Bandung sudah lama dikenal sebagai salah satu kota tujuan wisata di Indonesia, terutama bagi warga kota ibukota Jakarta. Setiap akhir pekan atau libur panjang, warga Jakarta berbondong-bondong plesir ke Bandung. Jaraknya yang dekat menjadikan Bandung tujuan wisata murah meriah bagi orang-orang Jakarta. Sampai-sampai, warga Jakarta yang dijadikan kambing hitam jika Bandung selalu macet setiap akhir pekan. Padahal tanpa kehadiran mereka pun Bandung sudah macet, dan gue juga mengerti kenapa warga Jakarta memilih menggunakan kendaraan pribadi karena memang moda transportasi publik di Bandung belum dapat diandalkan. Jadi, gue kurang setuju dengan sikap menyalahkan Jakarta seperti itu.
Eh ini sebenernya mau cerita apaan sik? Jadi melipir ke mana-mana.
Biasanya, wisatawan menyerbu tempat-tempat pusat belanja dan kuliner yang menjamur di kota Bandung untuk mendapatkan sedikit kegembiraan setelah sepekan beraktivitas. Sebutlah kawasan Dago, Setiabudhi, Riau, dan Braga yang sudah tidak asing lagi di telinga para turis. Bahkan wisatawan Malaysia pun sampai datang jauh-jauh demi mendapatkan berkantong-kantong plastik baju berharga miring. Salah satu teman Malaysia gue bercerita, dia bisa menghabiskan dana sebesar 3.000 RM (sekitar 10 juta rupiah) dalam sekali kunjungannya ke Bandung hanya untuk berburu baju di factory outlet Bandung. Mejik!
Padahal, Bandung lebih dari sekedar tempat belanja dan makan-makan. Karena kota ini dinobatkan sebagai kota dengan bangunan art-deco terbanyak di dunia, maka Bandung adalah surga bagi para pecinta bangunan dan tempat publik.
Sabtu beberapa minggu lalu (sebelum Festival Caang berlangsung), gue memutuskan untuk melakukan walking-tour selama setengah hari menuju salah satu pusat arsitektur Bandung yang notabene kurang dikenal oleh wisatawan: Balai Kota Bandung. Dari lokasi keberangkatan yang berada di kawasan Babakan Jeruk (Pasteur), gue naik angkot jurusan Gunung Batu – St. Hall yang berwarna biru muda itu. Turun di pertigaan Jl. Wastu Kencana, gue kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki melalui BEC (Bandung Electronic Center), sedikit terkejut mendapati dua gedung tinggi setengah jadi yang menjulang di kanan-kiri jalan. Selepas dari BEC, gue bertemu dengan sebuah persimpangan. Balai Kota Bandung tepat berada di sudut persimpangan itu.
Sudah lama gue nggak ke Balai Kota Bandung. Terakhir ke sini mungkin sekitar awal tahun 2013 lalu. Biasanya, gue ke sini untuk berlatih dance bareng temen-temen segrup. Setiap akhir pekan, Balai Kota Bandung selalu dipadati oleh grup-grup Kpop cover-dance yang berlatih di taman dan pelatarannya. Membaur bersama beberapa komunitas lain seperti cheerleader, b-boy, hingga anak-anak paskibra. Kami sama-sama membutuhkan sebuah tempat berlatih gratis yang memadai. Banyak maunya ya.
Balai Kota Bandung memiliki sebuah taman yang rimbun di hadapannya. Kompleks ini dikelilingi oleh beberapa bangunan kuno yang cantik dan terawat, seperti Masjid Agung Al-Ukhuwwah, SMKN1 Bandung, GPIB (Gereja Protestan Indonesia Barat) “Bethel”, Katedral Bandung, dan Bank Indonesia. Yang paling gue suka, kawasan Balai Kota Bandung ini memiliki trotoar yang lebar, bersih, bernaungkan pepohonan yang rimbun. Kamu yang suka dengan tempat-tempat publik terbuka seperti gue, akan menyukai tempat ini!
