Maklum, namanya juga mainstream budget flashpacker yang mandiri swadaya swasembada. Jadi begitu ada destinasi baru yang booming, ya gue segera terpanggil untuk mengunjunginya. Kali ini, panggilan itu datang dari Kabupaten Bandung Barat, tepatnya dari Padalarang. Sebuah objek wisata baru bernama Stone Garden mengusik rasa ingin tahu gue.
Eh, ya nggak baru-baru amat sik, wong mbak Indri Juwono Pati udah pernah ke sana dua tahun lalu. Tapi memang saat itu masih sepi.
Dari blog-nya kang @ridwanderful, terbukalah mata kami akan bagaimana cara menuju ke sana. Gue dan Sony berangkat dari kost di daerah Babakan Jeruk, Pasteur, sekitar jam 08.00 pagi berbekalkan sebuah sepeda motor dan 2 ponsel kekinian. Kami menuju Padalarang melalui Jalan Gunung Batu, lalu Cimindi, Cimahi, hingga bablas terus sampai Kota Baru Parahyangan.
Nah, sebenarnya di tengah jalan kami sempat mengubah keputusan, menetapkan tujuan ke Curug Malela. Kayaknya sih Sony lebih tertarik ke tempat itu. Namun setelah sekian puluh menit muter-muter nggak jelas di Kota Baru Parahyangan kayak jomblo nyari pacar tapi nggak dapet-dapet, akhirnya Sony menyerah dan manut dengan saran gue untuk ke Stone Garden.
Dari Kota Baru Parahyangan, kami berjalan terus menuju arah Cianjur melalui jalanan yang sempit, macet, dan berliku. Patokan kami adalah pusat oleh-oleh “Unyil” di kiri jalan dan jalanan berliku-liku. Nah, lepas dari jalanan berliku-liku, bukit batu nan gagah itu sudah tampak dari kejauhan, berdiri membayangi di balik jurang. Di sebelah kanan, akan ada jalan masuk menuju Stone Garden. Namun karena itu sepertinya bukan jalan masuk resmi, kami masih terus berjalan hingga beberapa meter ke depan. Ada jalan masuk lain yang tampak lebih meyakinkan dengan lengkungan gapura berwarna hitam berbunyi, “Objek Wisata Guha Pawon.” Iya, kata kang Ridwan, Stone Garden ini ada di atas Guha Pawon.
Kami berjalan masuk ke dalam jalan kecil itu. Khas jalanan desa pegunungan, kondisi jalan sempit, berliku, dan naik turun, namun untungnya sudah diaspal mulus. Tengoklah di sisi kiri, dan nikmati hamparan persawahan warga yang ditanam di bawah kaki gunung. Menemui persimpangan, kami berbelok ke kanan, lalu sampailah kami di objek wisata Guha Pawon.
Tiket masuk ke Guha Pawon adalah Rp 5.000,00 / orang, belum termasuk biaya parkir. Objek wisata tampak ramai di hari Sabtu itu. Rupanya ada rombongan anak-anak sekolah yang sedang ber-studiwisata.
Menuju Goa Pawon, kami berjalan disambut dengan kawanan kera-kera yang berkeliaran di sepanjang jalan. Mereka memperhatikan kami dari jarak aman, beberapa lainnya sibuk berayun-ayun, atau kejar-kejaran, atau saling membersihkan kutu. Hati-hati, jangan terlalu dekat dengan mereka, terutama dengan induk yang sedang membawa anaknya. Sony sempat berusaha mendekati seorang betina dengan bayinya untuk mengambil foto, namun kemudian diurungkan saat kera itu mengerang sangar, memberi sinyal agar jangan melangkah lebih dekat lagi.
Untuk bisa masuk ke dalam Goa Pawon, kami harus mendaki bebatuan karena mulut goa terletak beberapa meter di atas tanah. Disarankan datang ke sini dengan sepatu atau sendal gunung, jangan pakai sendal swallow apalagi high heels sambil jinjing Hermes.
Tiba di mulut goa, kami kemudian harus melalui sebuah anak tangga kecil dari kayu untuk bisa menjejak hingga ke dalam lambung goa. Ada seorang petugas penjaga yang membantu pengunjung naik dan turun tangga, karena memang rawan terpeleset atau terjatuh.
Sementara di langit-langit goa, kawanan kelelawar terbang berputar-putar bagai sebuah poros angin topan. Bau kotorannya menguar ke segala penjuru.
Goanya sendiri nggak terlalu besar, dan nggak ada banyak hal yang bisa dilihat selain susunan bebatuannya yang artistik, kawanan kelelawar, dan fosil manusia purba di sudut ruangan goa yang dilindungi dengan pagar pengaman. Tapi, banyak spot yang instagrammable sehingga pas untuk foto-foto selfie.
