SUPERTRIP #1 – SIKUNANG Part 19
Pada akhirnya, gue dan Aska akhirnya benar-benar memutuskan untuk jalan sendiri-sendiri *deep sigh*
Sementara dia masih menikmati istirahat sorenya di Serenity Hostel, gue udah melenggang keluar dan berjalan menuju Jalan Rajachulan. Tujuan gue sore hingga malam ini adalah semua objek populer di Kuala Lumpur. Pokoknya harus kekejar dalam setengah hari, karena besok rencananya gue mau eksplor Putrajaya sebelum bertolak ke KLIA2 Airport dan kembali ke Indonesia.
Dari Jalan Rajachulan, gue naik bas GOKL Purple Line (Laluan Ungu) menuju Central Market. Suasana bus sangat penuh sore itu. Baik warga lokal maupun pelancong, semuanya ingin menikmati fasilitas bus gratis tersebut. Purple Line ini juga melalui Kuala Lumpur City Center (KLCC) dan Menara Kembar Petronas lho. Tulisan selengkapnya akan gue bahas di tulisan terpisah yang khusus membahas semua jenis moda transportasi publik di Kuala Lumpur.
Central Market adalah pusat perbelanjaan suvenir di Kuala Lumpur. Ada berbagai macam oleh-oleh yang diperdagangkan di dalam bangunan tua ini, seperti: kaos, gantungan kunci, magnet kulkas, makanan-makanan ringan, dan miniatur ikonik Kuala Lumpur (misalnya, Menara Kembar Petronas). Mau cari komoditi-komoditi dari negara lain juga ada kok di sini. Ada beberapa lorong di dalam Central Market yang memiliki tema sendiri-sendiri, seperti Lorong Melayu (Malay Street), Lorong Cina (Straits Chinese), dan Lorong India. Yang bikin gue rada nyesek, ada banyak benda-benda khas Indonesia yang ada di dalam Lorong Melayu.
Nah, meski embel-embelnya adalah “market” alias pasar, tapi jangan bayangkan Central Market Kuala Lumpur ini seperti pasar-pasar tradisional yang biasa kamu temui di Indonesia. Suasana Central Market Kuala Lumpur yang sudah berdiri sejak 1888 ini jauh dari kesan sumpek, semrawut, panas, dan bentuk-bentuk ketidaknyamanan lainnya. Tempat ini bersih, rapi, teratur, dan sejuk karena difasilitasi dengan AC. Lantainya dilapisi dengan keramik bermotif, dengan lampu-lampu gantungnya yang berpendar keemasan. Menurut gue nggak ada terlalu banyak pengunjung. Urusan harga, kayaknya emang agak mahal, tempat ini agak eksklusif sih. Kamu bisa dapet harga lebih murah di Chinatown atau Bukit Bintang.
Ada foodcourt alias medan selera di lantai paling atas dengan menu yang cukup beragam. Beberapa di antaranya malah menyediakan makanan khas Indonesia. Gue sih nggak makan, cuma foto-foto doang, hehe.
Bagian belakang Central Market mengingatkan gue dengan Bugis Junction di Singapura, sebuah lorong yang dinaungi dengan kanopi transparan yang melengkung. Lorong ini menghubungkan Central Market dengan Kasturi Walk.
Kasturi Walk terletak persis di samping Central Market. Ini adalah sebuah jalan selebar sekitar 4 atau 5 meter yang difungsikan sebagai tempat berjualan. Pintu masuknya unik, mengambil bentuk layang-layang Malaysia. Nggak usah takut kehujanan atau kepanasan, karena ada atap melengkung transparan yang menaungi Kasturi Walk. Selain benda-benda suvenir seperti gantungan kunci dan kaos-kaos, di sini juga dijual makanan-makanan ringan ala pinggir jalan. Gue nggak beli, hanya mampu menatapnya sambil menelan ludah sendiri #pffft
Dari Kasturi Walk ini, gue membeli serenteng gantungan kunci seharga 15 RM. Isinya ada 6 gantungan kunci yang juga bisa difungsikan sebagai pemotong kuku. Iya, gue cuma beli satu renteng aja. Satu aja cukuplah #TravelerKere. Sementara dari Central Market, gue membeli sebungkus besar Teh Tarik seharga 18 RM dan sepaket Beryl’s Chocolate seharga 12.9 RM. Agak susah untuk menemukan makanan khas Malaysia yang bisa dijadikan oleh-oleh, karena banyak yang juga dijual di Indonesia. Gue sengaja beli Beryl’s Chocolate, karena produk cokelat ini adalah produk cokelat khas Malaysia. Kayak Brownies-nya Bandung gitu deh.
