Cieee yang lagi liburan panjang akhir tahun. Cieee yang habis terima THR. Cieee yang cuma bisa elus dada sambil ngeblog aja. Udah siapin itinerari dengan matang? Udah siapkan budget yang cukup? Udah punya teman jalan (travelmate) yang cocok? Yakin? Salah-salah, perjalanan impian yang sudah kamu tunggu-tunggu seumur hidup berubah jadi neraka saat bertemu dengan teman jalan yang merusak setiap rencana dan suasana.
Memilih teman jalan ini memang tricky banget, apalagi yang baru dikenal, seperti misalnya kalau kamu open thread di forum-forum traveler. Yang udah kenal aja belum tentu bisa saling mengerti dan menyayangi. Konon kata orang bijak, salah satu cara untuk mengenal karakter seseorang adalah dengan mengajaknya berjalan. Kalau diajak jalan beli bakso depan komplek aja dia masih sempet mampir beli gorengan, berarti dia seorang pemakan yang loyal.
Ketertarikan (Interest) yang Sama
Menurut gue, kesamaan minat adalah faktor yang paling penting dalam memilih rekan perjalanan. Gue sama Basuki sama-sama pergi ke Sumatera Barat, tapi gue lebih suka menjelajah sejarah dan arsitektur di Sawahlunto dan Bukittinggi, sementara Basuki maunya ke pantai sama danau aja. Gue sama Basuki pun akan susah menentukan itinerari. Kalau pun berhasil menyusun itinerari yang sama dan melakukannya bersama-sama, kemungkinan salah satunya akan merasa nggak nyaman atau menyesal setelah perjalanan berakhir.
Atau kalau pun minatnya nggak sama persis, minimal temen jalan kita adalah traveler hore yang mau diajak ke mana aja sama kita.

Preman kantor lagi piknik di Bukit Moko
Sejauh ini sih gue belum pernah ngetrip dengan orang yang berbeda minat. Ini berarti orang-orang yang ada di dalam lingkaran pergaulan gue udah hafal tempat-tempat kayak gimana yang gue suka, jadi mereka nggak akan repot-repot bergabung dengan agenda perjalanan gue.
Anggaran (Budget) / Gaya Traveling yang Sama
Gue sama Agus sama-sama pergi ke Seoul, Korea Selatan. Gue mau nginep di budget hotel, sementara Agus keukeuh bermalam dengan bersahaja di dormitory hostel termurah. Gue jajan sana jajan sini, makan di foodcourt ini lalu makan di kedai itu, sementara Agus cukup beli paket hemat di Family Mart. Gue belanja sampai pagi di Namdaemun, eh si Agus cuma kuat beli barang satu kantong kresek aja. Gue mau ke Busan naik KTX, tapi si Agus mau naik bus reguler aja yang murah meriah sumringah. Agus bakal mupeng, tersiksa, merana gundah gulana menggelinjang sepanjang perjalanan sama gue. Pun sebaliknya, gue akan gregetan dengan gaya berjalan Agus.

Pangeran dan dayang-dayang habis teler di Sudirman Street, Bandung
Nah, kalau kejadian ini pernah gue alami dalam trip Singapura – Kuala Lumpur – Penang tahun 2014 lalu. Gue pengen kulineran di Jalan Alor Kuala Lumpur, Chinatown Singapura, dan di Georgetown Penang, sementara travelmate gue tipenya ngiriiittt banget. Alhasil gue makan sendirian di tempat-tempat itu, sementara temen gue beli makan dibungkus di convenience store dan gerai makan siap saji yang sebetulnya belum tentu juga kehalalannya (meski dengan embel-embel menu Nasi Lemak). Kalau akhirnya gitu, jadi nggak ada bedanya sama jalan sendiri sekalian dah!
Baca rangkaian perjalanan selengkapnya dalam #SUPERTRIP 2.
Stamina yang Sama
Pernah kepikiran nggak kalau stamina yang berbeda bisa merusak agenda perjalanan kamu? Meskipun kalian berdua udah punya minat dan gaya traveling yang sama. Kamu masih kuat keliling di kawasan belanja Siam, Bangkok, sementara temen jalan kamu udah duduk menggeh-menggeh di bangku pinggir jalan. Kamu antusias naik turun tangga subway, sementara temen jalan kamu menggiring langkahnya dengan berat, mata sayu, dan nafas memburu. Ini biasa terjadi antara para advanced travelers yang sudah sering wira-wiri dengan beginners yang baru mulai backpacker-an. Bisa juga terjadi antara senior travelers dengan young travelers, nyahahahaha.

Motoran ke The Lodge Maribaya, Bandung. Tetep semangat jalan!
