SUPERTRIP #1 – SIKUNANG Part 7
Hal yang pertama gue sadari saat keluar dari MRT Esplanade adalah bahwa — stasiun MRT Esplanade ini tidak berada dalam satu gedung dengan Esplanade Theatre. Gawat! Gue keluar melalui Exit yang salah, yang malah mengarahkan gue menuju Suntec City. Gue melihat berkeliling mencari-cari bangunan Esplanade Theatre. Saat gue sudah menemukan bangunan berbentuk buah durian itu, gue bergegas berjalan cepat menujunya. Beberapa orang sedang berfoto-foto narsis dan alay di pelataran Esplanade Theatre, tapi Aska tidak ada di situ. Gue masuk ke dalam, Aska pun tidak ada.
Melipir ke Marina Bay sebentar untuk melihat pertunjukkan laser dari Marina Bay Sands Hotel setiap pukul 20.00, sebelum akhirnya kembali memeriksa Esplanade Theatre, masuk ke dalam stasiun MRT Esplanade melalui tunnel di depan gedung, melalui sebuah mal yang penuh dengan muda-mudi Singapura, hingga sampai di pintu masuk stasiun namun tak juga menemukan Aska di situ.
Gue keluar lagi, berdoa dalam hati agar dapat segera menemukan Aska gimana pun caranya. Anak orang, cewek orang, kalau sampai terjadi apa-apa sama dia — maka gue adalah oknum pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban. Puji Tuhan Alhamdulilah, gue berhasil menemukannya secara nggak sengaja dalam perjalanan mondar-mandir yang melelahkan itu *pukpuk kaki gue* *udah jalan puluhan kilometer dari pagi*
Kami bergegas pulang, meski waktu belum lepas dari pukul 20.00.
Kami terbangun agak kesiangan keesokan paginya. Usai packing dan sarapan dengan menu seadanya yang bisa dimanfaatkan dari hostel, kami bergerak menuju Bugis Street. Begitu tiba di stasiun MRT Bugis, kami menghampiri bagian Loket untuk membeli kartu Singapore Tourist Pass (STP) untuk 1 hari. Harganya 10 SGD — naik 2 SGD dari tarif sebelumnya — dengan deposit 10 SGD yang bisa didapatkan kembali saat kami mengembalikan kartu di stasiun mana pun. Kami membeli STP demi nama penghematan, setelah kemarin kami menghabiskan uang lebih dari 10 SGD untuk transportasi.
Setelah keluar dari jeratan stasiun MRT Bugis, kami menyeberang jalan dan masuk ke dalam pusat jajanan Bugis Street. Suasana di dalam seperti ITC, dengan kios-kios pedagang makanan, oleh-oleh, dan pakaian yang berjajar menghimpit jalan-jalan sempitnya. Best found di sini adalah aneka minuman jus segar dengan harga mulai dari 1.5 SGD. Patut dicoba, pals! Aska menghampiri sebuah kios yang menjajakan makanan-makanan impor dari Jepang dan membeli 4 bungkus Kitkat dengan varian rasa yang tidak bisa ditemukan di Indonesia. Dia meminjam 10 SGD dari gue karena dia mulai kehabisan dollar Singapura. Gue? Haram hukumnya belanja oleh-oleh di hari ketiga dari total 7 hari perjalanan.
Kami lalu menyeberang jalan kembali untuk masuk ke dalam Bugis Junction — sebuah mal yang berada satu gedung dengan stasiun MRT. Suasana di dalam agak sepi, namun interiornya terkesan elegan seperti mal-mal papan atas di Jakarta. Ada bagian yang berupa lorong-lorong di mana berbagai macam penjual menjajakan komoditi dagangannya dengan gerobak-gerobak unyu, diapit bangunan-bangunan tua bergaya klasik yang berwarna putih dan dipayungi lengkungan-lengkungan transparan. Setiap lorong memiliki spesifikasinya masing-masing, misalnya lorong gadget hub, lorong pakaian, dsb.
