalungkan kamera DSLR-nya. Sama seperti Pok Tunggal, Pantai Indrayanti juga memiliki pasir putih yang indah dan gembur, dasar berupa karang di bibir pantai, dan diapit oleh kedua tebing karst.
Pantai Indrayanti ini memiliki garis pantai yang melengkung panjang, tapi sempit. Sempit, karena pantainya agak curam, lalu menjadi agak datar di dalam bibir pantai. Ombak yang besar terlihat menggemuruh, datang bergulung-gulung dari samudera lalu pecah berderai di bibir pantai beralaskan karang. Gulungan tidak mampu menyapu pesisir. Pergerakannya harus berhenti karena bentuk pantai yang curam, lalu membentuk sebuah arus air yang bergerak ke samping melalui pasang-pasang kaki pengunjung. Agak aneh memang, membuat pengunjung tertawa-tawa geli dan kegirangan. Sementara itu, ada sebuah “kolam karang” alami di sisi kiri pantai, tepat sebelum tebing. Banyak pengunjung yang bermain-main di situ, atau berfoto diri di atas bebatuan karang yang berserakan, seperti Halong Bay atau Raja Ampat versi mini.
Yang membuat gue senang adalah bahwa Pantai Indrayanti ini sudah sangat tertata. Di sepanjang jalanan pantai, berdiri warung-warung makan, cafe, bahkan penginapan untuk pengunjung. Pengunjung hilir mudik di sepanjang jalanan, di sisi deretan kendaraan pribadi yang teronggok di tepi jalan. Suasana ini seperti suasana pantai di Batu Karas atau di Bali. Andai saja semua pantai di Yogyakarta dikelola dengan rapi dan terkonsep seperti ini.
Kalau gue perhatikan, pengunjung di pantai-pantai Yogyakarta itu cenderung sopan. Semuanya berpakaian lengkap atas bawah, hanya satu-dua pemuda yang berani bertelanjang dada. Padahal, di Jawa Barat saja, rata-rata pengunjung pria bertelanjang dada dan pengunjung wanitanya memakai kaos / tank top dengan hot pants. Sayang ya, jadi nggak ada pemandangan tambahan deh #eh.
Selain itu, gue juga menyayangkan kurangnya fasilitas transportasi umum yang disediakan pemerintah untuk memudahkan akses ke pantai-pantai indah Gunung Kidul ini. Akhirnya, nyaris nggak ada turis asing yang nongol di sini, hampir semuanya turis lokal yang kadang membuang sampah seenaknya dan nggak berani buka-bukaan. Turis asing bakal seneng banget dengan pantai pasir putih kayak gini, dan mereka lebih beradab sebagai wisatawan. Coba saja ada Trans Jogja atau monorel dengan rute dari kota menuju kawasan terintegrasi pantai karst Pegunungan Sewu ini. That would be amazing! Soalnya, turis mancanegara di Jogja itu ke mana-mana naik Trans Jogja.
Waktu bergulir, hingga sang surya mulai memiliki warna keemasan. Perlahan, warnanya beralih menjadi warna kemerahan, semakin menghilang di balik perbukitan karst. Matahari beranjak pulang, kembali ke peraduannya yang tersembunyi dari bumi.
Tak lama, kami berdua bergegas pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30. Sayangnya nggak cuma kami yang berpikiran sama, namun juga ribuan pengunjung pantai Gunung Kidul lainnya. Kami bergerak tersendat sepanjang jalanan, berduyun-duyun ingin menghabiskan malam minggu di kota setelah seharian basah-basahan di pantai. Joko melaju dengan gesit, meliuk-liuk mencari celah kosong. Tak jarang dia melesat di jalur yang berlawanan arah, berjuang sampai di kota tanpa harus merasakan macet.
Kami melalui Bukit Bintang, alternatif tempat menghabiskan malam minggu dari atas Pegunungan Sewu. Banyak warung makan berjajar di sepanjang jalan, penuh dengan anak-anak muda yang ramai bercengkerama sambil menikmati panorama gemerlap lampu-lampu Jogjakarta dari atas. Sayangnya kamera gue nggak bisa mengabadikan keindahan Bukit Bintang dengan baik, jadi lebih baik nggak usah gue post daripada cuma bikin malu #pffft
Jadi, sodara-sodara, kalau mau menikmati keindahan pantai Yogyakarta, silakan bergerak menuju kawasan pantai karst Pegunungan Sewu ini. Ada banyak pilihan. Pantai Sundak berada tepat di samping Pantai Indrayanti, lalu Pantai Krakal, Pantai Kukup, Pantai Drini, Pantai Selili, dan Pantai Baron. Di sisi yang lain, ada Pantai Wedi Ombo, Pantai Piyung, Pantai Sadeng, Pantai Sepanjang, dan Pantai Ngobaran juga Ngrenehan yang cantik dengan pura-pura Hindunya. Di kesempatan mendatang, mudah-mudahan gue bisa ke Ngobaran ya.
Terima kasih, bro Joko. Cheers! 😀
Disana pantai di kelola dengan apik ya, fasilitas juga oke… coba disini pantai bisa dikelola profesional begitu….
Maksudnya “di sini” di mana, bang? Jawa Barat? #eh
rame banget yah pantainya…
Betul. Rame bingits!
itu pantai yang persis di balik bukit pok tunggal,
jauh lebih sepi dari pantai Indrayanti dan pok tunggal 😀
komennya kepotong
di balik bukit itu pantai goa watulawang
Ah iya. Makasih infonya, bang. Iya emang masih sepi bgt tuh.
saya kemarin hanya nikmati cavetubing, belum sempat main ke pantai padahal sudah dekat banget. “kata driver yang mengantar”
persoalan waktu yang singkat, lain kali mau eksplore pantainya
Nggak rugi kok eksplor pantainya 🙂
Wah pantainya keren abis
Banget! Nggak kalah sama pantai2 Indonesia Timur
mantap gak kalah sama pantai di lombok hehehe
Iya dong X))
dari jogja kota perjalanan berapa lama ya ?
Bisa sampai 3 jam, mbak. Jauh soalnya.
jadi pengen ke pok tunggal,
hehehe
kalau ke indrayanti baru pertama kali pas malam tahun baru 2014 kemarin…
perjalannya cepet banget gan kurang lebih 2.5 jam(dari bundaran ugm) kalau malam hari…
Ayo ke sanaaa. Abisin dah itu pantai-pantai di jajaran itu 😀
Wah….,pantainya memang sangat keren mas……!
Pantai Jogja memang bagus2, kakak. Gak kalah sama Bali 🙂
[…] memang memiliki objek-objek wisata budaya, sejarah, kuliner, seni, dan sosial di dalam kotanya, Yogyakarta juga sudah memiliki moda transportasi yang cukup baik […]
perjalanan dari candi prambanan menuju pantai pok tunggal berapa lama ya maa.?? mau kesana ni
rombongan dari jombang naik mobil elf bisa kan mas
Sekitar 3-4 jam, mas. Bisa kok.
[…] Duet Maut Pantai Pok Tunggal dan Indrayanti […]
Kalau dari malioboro ke pantai indrayanti naik motor berapa jam, kak? Medan nya seperti apa? Mohon info nya.. Thanks
Sekitar 3 jam. Jalannya sudah bagus, beraspal, tapi naik turun dan berkelok.
Wah bagus banget Pantai Pok Tunggal. Bisa jadi tambahan nih kalau datang ke Pantai Indrayanti gan. 🙂 Thanks sudah share.
Pngen bgt k stu..
Berangkaaattt