Keluar dari Central Market, gue sempet berdiri kebingungan selama beberapa saat, bingung mau ke mana dulu. Namun kemudian gue melihat sebuah bangunan bergaya klasik di sebelah kanan jauh sana. Penasaran, gue pun berjalan menuju bangunan itu. Kali-kali aja itu Dataran Merdeka atau objek populer lainnya. Karena gue sama sekali nggak bawa peta (petanya punya Aska), jadi gue hanya bisa berjalan tak tentu arah mengikuti ke mana kaki melangkah. Tapi ini malah seru! Benar-benar sebuah petualangan dan penjelajahan!
Gue berjalan menyusuri Jalan Sultan Hishamuddin, melalui Sungai Klang dengan tepiannya yang dipoles street art. Gue pun tiba di bangunan tua yang tadi menarik perhatian. Rupanya bangunan itu adalah gedung Stesen Keretapi Kuala Lumpur atau Kuala Lumpur Railway Station — bukan Kuala Lumpur Sentral lho ya, itu beda lagi. Sempet kehilangan arah mencari bangunan itu, lalu gue akhirnya sadar bahwa gue ternyata udah berdiri di depannya #pffft. Maklum, gedungnya panjang banget, sampai gue susah menemukan titik yang pas untuk mengabadikannya dalam kamera. Jadi gue cuma bisa foto sepotong-sepotong gini deh.
Bangunan Stesen Keretapi Kuala Lumpur ini rampung dibuat pada tahun 1910 berkat rancangan Arthur B. Hubback. Hubback memilih gaya Neo Moorish / Mughal / Indo-Saracenic, yang juga digunakan untuk merancang bangunan-bangunan lain seperti Sultan Abdul Samad Building dan Masjid Jamek. Saat ini, fungsinya hanya sebagai stasiun transit untuk kereta api jarak dekat, misalnya KTM Komuter. Kereta api jarak jauh tidak lagi berhenti di sini. Mirip sama Stasiun Jakarta Kota kalau gue pikir.
Berjalan mengitari Stesen hingga mencapai sisi yang lain, gue menemukan sebuah bangunan tua lain yang berdiri anggun di seberang Stesen. Bangunan itu adalah KTM (Keretapi Tanah Melayu) Headquarters atau Bangunan KTM Berhad — kantor pusat KTM. Identitasnya tersebut mudah dikenali dengan adanya logo KTM yang bertengger di bagian atas-tengah, di bawah kubah utamanya. Sama seperti Stesen Keretapi Kuala Lumpur, Bangunan KTM Berhad ini pun dibangun dengan gaya Mughal oleh rancangan Hubback.
The white Stesen Keretapi Kuala Lumpur and the grey Bangunan KTM Berhad (source: arkib.gov.my)
Gue kemudian menyeberang melalui sebuah tunnel yang ada di depan Stesen Keretapi Api Kuala Lumpur. Sesaat kemudian gue sudah sampai di bagian belakang Bangunan KTM Berhad, di tepi Jalan Perdana, berdiri di depan Masjid Negara Malaysia.
Masjid Negara Malaysia selesai dibangun pada tahun 1965, buah karya dari seorang arsitek lokal bernama Dato’ Baharuddin Kassim. Masjid ini memiliki desain arsitektur yang unik dan modern, nggak kayak desain masjid yang biasa gue lihat. Misalnya saja bentuk kubahnya. Alih-alih berbentuk setengah bulatan dengan ujungnya yang meruncing, kubah Masjid Negara Malaysia ini berbentuk seperti sebuah payung terbuka yang melambangkan kesetiaan kepada kerajaan *cieee* *eh*
Masjid yang konon dapat menampung 15.000 jemaah ini memiliki luas total 13.000 hektar dengan luas bangunan utamanya mencapai 3.000 hektare. Minaretnya sendiri menjulang setinggi 73 meter. Berkebalikan dengan atap utamanya, minaret Masjid Negara Malaysia ini berbentuk menyerupai payung yang tertutup. Hmmm, totally unique!
Masjid Negara Malaysia memiliki pelataran yang luas dan bersih dengan beberapa pohon-pohonan. Dari pelataran, gue bisa melihat panorama gedung-gedung tinggi Kuala Lumpur yang siap berpendar di penghujung sore ini. Gue membeli segelas Air Mata Kucing yang hanya seharga 1 RM dari sebuah penjual keliling lalu menikmatinya sambil duduk bersantai di pelataran masjid. Rasanya sih, ala kadarnya, tapi lumayan lah buat pelepas dahaga.