Pengalaman serupa terjadi dengan orang yang sama dan rangkaian perjalanan yang sama pada poin 2. Kami sama-sama capek dan ngantuk setelah menghabiskan perjalanan semalam naik keretapi tanah melayu dari Kuala Lumpur menuju Woodlands, Singapura. Gue langsung menuju Botanic Garden. Meski capek dan ngantuk, namun gue masih antusias berjalan, menjelajah, dan mengambil foto, sementara si Anies berjalan terus dengan kepala tertunduk dan bahu yang lemah lunglai. Padahal sepanjang malam gue sama sekali nggak bisa tidur dan barang bawaan gue, backpack 60 L, jauh lebih berat dari tas gendongnya yang emesh emesh.
Baca Juga: Perjalanan Darat Kuala Lumpur – Singapura dengan Keretapi Tanah Melayu
Pemahaman yang Sama Sebagai Rekan Perjalanan
Kamu dan travelmate kamu harus saling memahami bahwa kalian adalah sepasang (sekelompok) rekan perjalanan, bukan seorang travel guide atau trip leader dengan pesertanya. Meski ada satu orang yang udah ahli sekalipun, tetep, insiden nyasar atau realita yang nggak sesuai rencana sering kali terjadi. Jadi, tolong saling bantu, jangan cuma komplen dan nyinyir. Perjalanan kalian, tanggung jawab kalian juga.

One Direction di Bukit Alesano
Gue juga pernah mengalami kejadian ini. Jadi gue tahu banget rasanya udah sama-sama capek tenaga dan pikiran, tapi cuma dikasih keluhan dan protes dari rekan perjalanan. Rasa-rasanya gue mau teriak, “Ya udah, jalan sendiri aja sana! Gue juga baru pertama ke sini tauk.”
Baca Juga: Camping Kece di Bukit Alesano, Bogor
Pengalaman yang Sama
Gue dan Sandiaga sama-sama mampir ke Ho Chi Minh City, Vietnam. Minat, anggaran, dan pemahaman kami udah sama. Bedanya, gue udah pernah ke situ, tapi Sandi belum pernah sama sekali. Gue sebetulnya mengutamakan ke tempat-tempat yang belum sempat dikunjungi pada kesempatan sebelumnya, tapi di sisi lain gue nggak enak karena Sandi — sebagai first timer — harus ke tempat-tempat mainstream dulu yang udah pernah gue kunjungi. Jadi, ujung-ujungnya kami pasti akan berpisah jalan, which is hampir nggak ada bedanya dengan solo traveling sekalian.

Sama-sama tinggal di Bandung, 3 blogger ini kemungkinan akan mudah merencanakan trip keliling Bandung bareng [photo by: Timothy W. Pawiro]
Baca Juga: Menikmati 8 Kuliner Khas Ho Chi Minh City, Vietnam
Kebiasaan yang Sama
Kebiasaan ini luas lingkupnya, jadi pilih aja satu atau beberapa kebiasaan untuk dihindari dari travelmate. Salah satu temen jalan gue narsisnyaaaaaa minta ampun! Cowok pula. Setiap ada obyek baru, masih di tempat yang sama, dia minta difoto. Gue sampai lelah jadi fotografer pribadinya, sementara gue lebih tertarik memotret obyek tempat, atau diri gue sendiri hahahahaha.
Misalnya lagi soal kebiasaan bangun tidur. Gue ogah kalau disuruh bangun pagi saat ngetrip, kecuali harus harus harus banget! Lebih memilih buat pulang larut malam dan bangun siang kemudian. Kamu yang terbiasa selalu bangun pagi saat ngetrip, hindari gue sebagai temen jalan kamu, hahaha.
Keyakinan yang Sama
Sebelumnya gue tekankan dulu, ini hanyalah preferensi dan pilihan. Bukan berarti nggak boleh sama sekali jalan sama temen yang nggak satu keyakinan ya, karena pada kenyataannya gue aja sudah sering melakukan ini. Jadi poin terakhir ini lebih bersifat tips, bukan larangan apalagi fatwa, hahahahaha.
Nggak bisa dipungkiri, perjalanan dengan travelmate yang memiliki keyakinan yang sama memang berjalan lebih menyenangkan, apalagi kalau perjalanan dilakukan di negara atau daerah non-muslim. Kenapa? Poin utamanya ada di masalah makanan sih. Sebagai pemeluk Nasrani, gue boleh (dan suka banget, hehe) menyantap kuliner daging babi dan daging-daging lainnya yang tidak halal dalam keyakinan muslim. Makanya, pas ngetrip bareng koh Donny (Kristen) dan Dicky (Buddha), kami bisa benar-benar duduk satu meja untuk bersantap.