*traveler macam apa ini?* *bisanya cuma foto-foto selfie*
Tak berlama-lama di situ, kami keluar goa dan berjalan menghampiri pos masuk objek wisata Goa Pawon. Alih-alih menghampiri sepeda motor yang teronggok di tempat parkir, kami justru berbelok ke kiri, berjalan menaiki bukit bersemak-semak. Ya, kami ingin mengunjungi Stone Garden yang dapat dicapai dengan mendaki bukit.
“Deket kok, A’,” kata seorang ibu penjual di dekat pintu masuk.
Gue tahu arti kata “deket” dari seorang warga lokal pastilah tak sesuai kenyataan.
Selama menit-menit pertama, gue berjalan mendaki bukit dengan langkah tegap, mengikuti Sony yang bergerak lebih lincah. Namun beberapa menit kemudian, gue buru-buru mendudukkan diri di tengah jalan setapak. Kepala terasa pusing, perut mual, dan pandangan tiba-tiba melemah. Gue meminta diri untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.
“Gimana, kuat nggak? Kalau nggak kuat kita turun aja nggak apa-apa,” celetuk Sony menawarkan.
Gue menggeleng tegas.
“Udah jauh-jauh sampai sini,” jawab gue menguatkan Sony, dan diri sendiri. Gue butuh waktu, tubuh gue hanya terlalu kaget mendadak diajak mendaki bukit dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi.
Setelah nafas mulai teratur, degup jantung perlahan kembali ke irama yang normal, dan rasa pusing itu menguap ke udara, gue berdiri. Yakin sudah nggak lagi merasa pusing atau mual, gue melanjutkan perjalanan. Syukurlah kami bisa tiba di atas tanpa hambatan, gue juga nggak lagi ambruk di tengah jalan.
Namun, gue kaget dengan kondisi di puncak bukit. Yang terbayang di benak gue adalah hamparan tanah perbukitan yang asri, lengang, dengan hanya sekelumit pendaki atau pemanjat tebing yang berseliweran. Tapi bayangan itu buyar saat, tepat di depan mata ini, berdiri warung-warung makan dan minum di sepanjang jalan. Bukan hanya satu atau dua, tapi sederetan! Yang lebih bikin nyesek, ada parkiran sepeda motor di ujung jalan. Rupanya pengunjung bisa langsung masuk melalui jalan alternatif berbatu-batu yang tadi kami lihat, tanpa perlu melalui jalur jahanam yang baru saja kami daki.
Sakit, kaaakkk. Sakiiittt!!!
Tapi nggak apa-apa deh, lumayan banget buat olahraga.
Biaya masuk ke Stone Garden adalah Rp 2.000,00. Masih terbilang murah dibandingkan dengan apa yang didapat: hamparan batu-batu raksasa yang tergeletak dengan alami, panorama pegunungan dan lembah hijau dari ketinggian, dan hawa sejuk yang sukses mengangkat setiap butir keringat yang semula membasahi punggung.
Setiap kelompok pengunjung sudah mengerumuni batu masing-masing. Syukurlah ada lebih banyak batu di sini, terhampar luas di puncak bukit. Nggak perlu ngantri atau desek-desekkan di mulut tebing yang sempit seperti di Tebing Keraton. Selalu ada batu-batu kosong yang dapat ditemukan dan dijadikan objek berfoto.
Sebagian besar, kayak gue, memanjat batu dan berpose di atasnya seperti seorang pendaki yang baru saja menaklukkan sebuah gunung. Segelintir lainnya, yah.. kalangan menye-menye yang datang dengan make up dan sepatu laras panjang, sudah puas dengan berfoto di depan batu-batu itu. Maka, sekali lagi gue tekankan, datang ke sini dengan sepatu atau sendal yang memadai.
Saat awan mendung tampak semakin tebal membubung di angkasa dan kami sudah puas berfoto dengan sebanyak mungkin batu dan pose yang diinginkan, gue dan Sony merayap turun kembali ke tempat parkir Goa Pawon. Kali ini gue mampu bergerak dengan lebih gesit, berjalan cepat mendahului Sony, membiarkan gaya gravitasi menarik tubuh gue ke bawah.
Selesai sudah petualangan kami hari ini di Goa Pawon dan Stone Garden, Padalarang. Untuk perjalanan pulang, gue menggantikan posisi Sony sebagai pengemudi hingga berhasil sampai di Bandung dengan selamat. Kami menyempatkan diri untuk beristirahat dan makan siang di sebuah rumah makan Padang saat hujan mencapai titik terderasnya. Thanks God, rumah makan Padang are everywhere!