Rintik gerimis yang kemudian turun membuat gue cepat-cepat masuk ke dalam masjid dan bernaung di bagian teras. Hujan deras turun mengguyur Kuala Lumpur, membawa angin yang bertiup agak kencang hingga membuat lantai teras pun ikut basah. Gue beringsut naik di atas tangga untuk mencari tempat bernaung yang lebih baik, tapi ternyata sama saja. Dengan dibantu kekuatan angin, percik-percik air hujan menerabas ganas melalui celah-celah pagar yang terbuka hingga tangga pun akhirnya basah kuyup olehnya.
Sambil menunggu hujan reda, gue hanya memperhatikan sepasang satpam dan seorang makcik yang bercengkerama di pos jaga. Dua orang gadis Melayu berlarian masuk ke dalam masjid, sia-sia menaungi kepalanya dengan kedua punggung tangannya karena toh basah juga. Gue berjalan dengan hati-hati melalui selasar masjid yang licin untuk mencari tempat berteduh yang lebih aman. Akhirnya gue terduduk di dekat tempat wudhu. Sebentar kemudian, hujan pun mulai berangsur reda. Seorang petugas kebersihan datang dan mulai membersihkan lantai selasar Masjid dari genangan air.
Gue beranjak bangkit dan bergegas keluar dari masjid. Kalau sesuai petunjuk mbak-mbak penjual Air Mata Kucing (yang kayaknya orang Indonesia) tadi, gue harus berbelok ke kiri untuk menuju ke Dataran Merdeka. Tapi karena gue penasaran, gue malah mengambil arah kanan. Lagipula mungkin ini jalan memutar, pikir gue sotoy.
Trotoar di sekeliling Masjid Negara ini asyik banget. Luas, bersih, tenang, dan teduh. Gue berjalan melalui Stasiun Televisi Al-Hijrah, Muzium Kesenian Islam Malaysia, dan Taman Tasik Perdana (Lake Gardens). Tertarik dengan museumnya, gue coba menghampiri pintu masuk untuk mengetahui apakah masih beroperasi atau tidak. Ternyata enggak sih. It’s okay wae, mas. Aku ra popo, aku ra popo. Yang penting gue udah tahu di mana Lake Gardens dan Muzium Kesenian Islam Malaysia. Lake Gardens sebenarnya masuk daftar itinerari, tapi sayang nggak bisa dijabanin karena keterbatasan waktu dan tempat.
Langkah demi langkah gue ambil menyusuri Jalan Perdana yang tak terlalu lebar, lengang, menurun, dan masih basah oleh hujan. Errr, jalannya nggak memutar, karena malah berbelok ke kiri. Gue memutuskan untuk berbalik arah dan mengikuti petunjuk mbak-mbak tadi. Yah, seenggaknya, gue udah tahu di mana Lake Gardens itu *positive thinking*
hotel majestic juga keren letaknya ga jauh dari ktm berhad, yg bikin salut bangunan tuanya tetep eksis walaupun byk bangunan baru disekitarnya
Oh iya. Sempet denger juga tuh. Jadi terkesan anggun ya. Masih difungsikan dan dirawat dengan baik. Apalagi style-nya juga beda dari yg ada di negara2 lain di Asia Tenggara.
Ke sini pas transit pulang dari nepal …. Tadinya nggak pengen ke malasyia tapi lihat bangunan jadi ketagihan…. Bakal balik lagi ke sini
Iya. Di Kuala Lumpur juga ada banyak bangunan tua yg gede-gede. Rata2 bergaya Moorish / Mughal. Tunggu cerita di Dataran Merdeka ya 🙂
Dah lama banget ngak balik ke KL, jadi kangen kuliner nya haha
Bentar lagi gue bahas kulinernya, mas. Hehe. Pernah tinggal di KL?
[…] mau belanja oleh-oleh, kamu bisa mampir ke Central Market (Pasar Seni), Chinatown, dan Bukit Bintang. Harga di Central Market nggak terlalu murah, masih […]
[…] wisata di Jakarta belum terjaga dan terpromosikan dengan baik. Tahu Kasturi Walk di Kuala Lumpur atau Bugis Street di Singapura? Nah, Pasar Baru (Passer Baroe) Jakarta sangat […]
[…] Baca Juga: Mengagumi Bangunan-Bangunan Tua di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur […]
[…] Stesen Masjid Jamek, atau dengan KTM Komuter di Stasiun Kuala Lumpur, lalu jalan kaki menuju arah Masjid Negara. Taman Botani Perdana ada di dekat masjid. Jarak dari stasiun memang agak jauh, jadi siapkan […]