Satu Jawa, dua Tionghoa, di depan Sang Buddha
Saat gue kepengen makan yang non-halal dalam trip, biasanya gue siasati dengan memilih tempat makan halal dan non-halal yang bersebelahan atau bahkan dalam satu atap, misalnya di foodcourt. Kalau udah mentok, pilihan terakhir adalah berpencar saat makan. Resikonya, yah, mungkin akan ada salah satu di antara kami yang duduk tercenung di tengah keriuhan massa atau pasangan-pasangan “intoleran”. Huft. Tapi ini memang sebaiknya dilakukan demi menghindari penyesalan di akhir perjalanan. Sementara waktu sholat akan gue gunakan untuk momen beristirahat, nggak ada ruginya juga. Toh sholat juga cuma beberapa menit.
Pengalaman seperti ini akan benar-benar mengajarkan tentang toleransi atau saling memahami, di mana satu sama lain nggak saling memaksakan.
Baca Juga: Selain Angkor Wat, Ada Apa Lagi di Siem Reap?
Dari 7 poin di atas, mana yang udah pernah kamu alami bareng temen jalan (travelmate)? Share di kolom komentar dong, Om. Kalau mau menambahkan atau mengurangi, juga share aja ya di kolom komentar. Benarlah kata pepatah, yang penting bukan ke mana, tapi sama siapa. Destinasi terbaik sekalipun akan berubah menjadi yang terburuk bila nggak dibarengi dengan teman perjalanan yang tepat! Selamat Tahun Baru 2017, travelearners. Semoga setiap harapan dapat terwujud selama tidak lupa berdoa dan berusaha. Enjoy your vacation, keep learning by traveling!
saya pernah banget terutama soal stamina. badanku yang masih cimal-cimil ini pasti masih sanggup ke mana-mana sementara si travelmate gak kuat lagi. kejadian terakhir di Bangkok, waktu temenku 2 orang ga mau ke Wat, karena capek. (sementara selama saya sendirian ke sana, mereka pergi belanjaaa). untungnya, ketemu lagi dengan satu cewek Indonesia yang lagi jalan sendirian juga di Wat Pho.
Hm, bisa jadi penyebab utamanya karena gak satu minat. Mereka minatnya belanja, bukan kuil, jadi gak antusias kalo jalan ke kuil 😀
Mantap 😀
dapatkan asuransi jiwa terbaik dan terpercaya di indonesia
Susah bgt cari yg sama selera, style, n anggarannya.. makanya seringnya traveling sendiri akhirnya.. hehehe…
Haha. Sendiri memang lebih baik daripada bersama tapi tak seirama.
Wah…. Milih temen traveling ini jadi salah satu hal yang penting banget buat disiapin sebelum liburan. Most of all, plaing penting buat saya milih temen traveling yang sealiran, segaya, senafas. Kalo style traveling udah sajalan, budget dan kebiasaan biasanya udah mengikuti.
Satu minat (aliran) dan satu gaya memang dua hal yang paling penting, kang. Yang lain bisa diatur.
intinyaa harus punya minat yang sama… gue kemarin ngajak anak anak di forum buat naik ke rinjani semuanya berjalan dengan baik karena mereka semuanya minat untuk hiking…
sementara pernah jalan sama temen deket pas jalan ngerasa kaya temen jauh hahha😂😂😂
Hahaha. Traveling memang menunjukkan karakter seseorang, mas. Bisa bertemu dengan kawan baru, tapi juga sebaliknya, bisa mengubah hubungan pertemanan dekat 🙂
bener banget mas… makannya kalo mau nyari pasangan ajak travelling yang agak jauh dulu.. hahaha
Hahaha. Biar tahu gimana aslinya ya 😁😁😁
Yuk ah.kapan kita main bareng. Belum pernah ketemu langsung sama sampeyan e. haha
Ayo lah kita atur atur, bro. Kota desa pantai gunung, bisalah hahaha
Menarik nih tulisannya Gi.. Kalau gue lebih suka jalan-jalan sendiri tapi begitu punya teman jalan kayaknya meskipun berbeda satu dan lain hal, yang paling penting adalah fleksibilitas dan bisa saling kompromi ya 🙂
Nah iya bener, kalau masing-masing bisa kompromi (soal itinerary, biaya, dsb) niscaya perjalanan akan berlangsung samawa. #eh
Jadi inat cerita teman yang barengan ke Vietnam pertengahan tahun 2016. Setiba di Jogja mereka agak retak hubungannya karena salah satu teman terlalu memaksakan kehendak dan suka mengubah rencana yang sudah disetejui sewaktu belum berangkat. Emang susah kalau barengan teman tapi nggak bisa jaga ego.
Kejadiannya hampir sama dengan yang aku alami dengan travelmate di 2014, mas. Saat trip, kami bahkan udah sempat konflik dan diam-diaman. Akhirnya setelah trip berakhir, kami udah bener-bener gak saling kontak. Cuma masalahnya di sini bukan soal paksa memaksa, tapi lebih karena nggak cocok sama karakter masing-masing.