Buat kamu yang mau jalan-jalan ke Bandung, sempatkan berkunjung ke Stone Garden ini. Jaraknya kuang lebih 1 jam perjalanan dari Bandung. Lebih baik jika saat weekdays, lebih sepi. Kata salah seorang petugas di Goa Pawon, sebenarnya Stone Garden tersebut tidak disarankan untuk dikunjungi secara masif dalam waktu yang bersamaan. Lokasinya berada di puncak bukit batu di atas Goa Pawon, sehingga dikhawatirkan — perlahan-lahan — batu-batu tersebut akan amblas dan Goa Pawon akan lenyap.
Jika nanti sudah dibuka secara resmi, akan diatur berapa banyak pengunjung yang boleh berkunjung dalam sekali waktu sehingga masih akan cukup aman untuk keselamatan Goa Pawon. Hm, mungkin bisa dimulai dengan menertibkan para pedagang dan parkir tidak resmi dahulu agar tidak membuka lapaknya di situ. Pengunjung saat ini membludak hebat setelah ada yang mengunggah foto Stone Garden di media sosial.
Yuk, menjadi seorang pejalan yang bertanggungjawab. Boleh sebarkan informasi tentang objek wisata melalui media sosial, namun jangan lupa sampaikan hal-hal yang harus diperhatikan.
Sayang banget lg mendung ya
Iya, bang. Kalo cerah lebih kece lagi sih 😦
Emang, ke bandung, ke destinasi manapun kalau bisa pas weekdays kalau pengen nyaman~ kecuali ke daerah timur kali ya 😛 Teteup, long weekend depan kayaknya mau mampir ke stone garden ini deh 😀
Iya, mas. Semoga pas nanti ke sana cuaca cerah ya, biar fotonya lebih kece 😀
makanya ke destinasi anti mainstream kk, pasti sepi 😄 #kabur
Kayak ereveld gitu ya, kak. Sepiii 😀
iyaaaa, biar luarnya rame yg ziarah di situ tetap adem 😉
Semoga segera dibuka secara resmi ya biar tetep terjaga, sayang kan klo rusak atau hilang.
Amin. Iya, biar semua tetap lestari.
lho ngapain manjat2 guha? aku keluar guha, naik mobil lagi, muter ke depan, masuk jalan satunya lagi yang banyak penambangan kapur, parkir, trus jalan-jalan cantik sedikit sampai ke stone garden. *siul2*
nemu fosil ikan nggak?
Iya, mbak. Kita kan mental penjelajah, jadi sengaja cari jalur ekstrim *alesan*
Fosil ikan? Enggak tuh. Di mananya?
untung aku mental piknik :p
Iiih kok seru sih, 2 bulan di Bandung malah gak sempet kesini.
Pedih hati mahmud ;(
Yah, Put. Aku 7 tahun di Bandung aja belom pernah ke Bosscha. Malu hati Cita.
huahaha aku udah dong, study tour SD. wkwkwk
Yah, aku pas SD study tour ke… Cilacap!!!
Stone Garden itu nama resmi atau ada bahasa Sundanya?
Membayangkan kalau itu gua dahulunya tempat tinggal manusia purba terus disekitarnya laut (iya nggak sih?) dengan kondisi saat ini kok ya menarik ya?
Nggg… jadi tambah penasaran dulu-dulu banget ini tempat seperti apa wujudnya…
Entah apa nama Sundanya, tapi populer dengan nama Stone Garden. Oh iya, lokasinya sendiri ada di kawasan Cipatat.
Iya, bro. Stone Garden itu katanya dulu adalah laut. Jadi batu2 besar itu adalah batu2 karang. Seru ya membayangkannya!
Pemandangannya bagus. Tapi sayang agak mendung
Iya euy. Tapi buatku tetep memuaskan :))
Jadi kalo ke Bandung lagi aku diajak ke sini apa ke Tebing Keraton nih? 😉 *galau*
Dua-duanya dah. Hahaha.
Kalo kak danan yg datang ke goa pawon, pasti nenteng hermes kremes hahaha
Itu bebatuan karst kabarnya diincar para penambang liar ya? Jadi terancam keberadaannya. Kasusnya mungkin hampir sama di kaki Gunung Tampomas Sumedang yang digali nyaris habis buat nambang pasir 😦
Bisa jadi juga kayak di bukit jamur gresik 😦
Iyakah? Itu siapa yang pertama kali bikin booming Bukit Jamur Mas Cum? Di mana lokasi tepatnya?
Iya, Ki. Harus benar2 diawasi makanya 😦
wahh.. lagi2 spot destinasi bandung yang pengen di kunjungi, udah di bahas di blog ini.. hihhihi..
selama ini jadi silent reader, skrg ikut komen deh.. hehehe..
Terima kasih sudah mampir, kak. Besok main2 Bandung lagi ya hehe.
