SUPERTRIP #1 – SIKUNANG Part 23 (Habis)
Aku tidak berlama-lama di Batu Caves karena masih ingin ke Putrajaya sementara hari sudah beranjak siang. Pesawat akan lepas landas pada pukul 15.15. Buru-buru ke KL Sentral dengan KTM Komuter (2 RM), lalu berpindah ke peron KLIA Transit dan membeli tiket ke Putrajaya. Seperti saat membeli tiket KTM Komuter, tiket KLIA Transit aku beli dari loket, tidak dari mesin. Petugas loket lalu memberikan sebuah kartu untuk di-tap di entry atau exit gate.
KTM Komuter yang aku naiki dari Batu Caves ke KL Sentral memiliki desain dan interior yang lebih elegan. Mungkin armada baru. Warna putih mengguyur seluruh dinding gerbong bagian dalam. Kursinya tetap empuk, namun dalam posisi berderet 2-2 ke belakang seperti kereta api kelas bisnis atau eksekutif di Indonesia. Sayang, AC-nya keterlaluan dingin! Brrr.
Nah, armada KLIA Transit ini juga memiliki kesan mewah dan elegan seperti itu. Dinding bagian luar dan dalamnya berwarna putih. Moncong lokomotif memiliki bentuk peluru, namun tidak selonjong kereta Shinkansen di Jepang atau Maglev di Shanghai. Lantai gerbong dilapisi karpet yang empuk, menambah kesan mewah di dalam gerbong selain kursi dan pencahayaannya.
Namun kereta KLIA Transit ini tidak memiliki kecepatan seperti yang aku kira. Memang lebih cepat dari KTM Komuter. Nggak tahu deh kalau KLIA Ekspres, mungkin baru benar-benar cepat. Setelah sebelumnya transit di Stesen Bandar Tasik Selatan (dekat Terminal Bersepadu Selatan), kereta akhirnya berhenti di Putrajaya Sentral. Dengan sotoy-nya, aku berpikir bahwa stesen ini berada di tengah kota. Aku bisa berjalan kaki dari stesen mengunjungi bangunan-bangunan apapun yang bisa dijangkau.
Tapi ternyata aku salah.
Stesen Putrajaya Sentral ini terletak jauh dari pusat kota. Untuk mencapai pusat kota, aku harus naik bus Nadi Putra yang saat itu hanya berdiam diri di terminal, tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan. Ternyata memang harus meluangkan waktu setidaknya setengah hari untuk menjelajah Putrajaya. Dengan hati dongkol, aku berjalan kembali ke dalam peron dan mengambil KLIA Transit berikutnya menuju Bandara KLIA2.
Dan ternyata keretanya lama. Zzzz.
Masih ada waktu beberapa puluh menit sebelum boarding gate ditutup saat aku tiba di Bandara KLIA2. Karena aku belum makan siang, aku membeli makan dahulu di Marry Brown — tempat makan murah pertama yang aku temukan di bandara. Aku tak punya banyak waktu untuk berkeliling bandara dan menemukan alternatif tempat makan murah sebanyak mungkin.
Marry Brown ini sejenis gerai makan cepat saji dengan ayam sebagai menu utamanya, satu konsep dengan KFC atau Wendy’s. Karena Marry Brown juga cukup ramai, maka aku juga harus membuang waktu beberapa menit dulu untuk mengantre. Saat tiba saatnya aku berhadapan dengan petugas Marry Brown, aku hanya sanggup memesan seporsi Chicken Porridge (bubur ayam) karena itu adalah menu termurah yang ditawarkan. Harganya 9 RM. Porsinya banyak dan masih panas, padahal aku adalah tipikal pemamah biak yang menghabiskan banyak waktu untuk makan.
Selesai makan, aku buru-buru berlari ke Immigration sebelum melanjutkan ke Ruang Tunggu. Antrian di Immigration tidak banyak memakan waktu karena proses imigrasinya sudah lebih cepat. Yang membuat lama itu adalah — saat harus berjalan kaki menuju Ruang Tunggu! Jangan kira bahwa Ruang Tunggu berada tepat di balik Bagian Immigration. Salah. Aku masih harus berlari-lari kecil sejauh 1 km – 2 km melalui gerai demi gerai sebelum akhirnya tiba di Ruang Tunggu dengan jantung berdegup cepat.
