Dua Hari Bertualang Kuliner di Solo, Jawa Tengah

Pasar Gede Hardjonagoro, Solo

Pasar Gede Hardjonagoro, Solo

Pasar Gede Hardjonagoro, Solo, masih semarak dengan ornamen-ornamen Tionghoa saat aku tiba di hadapannya pagi itu. Aku turun dari bus Batik Solo Trans Koridor 2 yang kunaiki dari Stasiun Purwosari, bergegas menghampiri pasar dan siap memulai petualangan kulinerku hari ini.

Rupanya aku datang terlalu pagi saat sebagian besar pedagang pasar masih bersiap-siap untuk menggelar lapaknya. Selama beberapa menit, aku berkeliling tak tentu arah, mencari tahu di mana warung-warung kuliner Solo yang kondang diberitakan itu berada. Di dalam, atau di luar? Kalau di luar, ada di sisi mana? Mataku berbinar saat akhirnya berhasil menemukan sebuah warung Tahok yang ada di seberang pasar.

Hiasan lampion di sepanjang Jalan Urip Sumohardjo, di samping Pasar Gede Hardjonagoro

Hiasan lampion di sepanjang Jalan Urip Sumohardjo, di samping Pasar Gede Hardjonagoro

 

Tahok

Lokasinya ada di seberang pasar, di sudut persimpangan. Wujudnya seperti warung-warung tenda pinggir jalan pada umunya yang dapat dibongkar pasang kapan saja. Aku lantas memesan seporsi Tahok kepada bapak tua sang penjual.

Tahok, kuliner khas Solo

Tahok, kuliner khas Solo

Tahok adalah kuliner Solo berupa kembang tahu yang lalu dibenamkan dalam semangkok wedang jahe. Kembang tahunya yang gurih dan lembut, berpadu dengan sensasi segar dan manis dari wedang jahenya yang hangat. Semangkok Tahok cukup ditebus dengan harga Rp 6.000 saja. Menu pembuka yang pas!

 

Nasi Liwet

Nah, tak jauh dari Warung Tahok, ada Nasi Liwet Bu Sri yang tampak menggoda. Tak perlu berlama-lama, aku pun berpindah lapak, duduk anteng menghadap etalase menu Nasi Liwet Bu Sri. Bentuk warungnya juga sederhana, seperti warung-warung nasi kuning yang biasa membuka lapak di Bandung.

Nasi Liwet Bu Sri, Solo

Nasi Liwet Bu Sri, Solo

Rupanya Nasi Liwet Solo ini sebelas dua belas dengan Nasi Ayam Semarang. Seporsi nasi uduk disajikan dalam pincuk daun pisang, diberi taburan irisan sayur pepaya, suwiran daging ayam, dan potongan kecil-kecil telur dan tahu. Dengan tambahan dada ayam, harganya menjadi Rp 14.000,00.

Nasi Liwet Bu Sri hanya menyediakan air mineral dalam gelas sebagai air minumnya. Namun jika ingin memesan menu minuman yang lain, bisa dipesankan dari warung di sebelahnya.

 

Es Dawet Telasih Bu Dermi

Nah, ini adalah kuliner Solo yang paling bikin aku penasaran. Semangkok es dawet di tengah panasnya kota Solo, pasti menggoda banget dong ya.

Jangan salah, Dawet Telasih Bu Dermi

Jangan salah, Dawet Telasih Bu Dermi

Maka dari itu, aku mendatangi kios Dawet Telasih Bu Dermi di dalam Pasar Gede saat siang hari, setelah aku berkunjung ke Keraton dan Masjid Ageng Surakarta. Dari pintu masuk, aku berjalan lurus melalui kios-kios pasar yang campur aduk aroma dan wujudnya. Nyaris terkecoh dengan sebuah kios dawet telasih lain yang berada dekat dengan pintu masuk. Daripada bingung, aku memutuskan untuk bertanya kepada seorang ibu-ibu pasar.

“Bu, dawet Bu Dermi teng sebelah pundi nggih?” aku bertanya dengan suara lirih.

Rupanya, dari posisiku saat itu, aku tinggal berbelok ke kiri lalu terus berjalan lurus. Lagi-lagi, ada beberapa kios dawet telasih yang lain yang aku lewati. Tapi kios Dawet Telasih Bu Dermi berada nyaris di ujung lorong, tampak penuh dengan sekumpulan pengunjung yang mengerumuni lapaknya.

“Minum, mas?” tanya seorang wanita paruh baya, sepertinya dialah yang bernama bu Dermi, sesaat setelah aku tiba di hadapannya.