Gpp kok jadi silent reader, banyak yg gitu juga. Soalnya view banyak tapi yg komentar dikit #humblebrag
keren ya stone garden ….
saya rencana mau main kesini ah …
Ditunggu, kak. Tetep pake sepeda ya :))
lapor … sudah saya sambangi pakai sepeda ke sini … memang kerennn
Kamu kereeennn, kang!!! Salutlah sama yg suka bikepacking :))
wah kalo cerah photoable tempatnya kayaknya mas 😀
ngomong2 soal malela emang keren tuh tempat.
salam kenal mas :
http://bukanrastaman.com/2014/11/16/menyapa-alam-di-curug-malela/comment-page-1/
Yup. Instagrammable banget! Pas mendung aja gue udah suka, apalagi pas cerah dan sunset ya ❤
cocok buat nyari batu akik, gkgkgk
Hahaha. Yaduuuhhhh, jangan jadi tambang dong kak 😦
Baru aja kemarin lihat liputan Gua Pawon & Stone Garden di TVRI. Btw tidak ada pemandu yang bisa menjelaskan endebrei endebranya ya? Semoga pengunjung yg membludak tidak malah merusak alam sekitar, apalagi dicorat-coret :’/
Nggak ada pemandu, mas. Cuma ada penjaga hehe.
Iya, semoga nggak membludak dan jadi korban vandalisme.
5 tahun di bandung belum pernah kesini 😦
begitu pergi dari bandung baru booming deh…
stone gardennya keren bgt om 😀
Aku juga baru 7 tahun ke sini kok, bro. Hihihi. Iya Stone Garden emang keren banget!
Saya baru sadar alamat blogmu sudah ganti jadi TLD, Bro (betul begitukah, istilahnya?). Selamat, ya.
Wew, ternyata tempat ini yang membuat saya mengira beberapa foto sebagai puncak gunung betulan, karena luas dan kecilnya pemandangan di belakang objek foto, apalagi dengan bentukan batu yang jadi latar, membuat orang yang belum tahu berpikir bahwa orang itu pasti berfoto di puncak gunung :)). Keren! Melihat bebatuan besar itu bertebaran rasanya ada di dunia lain, gitu. Jadi susah percaya kalau tempat ini tidak terlalu jauh dari Kota Bandung :hihi.
Semoga tempat ini tetap terjaga, ya.
Haha makasih, bro. TLD apa ya? 😀
Iya tempatnya memang bagus, indah, aku nggak nyesel ke sana meski pas mendung sekalipun. Mari kita jaga bersama, be a responsible traveler 🙂
Kalau saya tidak salah dengar sih namanya top level domain, ya? *bingung*.
Siap!
*ikut bingung*
Wiken kmren pdhl ada rencana ke stone garden, tp gagal… Tambah nyesel liat postingan ini… Mupeng euy!
Iya bagus, mbak. Next time ke Bandung, harus direalisasikan! 🙂
Belom sempet ke Goa Pawon nya 😦
Next time disempetin ya, bro 😀
Beuh saya ngiri, sebagai orang bandung belum pernah ke sini 😦
Wah, ayo ke sana kak! Biar jadi urang Bandung kekinian 😀
mau nanya dong klo buay foto prewedd kena budget tambahan ga?
makasij
Wah, mohon maaf saya kurang tahu untuk hal itu kak. Mungkin bisa langsung dikonsultasikan kepada pihak Stone Garden 🙂
akses menuju kesana bisa masuk bus besar ga ya? makasiih
Kurang kompatibel kalau untuk bus besar, mas.
wah spot ini emang keceeehh badai dahhh…
Betul. Ayo sama-sama dijaga biar nggak dirusak tangan-tangan selfie 😀
mantap mas seep
Gue lagi di stone garden nih Gi hahaha
Have fun, mas 🙂
kalo ke gua pawon unuk zin melakukan panjat ebingnya lapor kemana ya dan untuk tempat parkirnya untuk sekarang gimana aman nggak gan kendaraannya untuk ditinggal bbrapa hari, karna rencananya kita mau camping
Share yang bagus, goa pawon bau banget sama kotoran kelelawar
Iya emang hehe. Makasih udah mampir 🙂
Udah lama banget ngga ke stone garden, kira2 ada perubahan apa ya yang baru di sana haha
aku juga belom ke sana lagi, bro. denger-denger malah sempet ditutup, iya nggak ya?
[…] belanja dan kuliner. Masih banyak objek wisata keren lainnya, seperti: Gunung Tangkuban Perahu, Stone Garden dan Goa Pawon di Padalarang, atau Lembang Floating Market. Kalau mau mengunjungi semuanya, dua hari nggak akan cukup sih hehe, […]
Waktu ke Gua Pawon pas masuk ke dalem harus banget tuh nahan bau kotoran kelelewar, tapi kalo berhasil masuk bisa liat replika fosil manusia purba 😀
Iya memang bau banget. Congrats! 😀