Calon-calon penumpang sudah menempati kursi-kursi panjang yang berbaris rapi di Ruang Tunggu. Aku melihat Aska sudah duduk manis di antara calon penumpang yang lain. Topi bertanduknya yang berwarna merah muda itu sangat mudah dikenali. Aku hanya tersenyum, entah sudah berapa lama dia di sini. Aku pun duduk di salah satu kursi kosong yang tersisa di antara mbak-mbak berbahasa Jawa.
Penerbangan kali ini tepat waktu, tidak seperti saat keberangkatan kemarin yang terlambat satu jam. Calon-calon penumpang berduyun-duyun masuk ke dalam pesawat lalu menempati kursinya masing-masing. Aska duduk di belakangku. Kami sempat berinteraksi ketika ada seorang bapak-bapak yang meminta untuk berpindah tempat duduk sehingga bisa duduk bersama istri dan anak laki-lakinya yang masih kecil.
Karena kali ini aku duduk tepat di samping jendela, aku bisa menikmati panorama samudera awan yang terbentang indah di bawah badan pesawat. Tak lama setelah aku mengabadikan keindahan tersebut dalam kamera smartphone, awan kemudian tersibak, digantikan dengan pemandangan Yogyakarta yang tampak bagai permadani hijau raksasa. Pesawat mendarat dengan sukses di Bandara Internasional Adi Sutjipto yang ukurannya tak seberapa itu. Menariknya, ada beberapa burung bangau (?) yang beterbangan di sekitar landasan sehingga menjadi hiburan tersendiri.
Para penumpang serentak turun dari pesawat, lalu berjalan menuju gedung bandara yang mungil. Beberapa di antaranya menyempatkan diri untuk memfoto dan berfoto dengan Pesawat Air Asia yang telah mengantar kami tiba di sini. Kami kemudian berdesakan di Ruang Imigrasi yang sempit. Terlebih dulu mengisi Form Deklarasi Kastam untuk memastikan kami tidak membawa benda-benda terlarang seperti narkoba dan minuman keras. Aku melihat Aska berada beberapa meter di depanku, terhalang oleh kerumunan massa.
Aku mengisi form dengan cepat dan menyerahkannya kepada petugas. Sukses keluar dari ruang yang sempit dan menghirup udara segar dengan leluasa. Aska sudah hilang entah ke mana. Sepertinya dia sudah buru-buru pulang tanpa repot-repot bertegur sapa denganku lebih dulu. Mengesampingkan beberapa insiden tidak menyenangkan yang terjadi di antara kami berdua pada beberapa hari terakhir, setidaknya aku sudah berusaha sebaik mungkin menjadi teman perjalanannya selama seminggu ini.
Aku yang memesan tempat penginapan sehingga kami sudah memiliki kepastian tempat berteduh dalam perjalanan ini. Aku yang bertanya kepada petugas Bandara KLIA2 sehingga kami bisa menemukan bus dari KLIA2 menuju Kuala Lumpur. Aku yang memesan tiket KTM sehingga kami bisa tiba di Singapura keesokan harinya. Aku yang sudah membimbing langkahnya dari Woodlands menuju pusat kota Singapura, lalu sebaliknya, dari Woodlands menuju Johor Bahru sehingga dia tidak tersesat atau melewatkan proses imigrasi. Aku yang selalu membeli tiket di vending machine MRT dan membimbingnya ke peron yang tepat (dia pernah hampir salah masuk peron, kalau aku tidak buru-buru memberitahu). Aku yang menghampiri setiap loket di Terminal Larkin, di Puduraya Sentral, dan di Terminal Butterworth, sehingga kami memperoleh tiket bus yang diinginkan. Aku yang sudah dua kali meminjamkan uang dollar dan ringgit-ku, sehingga dia bisa membeli oleh-oleh dengan leluasa. Oh, dan sebenarnya saat dia meminjam uang untuk yang kedua kalinya, sebenarnya uang ringgit-ku sendiri sudah menipis dan akan kupakai untuk membeli oleh-oleh. Akhirnya aku pergi ke money changer yang banyak terdapat di kawasan Bukit Bintang, Kuala Lumpur.
Dengan semua apa yang sudah kulakukan itu, apakah berlebihan jika aku mengharap sepenggal ucapan, “Terima kasih”? atau “Sampai ketemu lagi ya”? atau “Maaf ya sudah merepotkan?” Jika tak sempat mengucapkan langsung, diucapkan dengan Whatsapp atau Twitter pun tak masalah. Apa dia sudah melupakan itu semua?