Dawet telasih Bu Dermi khas Solo

Dawet telasih Bu Dermi khas Solo

Komposisi Dawet Telasih Bu Dermi

Komposisi Dawet Telasih Bu Dermi

Dengan cepat, seporsi Dawet Telasih tersaji di atas meja. Di bawah benaman kuah santannya yang gurih dan dingin, ada cendol, ketan hitam, tape ijo, dan butir-butir telasihnya sendiri. Rasanya.. segar! Manis berpadu gurih dan asam. Benar-benar kuliner wajib kalau main ke Solo. Harganya hanya Rp 8.000 kok.

 

Timlo

Masih di kawasan Pasar Gede Hardjonagoro Solo, ada warung timlo yang sudah populer di kalangan warga lokal maupun wisatawan. Namanya Timlo Sastro. Warung ini berdiri di sudut pertigaan dengan Jalan Kapten Mulyadi. Aku sendiri menjajal timlo di sini saat sarapan pada keesokan harinya.

Timlo Sastro d Jl. Kapten Mulyadi, Solo

Timlo Sastro d Jl. Kapten Mulyadi, Solo

Nah, kayaknya di sini aku sedikit salah pilih menu. Melihat papan menu yang terpampang pada dinding, daftar pertama yang ditulis adalah Timlo Komplit seharga Rp 19.000. Terlalu mahal, aku pun merunut menu-menu selanjutnya yang lebih murah di bawahnya. Pilihan jatuh pada Timlo Telur Rempela Ati seharga Rp 14.000. Padahal aku juga nggak suka ati dan segala jenis jeroan lainnya. *lah*

Sajian datang. Sepiring nasi putih dan semangkuk timlo mendarat di samping segelas es teh manis. Di dalam mangkuk, terbenam potongan-potongan ati, rempela, telur, dan beberapa suwiran daging ayam di dalam kuah yang gurih. Ditemani alunan musik dari grup pengamen yang terduduk di sudut warung, aku memasukkan suapan-suapan nasi dan daging jeroan itu. Kurang jelas juga apakah grup pemusik itu sengaja ditanggap oleh Timlo Sastro, atau hanya pengamen-pengamen yang kebetulan sedang mangkal di situ.

Seporsi Timlo dengan Telur, ATi, dan Rempela

Seporsi Timlo dengan Telur, Ati, dan Rempela

Suasana warung Timlo Sastro yang ramai

Suasana warung Timlo Sastro yang ramai

Sembari makan, aku mengamati pengunjung yang lain. Lho, kok ada menu yang nasinya dicampurkan dengan kuahnya sekaligus? Aku lalu memeriksa papan menu kembali. Nyesek. Menu berbunyi Nasi Timlo seharga Rp 10.000 itu nyempil pada deret bawah daftar menu. Kayaknya sih itu yang harus aku pesen. Soalnya seingatku, timlo itu memang agak-agak mirip dengan soto.

Ya sudahlah. Beberapa lembar uang senilai Rp 23.500 pun berpindah tangan tanpa paksaan. Terbilang mahal buatku 😦

 

Tengkleng

Satu lagi kuliner Solo yang bikin aku penasaran adalah Tengkleng. Kebetulan, pas aku lagi nyasar di kawasan Stadion Manahan setelah ikut tour dengan Bus Tingkat Werkudara, aku menemukan jajaran kios makanan di sepanjang jalan. Nah, salah satunya menjual Tengkleng, selain warung-warung lain yang menyediakan beberapa menu khas lain seperti Pecel Ndeso, Cabuk Rambak, Jenang Ayu, atau Es Gempol Pleret.

Tanpa pikir panjang, aku memesan seporsi Tengkleng kepada sepasang bapak ibu penjual sembari numpang mengisi daya telepon genggam. Biarlah makan Tengkleng di tempat yang tidak direkomendasikan, yang penting rasa penasaranku akan Tengkleng sudah terobati. Sajian datang, dan ternyata…

Tengkleng khas Solo yang penuh kolesterol :(

Tengkleng khas Solo yang penuh kolesterol 😦

JEROAN LAGI, SAUDARA-SAUDARA!!! Duh, gagal deh kulineran sehat di Solo.

Semangkuk penuh jeroan dan balungan (tulang) disajikan dalam kuah berwarna kekuningan. Ya Allah, segala macam balungan dan jeroan ada di dalamnya, termasuk bagian rahang dan gigi beserta gusinya, dan entah bagian apa lagi yang aku nggak paham. Pada akhirnya aku nggak kuat menghabiskan seporsi Tengkleng itu. Selain karena kekenyangan, juga karena nggak tahan dengan kuahnya yang sangat berminyak. Harganya Rp 30.000.