Dari Bugis Junction, kami berjalan menuju Arab Street yang memang terbilang masih berada di kawasan Bugis sehingga dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Trotoarnya memanjakan pejalan kaki banget, luas dengan pohon-pohon tinggi dan bangku-bangku umum yang berjajar di satu sisi. Kami berjalan di sepanjang Victoria Street, sebuah jalan di Singapura di mana untuk pertama kalinya gue melihat cukup banyak pengguna kendaraan sepeda motor, termasuk sepeda motor bebek 4 tak yang biasa gue lihat di Indonesia.
Sama seperti Chinatown dan Little India, di kawasan Arab Street pun penuh dengan bangunan-bangunan vintage penuh warna yang berjajar rapi di kedua sisi jalannya yang tak terlalu lebar. Sekilas tampak seperti Little India, karena gue banyak melihat wajah-wajah Tamil atau Arabik yang bergumul di balik setiap toko suvenir. Gue bahkan mendapati sebuah toko suvenir yang menjual pernak-pernik khas Indonesia, seperti kerajinan anyaman bambu, alat-alat musik tabuh, dan kerajinan yang lain. Kami berjalan menyusuri Arab Street, Kampong Glam, Baghdad Street, hingga Aliwal Street.
Rencana awal usai mengeksplor Bugis dan Arab Street ini adalah ke Henderson Waves — jembatan kayu artistik yang pengen banget gue sambangi. Tapi Aska tiba-tiba menanyakan Chinese Gardens. Lalu setelah berdiskusi sebentar, kami akhirnya memutuskan untuk mengunjungi Chinese Gardens lebih dulu dan baru kemudian mendatangi Henderson Waves. Itu karena Henderson Waves masih tetap bagus saat dikunjungi pada petang atau malam hari, sementara Chinese Gardens tidak. Kebetulan gue juga belum pernah ke Chinese Gardens, dan Chinese Gardens terbilang sebagai destinasi Singapura yang cenderung kurang populer di kalangan turis (apalagi turis Indonesia), jadi gue pun mau-mau aja ke situ.
Jadi aska ini ce orang yg kau bawa kabur ??? hmmmmmmmmmmm.
Kalo di kawasan bugis paling demen nongkrong di kedai2 nya kalo menjelang sore, nikmati roti prata atau nasi briyani dan segelas teh tarik sambil melihat hilir mudik orang lewat itu membahagiakan 🙂
Iya, mas. Hehehe. Sayang kemarin di Bugis nggak sempet kulineran 😦
Ah ini rupanya salah satu dari ulasan2nya. Nanti tentu akan menjadi referensi jika akan kembali ke Singapore. Trims ya 🙂 Selain ke taman dan nonton musikal, minggu lalu kami kebanyakan putar2 toko buku-toko buku independen yang koleksinya hebat sekali. Walau sayangnya buku2 di sana mahal2 betul.
Wah, aku malah nggak ke toko-toko buku kemarin. Maklum jalan sama temen.
Makasih sudah mampir 😀
[…] yang mau beli oleh-oleh, kamu bisa ubek-ubek itu Bugis Street, Chinatown Street Market, Little India, sama Lucky Plaza (di Orchard Road). Chinatown Street Market […]
[…] di Jakarta belum terjaga dan terpromosikan dengan baik. Tahu Kasturi Walk di Kuala Lumpur atau Bugis Street di Singapura? Nah, Pasar Baru (Passer Baroe) Jakarta sangat berpotensi untuk menjadi tujuan wisata […]
bugis street memang tempat belanja untuk oleh-oleh
informasi menarik terima kasih
[…] Singapura adalah kurangnya informasi jaringan bus Singapura. Halte-halte besar, seperti yang ada di Bugis Street dan Lucky Plaza, biasanya menyediakan peta rute yang cukup mudah dipahami. Setelah kamu menemukan […]
[…] yang ada untuk mencari tahu nomor bus menuju hostel dari Bugis. Kebetulan, ada halte besar di depan Bugis Street lengkap dengan peta dan daftar nomor bus yang […]
[…] belakang Central Market mengingatkan gue dengan Bugis Junction di Singapura, sebuah lorong yang dinaungi dengan kanopi transparan yang melengkung. Lorong ini menghubungkan […]
[…] Besoknya, kamu bisa berbelanja sekaligus menjelajah di kawasan Bugis Street. […]