Aku berjalan menuju halte Trans Jogja dengan pikiran berkecamuk. Ini jelas bukan sebuah perjalanan yang aku impikan. Yang mengharap kenangan manis di negeri seberang bagai film Hello Stranger. Yang mengharap canda dan cerita dari sang teman perjalanan. Yang mengharap hubungan yang lebih baik setelah kami berdua mengalami konflik, seperti yang terjadi dengan teman perjalananku yang sebelumnya (di mana kami kemudian malah saling berkawan karib).
Kemudian, selang beberapa hari setelah perjalanan ini berakhir, aku mendapati Aska mengganti nomor Whatsapp-nya, unfriend aku di Facebook, dan unfollow aku di Twitter. Tadinya aku sudah berpikir positif, mungkin Aska bukannya tidak suka denganku, namun dia hanya sedang kesal atau capek (fisik dan juga hati), sehingga membuatnya bungkam. Entahlah, wanita masih menjadi misteri bagiku.
Aku hanya berharap, ketika esok aku masih diberi kesempatan untuk dipertemukan dengan teman perjalanan yang baru, aku boleh memperoleh seorang teman perjalanan yang lebih seirama. Yang sudah terbiasa berjalan kaki jauh sambil membawa ransel 60L. Yang mampu menikmati setiap proses sebuah perjalanan, termasuk saat tersesat atau kebingungan. Yang memiliki minat yang sama denganku — tata kota, bangunan, sosial-budaya, kuliner, bahkan transportasi. Yang memiliki hasrat menjelajah sepertiku, tetap antusias bertualang di tempat baru meski lapar, capek, dan kantuk menyergap.
Yang mampu menjadi rekan perjalanan yang sesungguhnya…
Is it you?
mantab
ada kelegaaan ketika bisa menuntaskan kisah perjalanan…. *
Yak! Saatnya move on ke cerita perjalanan yg lain. E tapi aku masih mau bahas budget sama transportasi di sana 😐
Ayo traveling bareeeeeeeng… :)))))
Ayok! Ke mana? Kapan? Eh tapi kalo jarak jauh paling baru bisa tahun depan sih 😐
Aku rencananya ke Malang Oktober nanti. 😀
Hari apa, bang?
Nah kalau harinya belum aku pastiin. Pengennya sih dari tanggal 15 s/d 22 Oktober.
Errr, itu seminggu yaaa hahaha. Baiklah, nanti kabar-kabari lagi ya. Kalau dana udah cukup (maklum, ini baru mulai kerja lagi) gue ikut deh hehe. Meski hanya hari Sabtu dan Minggunya 😀
That’s okay. Semoga nanti bisa singgah di Jogja juga. 😀
Siaaappp! Monggo pinarak Jogja 😀
perih lho diunfriend dan diblocked oleh seseorang setelah semua yg kita lakukan
tetap bersyukur, setiap proses ada hikmahnya meski awalnya mungkin sakit. sakitnya di sini kk … *tunjuk perut lapar*
btw april lalu aku naik ktm yg turun dari batu cave koq dpt yg reot ya? 😉
Aku harap saat nanti ketemu orangnya, tetep bisa ngobrol dan klarifikasi. Hehe.
Nah, pas berangkat aku juga dapet yg kereta lama. Pas pulang dapet kereta baru hehe.
mungkin setelah baca tulisan kamu jadi mikir dan mendapat pencerahan
perjalanan itu mengajarkan banyak hal, sifat asli seseorang akan keluar 😉
sampai jumpa hari sabtu
Tepat! Ada pepatah yg mengatakan hal itu: kalau ingin mengenal seseorang, bepergianlah dengannya.
Ja matta ne 🙂
Senang Sekali bisa dapat teman ya… Tapi btw… kapan Indonesia Punya sarana transportasi kereta yang beginian ya…
Salam Kenal…
Haha. Dapat musuh malah. Ketahuan nih nggak dibaca baik-baik :D. Kalau lancar, 2017 Jakarta bakal punya MRT. Kalau lancar.
Ayo main2 ke Maluku kak, saya bisa jadi teman perjalanan yang baik di hari sabtu dan minggu. hehehe. 😀
Ciyus, kak? Aku lagi pengen Indonesia Timur emang. Kakak Malukunya di mana?