 

Wedangan dan Hik

Sejatinya, wedangan atau hik ini serupa dengan angkringan ala Yogyakarta. Pengunjung dapat memilih sega kucing, ditambah dengan lauk-pauk lainnya seperti gorengan, sate-satean, atau bacem-baceman. Lengkap dengan pilihan menu minuman tradisional seperti teh panas atau es teh, jeruk panas atau es jeruk, dan wedang angsle.

Wedang Angsle khas Solo

Wedang Angsle khas Solo

Aku sih nggak terlalu paham apakah wedangan dan hik ini adalam sebuah sinonim. Sepemahamanku, wedangan itu bentuknya seperti warung makan yang menempati sebuah bangunan permanen, sementara hik bentuknya hanya berupa gerobak ditambah satu atau dua bangku panjang dan tikar untuk lesehan (jika ada).

Ada beberapa wedangan yang sudah dikelola menjadi sebuah cafe ala mahasiswa di kota Solo. Salah satunya aku sambangi pada malam pertama, sekaligus ketemuan bareng mas Halim dan mbak Yusmei. Lokasinya deket banget dengan Tune Hotel yang aku inapi saat itu. Sayang kami sama sekali tidak berfoto 😀

Porsi hemat saat di hik depan Stasiun Purwosari

Porsi hemat saat di hik depan Stasiun Purwosari

Harga yang dibayarkan tentu berbeda-beda tergantung makanan apa saja yang kamu ambil. Saat makan malam di wedangan dekat Tune Hotel tersebut, aku kalap dengan mengambil sebungkus nasi, sebungkus mie, sate telur, sate usus, tempe mendoan, dan risol. Mas Halim dan mbak Yusmei sampai keheranan melihat porsi makanku. Maklum, lapar mata. Menu sebanyak itu harus dibayar dengan uang Rp 25.500. Belum termasuk semangkok wedang angsle yang dibayarin mas Halim, hihihi.

Lalu sambil menunggu keberangkatan kereta kembali ke Bandung, aku mampir di sebuah hik yang ada di depan Stasiun Purwosari. Kali ini hanya mengambil sebungkus nasi, gorengan, sat telur, dan teh manis panas. Rp 9.000.

Silakan ambil sesuka perut :D

Silakan ambil sesuka perut 😀

 

Ternyata, waktu 2 hari 1 malam sama sekali tidak cukup untuk menjelajahi seluruh kekayaan kuliner kota Solo. Aku belum mencoba Selat, Cabuk Rambak, Jenang Ayu, Es Dawet Pleret Gempol, dan… Babi Kuah! Suatu hari, aku akan kembali mampir di kota ini dan melunasi hutangku padanya.

39 komentar

  1. Evan Naratama · · Balas

    Mantap, bisa dijadiin referensi nih kalo mau wiskul ke Solo

  2. aku sangat suka dengan solo

    1. Apa yg paling kamu suka dari Solo, Win? 🙂

      1. jauh dari solo sih, aku suka candi cetho 😀

      2. Eh, kirain mau bilang kuliner atau masyarakatnya yg di kota 😀

  3. Eh, ada babi kuah… *salah fokus*
    Nasi liwet adalah salah satu hidangan favorit saya :hore. Saya bisa habiskan banyak tuh kalau kebetulan ketemu hidangan berpincuk daun pisang itu :)).
    Haduh, melihat ini semua membuat saya jadi lapar… saya kepingin semuanya, kecuali yang berbahan jerohan. Bisa repot nanti kalau saya pingsan di tempat makan gara-gara kolesterol naik :hihi.

    1. Iya ada Babi Kuah katanya. Tapi aku juga belum sempat coba 😦

      Sama, bro. Aku juga nggak doyan jerohan. Apalagi ati. Hih. Rasanya bikin eneg. Kecuali kalo dibikin sambel, baru suka 😀

  4. waaah… benerrr… kalo mau kulineran terus, ga bisa sebentar karena solo memang tempatnya, tapi bisa jadi alasan untuk balik lagi ke solo kan??? hehehe

    1. Iya, mbak. Nanti balik lagi ke sana, ada alasan kuat yg melandasi 😀

      Kalau dijabani semua dalam 2 hari, bisa meletus perutku. *prahara perut kecil*

      1. hahahahaha… urusan perut kecil mudah untuk dimodif, latihan lambung digedein dengan cara makaaaaan terus…

      2. Yaduuuhhh, nanti bakal susah nahan laper. Terus puasa juga jadi susah 😦

  5. duuh pengen ke Solo lagi jadinya…

    1. Ayo balik dong, mas :))

  6. aku kangen serabi notosuman.