Masuk ke dalam Balai Kota Bandung, ada banyak grup-grup cover-dance yang berlatih di setiap titiknya. Berkumpul bersama kelompok masing-masing, sementara musik pengiring berdentum seadanya dari ponsel atau spiker portabel. Para pengunjung lain tampak tak terganggu dengan kumpulan remaja pecinta Kpop itu, asyik berfoto atau duduk-duduk mesra di bangku-bangku panjang yang disediakan.
Gue berjalan grogi melalui remaja-remaja itu, berharap nggak ada yang mengenali.
Ternyata, Balai Kota Bandung sudah banyak berbenah. Perubahan pertama yang gue temukan adalah adanya sebuah dispenser gratis bernama KSAM. Mesin KSAM yang bersalutkan logam mengkilap tampak kontras dengan saung kecil khas Sunda yang menaunginya. Air siap minum tersebut dapat dinikmati oleh setiap pengunjung Balai Kota dengan gratis! Papan informasi meyakinkan kualitas dan kebersihan air minum, bahwa sudah diolah sedemikian rupa sehingga aman untuk dikonsumsi.
Perubahan kedua, Balai Kota Bandung kini sudah dilengkapi dengan fasilitas wifi gratis. Gue sih nggak nyoba, lagi menghemat baterai karena masih akan digunakan untuk dokumentasi.
Sebuah gawang kecil dengan warna merah pada tiang-tiang penyangganya menarik perhatian. Gue berjalan menghampirinya. Agak takjub, karena ternyata ada banyak gembok pasangan yang ditautkan pada jaring-jaring gawang. Sebuah tulisan “LOVE” terpampang di atas gawang, juga berwarna merah, dan akhirnya gue paham. Hm, Gembok Cinta, gagasan kreatif untuk menarik minat pengunjung bermalam mingguan di Taman Balai Kota Bandung.
“Teguh!”
Glek! Ada yang manggil gue?
Gue menoleh ke sumber suara. Seorang remaja berjalan menghampiri gue, meninggalkan teman-teman grupnya. Tinggi badannya sekitar 170 cm, berkulit sawo muda, dengan rambut belah pinggir khas fanboy Kpop. Dia mengenakan setelan kaos oblong dan celana jins yang simpel. Eky.
“Lagi sibuk apa sekarang?” Eky melontarkan pertanyaan pertamanya.
Tak perlu dibahas detil bagaimana perbincangan kami saat itu. Cukuplah gue ceritakan bahwa kami saling berbagi kabar dan cerita. Sekedar informasi, kami berdua melakukan debut (penampilan perdana) bersama-sama dalam satu grup. Nggak usah dibahas juga lah ya apa nama grupnya hahaha. Yang jelas, itu adalah penampilan perdana sekaligus terakhir kami sebagai satu grup. Eky kemudian vakum, gue debut dengan grup gue yang lain, satu personil lain juga bergabung dengan grup lain, sementara 2 personil lain menghilang dari orbit.
Eky lalu kembali kepada teman-teman grupnya. Gue kembali kepada mantan walking-tour.
Gue baru saja berhasil mengambil foto Gawang Cinta itu (sebelumnya terhalang oleh 2 keluarga muda dan sekelompok anak muda yang foto-foto, berkali-kali pulak!). Tiba-tiba gue dikagetkan dengan sebuah suara seperti semburan air deras. Gue kira hujan, namun rupanya bukan. Ada pertunjukkan air mancur di kolam badak!
Saat itu pukul 4 sore. Air mancur menyembur deras dari sisi kolam, melengkung ke arah dalam. Memang tidak berwarna-warni atau menari-nari seperti yang ada di Suria KLCC Park atau Dataran Merdeka Kuala Lumpur, namun dapat menjadi hiburan tersendiri bagi pengunjung. Anak-anak cover-dance sih memang pada cuek ya, karena sudah terbiasa melihatnya setiap hari, namun beberapa pengunjung memanfaatkan momen itu dengan berfoto-foto.