… dan jadilah yang terkuat, yang tak lagi menuntut tentang kriteria kawan perjalanan, karena bisa jadi peranmu-lah, menjadikan dia atau mereka seorang traveler sejati… 🙂 … karena hahaha… jarang ada yang traktir guru kalo murid udah lulus ujian 😀
Wih, bijak bgt, kak. Semoga nanti bisa jadi guru pejalan yg lebih sabar ya, kak 🙂
Btw, gue kok nggak ngerti maksud kalimat terakhir 😐
ya maksud gw samalah dengan yang diatasnya, biasanya kan kalo udah lulus, yang diinget malah temen-temen… guru jarang masuk pikiran hahaha…
Iya ya. Pas udah kelar ngetrip, yg diinget cuma keluarga sama pacarnya 😦
tlg bantu informasi ya brooo
akhirnya selesai baca kisah panjang perjalananmu, hehhe. sekaligus cari info sih, thanks for sharing. salam kenal ya mas 🙂 komen buat tema seperjalanannya, ehm, si aska ga baca blogmu ini kah? mungkin juga karena masnya tdk bertanya sejak dia awal menghilang, jd badmoodnya berlanjut. sudah baikkan kah sekarang? *kok jadi kepo* hehhehe
Wihhh. Makasih ya sudah mau baca 😀
Belum baikan. Belum ketemu lagi. Gimana mau ketemu, semua kontak dia hilang 😀
wah akhirnya selesai juga baca trip Sikunangnya Mas,
berhubung aku mau ke Malaysia besok, mayan lah buat referensi hehe.
btw ada rencana ke negara ASEAN selain Malaysia, Singapore, Thailand Mas?
boleh dong travelling bareng, soalnya nyari travelmate ke negara ASEAN selain 3 di atas agak susah, kurang populer sepertinya 😦
Halo, Dicky. Makasih banget lho ya udah mau repot-repot drama perjalanan nggak penting itu, hahaha.
Oktober gue mau ke Thailand, terus lanjut Kamboja dan Vietnam. Hampir semua negara ASEAN gue pengen, kecuali Laos. Tahun depan target Filipina, Brunei, dan Myanmar.
wah boleh join Mas? kalau boleh mau dong jadwalnya, biar bisa intip2 harga tiket tanggal segitu :p
Boleh aja, bro.
3 Okt sore gue terbang dari BDO ke KUL, terus transit di sana semalam. Besok paginya terbang ke DMK.
4-6 Okt Bangkok
7-8 Siem Reap
9-10 Ho Chi Minh City
11 pagi pulang ke CGK
Kalau serius tukeran CP di email aja, bro.
Aska emang bukan rekan backpacker yang baik, kalo dia unfriend ga ada ruginya ga kenal lagi sama orang kayak gitu
Hahaha. Yah, selalu lebih baik untuk saling menjaga hubungan 🙂
yaampun ternyata se-baper itu yaaa….sampe udah gak mau temenan lagi
yasudahlah jangan sedih, masih banyak travelmate lain yang lebih asique diajak jalan…yang rugi malah dia sih menurutku
Iya aku juga kaget sih sampai segitunya. Bener katamu, wanita itu misteri..
buseeet sampe di unfriends mas bro… kacau bener tuh orang…
gue juga pernah kok kejadian seperti itu tapi alhamdulilahnya saat ini masih berteman juga walaupun sekarang tahu dia orangnya gimana gitu.. hahaa
Haha, iya begitulah. Sedih sih, tapi ini jadi pelajaran buat memilih travelmate berikutnya 😀
bener banget tuh 😀😁
semoga dalam perjalanan-perjalanan berikutnya tidak bersama Aska-Aska yang lainnya.
hehe amiiinnn, makasih mas
Aku menyelesaikan baca tulisan ini pas Gita Gutawa menyebutkan lirik, “karena aku kini belum dewasaaa…” 😀
Gak salah kok kalau mengharapkan sekadar ucapan terima kasih. Sedih ya, kita udah berbuat yang terbaik tapi “imbalannya” diblok, unfriend dan unfollow. Semoga dia segera dewasa 😀
Amin amin, semoga kita sama-sama semakin dewasa. Lagunya cocok banget ya, wkwkwk
Haha bisa ngepas gitu 😀