    1. Syukurlah surabi notosuman udah pernah cobain dulu. Emang enak banget sih. Tapi kangennya masih bisa ditahan 😀

      1. serabi, nug. kalau surabi itu di bandung. *masih rese urusan nama makanan*

      2. Oh iya, beda ya nyebutnya. Oke, serabi untuk Solo, surabi untuk Bandung 🙂

  7. solo itu surga kuliner enak mas 🙂

    1. Betul, mas. Pengen ke sana lagi lanjut kulineran! 🙂

  8. Laper liatnya :9

  9. Blm kesampaian traveli ke solo. Wish list nih kulineran di sana. Enak2 smua. Sukses bikin laparrr

    1. Halo. Terima kasih sudah mampir. Syukurlah kalo kamu suka semua kulinernya 😀

      Solo is one of culinary paradise in Indonesia!

  10. Yang gw tau, kembang tahu mmg selalu ama wedang jahe. Dijakarta juga sama, sering beli dari orang lewat yg di pikul. Tapi gw baru tau nama nya Tahok

    1. Eh di Jakarta juga ada, mas? Gue nggak pernah liat :O

  11. […] Baca juga: Dua Hari Bertualang Kuliner di Solo […]

  12. Edaaaan, bikin perut gua teriak-teriak nih liat postingannya.

    1. Waaaaaa. Maap, kaaakkk. Ma’aaaaaappp!

  13. […] Dua Hari Bertualang Kuliner di Solo, Jawa Tengah […]

  14. jadi pengen pulang kampung…. 😦

    1. Besok awal Mei ada long weekend lagi, mas. Pulanglah :))

  15. […] Baca Juga: Dua Hari Bertualang Kuliner di Solo, Jawa Tengah […]

  16. […] Bedanya, menurut gue yang orang Jogja, kuliner Solo itu lebih beragam! Dari jajanan-jajanan seperti es dawet telasih dan serabi notosuman, hingga makanan utama seperti tengkleng, selat solo, nasi liwet, dan timlo. Bahkan, ada babi pikul yang legendaris di Pasar Gede! Baca ceritanya di: 2 Hari Bertualang Kuliner di Solo […]

  17. Issssh kangeeeen Ama makanan solo. Apalagi skr makiiin banyak ya mas. Dulu pas mama mertua msh ada, tiap mudik pasti deh kami jelajah kuliner solo. Kayaknya udh banyak yg aku tulis ttg kuliner solo di blogku.

    Saking banyak yg udh dicoba, Desember kemarin ke solo lagi, aku bingung mau nyoba apa lagiiii hahahaha. Palingan ngedatangin warung2 wedangan yang menjual nasi kucing dlm bntuk LBH modern :D.

    Ato ngulangin lagi tempat makan yg pernah aku coba dan suka.

    1. Wah, kayaknya aku bisa curi-curi rekomendasi dari mbak Fanny nih 🙂

Tinggalkan Balasan ke Goiq Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Duo Kembara

Cerita Si Kembar dan Mommy Ara menghadirkan kebaikan

Lonely Traveler

Jalan-jalan, Makan dan Foto Sendirian

Guru Kelana

Perjalanan sang guru di berbagai belahan dunia

dyahpamelablog

Writing Traveling Addict

Daily Bible Devotion

Ps.Cahya adi Candra Blog

bardiq

Travel to see the world through my own eyes.

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

aryantowijaya.wordpress.com/

Tiap Perjalanan Punya Cerita

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

liandamarta.com

A Personal Blog of Lianda Marta

D Sukmana Adi

Ordinary people who want to share experiences

papanpelangi.id

Berjalan, bercerita; semoga kita terbiasa belajar dari perjalanan

Guratan Kaki

Travel Blog

Omnduut

Melangkahkan kaki ke mana angin mengarahkan

Efenerr

mari berjalan, kawan

BARTZAP.COM

Travel Journals and Soliloquies

Bukanrastaman

Not lost just undiscovered

Males Mandi

wherever you go, take a bath only when necessary

Eviindrawanto.Com

Cerita Perjalanan Wisata dan Budaya

Plus Ultra

Stories and photographs from places “further beyond”.

backpackology.me

An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.

Musafir Kehidupan

Live in this world as a wayfarer

Cerita Riyanti

... semua kejadian itu bukanlah suatu kebetulan...

Ceritaeka

Travel Blogger Indonesia

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Winny Marlina

Winny Marlina - Whatever you or dream can do, do it! lets travel

Olive's Journey

What I See, Eat, & Read

tindak tanduk arsitek

Indri Juwono's thinking words. Architecture is not just building, it's about rural, urban, and herself. Universe.

dananwahyu.com

Menyatukan Jarak dan Waktu