Memang bener kalau ada istilah, kita akan tahu karakter orang lain ketika main bareng dalam kurun waktu lebih dari 2 hari, mas.
Damn right!
wah ada foto gue #terharu… btw soal mencari temen jalan atau travelmate emang penting banget untuk saling memahami satu sama lain, misal menentukan tujuan atau destinasi saat traveling mau kemana aja? mau ngapain aja? mau nginep dimana? mau makan apaan? dan mau pake transportasi apa? supaya ga ribet saat susah sampai tempat tujuan… tapi so far sejauh ini kalo gue trip sama teman atau join di forum backpacker aman2 aja…
Mukamu hits banget soalnya, om. Harus dipajang.
(((dipajang)))
Bener semua mas itu, pernah ngalamin kebanyakan. Tapi kalau zaman sekarang nyari travelmates yang persis kayak kriteria di atas udah susah, beda sama beberapa tahun yang lalu, masih memungkinkan. Kalau sekarang sih yang ada musti gantian ngalah…
Wah, kenapa bisa sekarang lebih susah bro?
aku kalo dikasih tiket pesawat dan diajak jalan gampang koq kak
Sip. Nanti aku kabari, kak.
Sulitnya cari teman yg klik
Iya setuju, tapi pasti ada 🙂
Hai, salam kenal. Hampir semua pernah saya alamin dalam satu trip kemarin ke HK dan saya juga sempat bilang “Ya udah, kalo capek balik aja sana ke hotel, ngapain ikut2an.” Sampe akhirnya dese tersinggung dan kita berantem sepanjang Nathan Road. Ujung2nya kita berpisah, dan melanjutkan trip masing2 sendiri tapi akhirnya ketemu lagi pas di bandara mau pulang, hahaha. Sampe sekarang kita masih perang dingin.
Kaaakkk, aku juga pernah. Berantem sama travelmate di KL Tower, lalu akhirnya pisah jalan. Bahkan check out dan jalan ke bandara pun masing-masing. Setelah itu, kami nggak pernah berhubungan lagi 😦
Poin yang satu keyakinan boleh juga ya hehe walaupun masih dapat diakali. Baca buku TNT series pasti kan?
Btw, yang sesama muslim juga kadang begitu, misalnya yang satu biasa minum alkohol, yang satu nggak. Asal saling memahami gak masalah ;D
Pernah baca 1 buku TNT aja, mas. Lebih suka buku-buku Claudia Kaunang 😀
Nah di TNT-RW diceritakan dia dan temennya Yasmin (yang muslim) gak masalah duduk satu meja. Di saat beliau makan babi, temennya makan sapi. Gak risih, dan biasa aja 🙂
Wah, itu bagus banget. Berarti harus di tempat yang sedia semuanya ya.
Ujungnya aku tak pernah menemukan travelmate yg pas. Dan, ujungnya nyaman kelayaban sendiri – walau konsekuensinya tak punya foto diri. 😀
Selfie dong, broooo. Hahaha
ketertarikan yang sama memang belum tentu akan memuluskan trip itu sendiri sih. tapi bisa diimbangi dengan pengalaman masing-masing 😀
nah soal makan, juga pernah ngaamin. kalo aku urusan makan cenderung gampang, ketemu sama temen yang alergi pada suatu jenis makanan bikin pusing juga <(")
Samalah, aku nggak pusing juga soal makanan. Kalau sebatas halal non-halal masih gpp, tapi kalau yang sampai gak mau makan selain makanan Indonesia? Wah, masalah…
Bener banget nih! Harus milih yg tepat, tapi gue orang yg suka ngalah, jadi suka ikut temen maunya apa -_-
Wahaha. Kamu sabar ya, mas 😀
Seperti yang saya komentari di Google+, seng penting bisa susah senang asal kumpul dan makan 😀
Makan nggak makan yang penting bareng 😀
[…] ini terinspirasi salah satunya dari tulisannya mas Teguh Nugroho yang bercerita tentang travelmate. Di postingan tersebut saya komentar yang intinya kalau traveling […]
kalo aq soal keyakinan sih. pertama kali nge-trip ke bangkok berempat cuma aq ja yg Nasrani dan eng ing eng persoalannya ada di makanan. teman aku nyari makannya susah bgd ‘no pork’ kalo aq ya harusnya enjoy ja mau makan dimana dan makan makanan apa ja tapi karna gak mau makan sndiri dan memilih menghormati mreka jdi aq ikut mreka mutar2 cri makan pdhl udah bergendang perut ini. untuk next trip akhirnya aq memilih ngajak emak ku, hahhaahaa biar ada teman makan ‘halalku’…
wah, kamu salah temen ngetrip tuh, hehe. soalnya Bangkok terkenal dengan kuliner non-halal dan kamu cuma sendirian. kecuali kamu ada temennya lagi yang sama-sama non-muslim.