Pertunjukkan air mancurnya berlangsung dengan cukup lama. Gue meninggalkannya sebelum pertunjukkan berhenti, menuju atraksi lain yang menarik di Balai Kota. Taman Balai Kota Bandung kini sudah lebih rapi dan cantik dengan bunga berwarna-warni yang ditata dengan apik. Pengunjung berfoto-foto di depannya, tepat di sisi tulisan “Taman Balai Kota”. Selalu ada saja pengunjung yang kena teguran pak satpam sang penjaga taman karena menginjakkan kaki di atas tanaman. Pengunjung yang kena tegur hanya meringis, tanpa sepatah kata maaf terucap, atau sekedar mengangguk kepada pak satpam yang berdedikasi tinggi itu.
Saat petang tiba, Balai Kota Bandung akan berubah menjadi tempat romantis dengan lampu-lampunya yang temaram. Entah kamu berkunjung saat siang atau petang, kamu tetap bisa menikmati suasana yang ditawarkan. Kamu bisa duduk-duduk santai di bangku-bangku panjang yang berderet di depan kolam, foto-foto di depan taman, menautkan gembok cintamu di gawang cinta, sambil menikmati rutinitas anak-anak muda lokal. Kalau haus, bisa minum air dari KSAM, atau membeli minuman dari pedagang asongan yang berkeliaran di sekeliling kompleks. Jangan buang sampah sembarangan ya, sudah disediakan tempat sampah memadai di banyak titik. Jangan malas untuk sedikit beranjak dari zona nyamanmu.
Jika sudah bosan, coba berjalan keluar dan berfoto-foto di depan Bank Indonesia atau Katedral Bandung. Di antara kedua bangunan itu terdapat sebuah taman bernama Taman Anda yang biasa digunakan anak-anak skater berlatih saat sore hari.
Balai Kota Bandung bisa dicapai dengan angkot Kalapa-Dago, Kalapa-Ledeng, Dago-Caringin, Antapani-Ciroyom, Gunung Batu – St. Hall, dan sepertinya masih ada beberapa angkot lain. Banyak! Lokasinya hanya sepelemparan batu dari Jalan Braga, Jalan Asia-Afrika, BEC, dan Bandung Indah Plaza (BIP).
Kamu yang suka mengunjungi tempat-tempat publik untuk berbaur dengan warga lokal, maka masukkanlah Balai Kota Bandung ini ke dalam itinerarimu 😀
Ah, Pieter Sijthoff Park 🙂
Hm, membaca Bandung yang masih jadi kiblat mode utama, agaknya julukan Parijs van Java masih jauh dari kata usang ya, Mas.
Tamannya cakep. Saya jadi inget Burgmeester Bischopplein di Jakarta sini, hehe. Semoga nanti kesampaian tulis di blog *janji ke diri sendiri*
Penasaran sama patung badak putih itu, ada tulisannya, apa ya? :hehe
Semoga suatu hari nanti saya sempat ke sana. Dan saya juga kepingin ngeliat klub-klub yang suka tampil di sana, secara langsung :haha.
Well, trip ke Bandung bukan sesuatu yang bisa ditunda terlalu lama… 😊
Wah, kamu tau banyak tentang sejarah ya bro. Gue malah nggak ngulik siapa pendiri taman ini. Jadi malu sendiri hahaha 😀
Ayo ke Bandung. Siapa tau bisa kopdar 🙂
Terima kasih, ya. Saya juga jadi lebih tahu dan makin penasaran soal Bandung setelah membaca posting-posting di blogmu :hehe.
Sip! Akan saya kabari kalau saya kebetulan membolang ke sana.
Harus saya akui, Bandung sudah banyak berubah semenjak kunjungan intens saya ke Bandung 7 tahun yang lampau. Kalau nggak salah dulu ini namanya Taman Dewi Sartika ya?
Ah, mestinya Jogja bisa lebih hijau kayak di Bandung ini…
Bandung mulai banyak berubah sejak pemerintahan Ridwan Kamil sekarang. Setahu aku Taman Dewi Sartika lain lagi, bro.
Betul. Jogja harus lebih hijau. Bikin taman gitu ya 😀
Eh bener ding dulu namanya Taman Dewi Sartika, hahaha 😀
Taman Balai Kota itu Taman Dewi Sartika kan? dulu banget disebut Pieterspark, pernah nulis kolaborasi
Sepertinya iya, kak. Aku belum ngulik sejarahnya nih *bloggergagal*
gitu dunk…. ada taman yg terjaga begini…aku jg paling suka jalan2 k taman… tp secara susah nemuin taman yg terawat, jdnya udh males duluan… tp tiap k bdg, krn biasanya pulang hari, jd ga sempet juga mw ksana mas -__-.
Wah, kita punya ketertarikan yg sama 😀
Emang tinggal di mana, kak?
Kapan-kapan ingin ke Bandung lagi dan menikmati kotanya dengan wajah yang baru. 🙂
Beberapa waktu lalu sempat ada kerjaan di sana tapi nggak sempat jalan-jalan. Ngeliat alun-alunnya lagi diberesin. Kayaknya bakalan cantik banget nanti. Hehe..
Iyaaa. Itu alun-alun kalau udah jadi bakal keren banget!
Siaaappp. Kabar-kabar yaaa :))
Ntar kalau ke bandung temenin walking tour yaaaa 😀
Siap, mbaaakkk. Dengan senang hati deh 😀
Asyiiik. Kemarin habis ketemuan sama febry juga. Tambah banyak temen di Bandung, jadi asyik kalau jalan ke sana. 😀
Ish, aku malah belum pernah ketemu sama Febry. Udah beberapa kali atur ketemuan selalu batal karena kesibukan beliau.
Ternyata dia malah diem2 ketemu sama mbak ya 😐
ah, seneng kalo liat taman keurus gini. mudah-mudahan masyarakatnya juga bisa ngerawat
sedih belum sempet mampir ke taman-taman bandung sebelum pindah 😦
ciee ternyata dancer, mau liat dong 😛
Yup. Gue akui Bandung sudah banyak berbenah. Masih banyak taman2 yang lain. Stay tune ya! Hihihi.
Oke, gue ngedance lo yang teriakkin fanchant ya 😀
haha, boleh boleh 😀
Hampir 6 tahun tinggal di Bandung saya belum pernah sama sekali masuk ke Taman Balai Kota, padahal dulu saya tinggalnya di Jl. Trunojoyo. 🙂 Tau gini sih next time ke Bandung mau diusahain ke sini.
Wih, mas Bama mampir! 😀
Aku juga baru masuk Balkot di tahun keempat kuliah, haha. Kalau ke Bandung kabar2 ya, mas 🙂
Kak Nugie, post ini aku share di akun kantor ya. 🙂
Halo, kak. Boleeehhh 🙂
Ternyata Nugie anak dance toh?
*fukus pada dance*
Hahaha. Ampun, kak
[…] sumber : thetravelearn.com […]
[…] Ya, mungkin. Tapi ini harus dilakukan untuk efisiensi waktu, uang, dan tenaga. Contoh: Balai Kota, Jalan Braga, Jalan Asia-Afrika, Alun-Alun, Masjid Raya, dan Pecinan Bandung dapat lo kunjungi […]
[…] Bandung seperti Gedung Sate, sepanjang Jl. Asia-Afrika (di situ ada Gedung Konferensi Asia-Afrika), Balai Kota Bandung (yang kalau sore menjadi tempat ngumpul komunitas dance, korean cover-dance, cheerleader, […]
[…] Balai Kota dan Bandung Planning Gallery […]