SUPERTRIP #1 – SIKUNANG Part 4 Mendekati Johor Bahru, pemandangan kembali diisi dengan gedung-gedung apartemen dan rumah-rumah susun yang menjulang secara homogen. Rupanya Johor Bahru telah menjadi sebuah kota yang berkembang, mungkin nomor tiga setelah Kuala Lumpur dan Penang. Tahun lalu gue sempat mampir di kota yang menjadi pintu gerbang Malaysia ini, namun penjelajahan gue kurang maksimal saat itu. Andai sekarang masih ada waktu, pengen rasanya mampir ke kota ini dulu barang sehari semalam sebelum melanjutkan perjalanan ke Singapura.
Keretapi Tanah Melayu kami berderak pelan memasuki Bangunan Sultan Iskandar. Semua penumpang lalu diminta turun untuk melakukan proses Imigrasi sebelum akhirnya kembali melanjutkan perjalanan menuju Woodlands yang tinggal sejengkal lagi. Gedung ini pun keterlaluan dinginnya, padahal gue udah nggak tidur semalaman. Gue bertanya-tanya, apakah orang Malaysia begitu terobsesi dengan dingin atau terbiasa dengan ruangan ber-AC di mana-mana, sehingga mereka sama sekali tidak kedinginan dengan suhu seperti ini.
Proses imigrasi di Bangunan Sultan Iskandar ini pun seperti proses imigrasi di KLIA2 Airport, di mana pengunjung hanya tinggal menempelkan kedua jari telunjuknya di atas lempengan kaca sebuah mesin biometri. Padahal tahun lalu masih manual loh. Tak lama kemudian, para penumpang (yang masih melanjutkan perjalanan) kembali masuk ke dalam gerbong. Namun, tiba-tiba saja gerbong yang tadinya lengang menjadi begitu sesak dengan hadirnya penumpang-penumpang baru berpenampilan rapi dan bersih ala kantoran. Beberapa terpaksa berdiri karena nggak kebagian tempat duduk, beberapa lagi hanya mengenakan baju tanpa lengan dan sama sekali tidak kelihatan terganggu dengan suhu di dalam gerbong.
Sekejap kemudian kami sudah sampai di Woodlands Check Point. Baru aja mau pewe, eh udah disuruh turun lagi, hahaha. Gue dan Aska berjalan cepat mengikuti keramaian, sedikit bergidik melihat petugas-petugas yang berjaga di peron ditemani anjing-anjing berpenampilan seram. Menuju bagian Imigrasi di Woodlands Check Point, Singapura, kami harus mengisi Immigration Form lebih dulu. Untunglah proses tetap berjalan lancar dan cepat tanpa ada masalah.
Dari Woodlands Check Point, perjalanan menuju ke pusat kota ditempuh dengan terlebih dulu naik bus (jalur apapun) untuk menuju stasiun MRT terdekat — Woodlands atau Marsiling. Tarif bus menuju stasiun MRT adalah 1.3 SGD. Sopir tidak akan memberikan kembalian, jadi sebaiknya berikan uang pas atau hampir pas. Sedia koin, atau uang kertas nominal kecil, atau malah lebih baik lagi kalau punya kartu STP. Kalau kamu pergi bareng-bareng, bisa deh ongkosnya digabung, kayak gue dan Aska saat itu.
Perjalanan dari stasiun MRT Woodlands (diucapkan “Wulan” atau “Wuleun”) menuju stasiun MRT Botanic Gardens ditempuh selama kurang lebih satu jam. Suasana di dalam kereta agak berdesak-desakan karena kami tiba saat Singapura mengalami jam sibuknya sehari-hari. Begitu pun saat kami transit di stasiun MRT Bishan, orang-orang memenuhi peron dan hilir mudik ke berbagai arah dengan langkah tergesa-gesa. Petugas sampai diturunkan untuk mengatur para penumpang saat turun dan masuk.
Kami sampai di stasiun MRT Botanic Gardens disambut dengan langit Singapura yang mendung. Begitu keluar stasiun, kami mendapati Singapore Botanic Gardens sudah berada di depan mata. Rupanya stasiun ini berada di dalam kompleks Botanic Gardens. Tinggal tengok ke kanan, lalu mengikuti pathway yang disediakan untuk masuk ke dalam taman. Kami berjalan melalui pathway yang masih basah di antara lahan berumput hijau yang sangat bersih dan terawat. Burung-burung tekukur beterbangan ke sana kemari dengan suara khasnya, membawa gue kepada memori saat bapak masih gemar memelihara burung tekukur dan perkutut di rumah. Sudah lama gue nggak mendengar suara yang biasanya memecah kesunyian rumah seperti itu. Senang bisa kembali mendengarnya di tempat yang nggak gue duga akan menemukannya.
Kami berjalan menuju bagian Foodcourt sesuai arahan papan petunjuk jalan melalui sebuah kolam, Fooliage Garden, hingga berjalan melalui pohon-pohon yang tumbuh rapat di kedua sisi kami. Sementara gue begitu terpukau dengan taman ini, asyik mengambil gambar dan penuh semangat menengok ke segala arah, gue melihat Aska hanya terus berjalan tertunduk — tampak nggak peduli dengan apapun yang ada di sekelilingnya. Gue pun mengurungkan niat untuk berbelok dan masuk ke dalam salah satu taman bertema dan memutuskan untuk terus berjalan hingga melewati National Parks Headquarters (Kantor Pusat National Parks) — sebuah badan yang menangani seluruh taman dan lahan hijau di Singapura. Silakan buka website Nparks dan temukan taman-taman indah di seluruh Singapura yang sesuai dengan seleramu.
Hingga sampai di salah satu pintu keluar, kami belum menemukan Foodcourt / Medan Selera yang dimaksud. Kami sempat kebingungan selama beberapa saat. Gue memeriksa papan petunjuk terdekat, mengikuti arah yang ditunjukkan, dan akhirnya ketemu juga. Foodcourt SBG tampak sepi, namun seluruh kedai sudah beroperasi dan siap melayani pengunjung. Gue agak khawatir harga makanan di sini agak mahal, namun pemikiran itu lenyap seketika saat gue melihat sebuah kedai yang menawarkan menu nasi + daging + sayur seharga 2.5 SGD saja. Murah! Kami duduk. Gue menawarkan Aska untuk sarapan atau bebersih diri di toilet seperti yang dia ungkapkan semalam. Dia menggeleng, tak mau dua-duanya. Mengabaikan kebingungan gue terhadapnya, gue berjalan menghampiri sebuah kedai minuman di ujung pujasera untuk memesan kopi dengan gula. Sepertinya agak tidak lazim ya menikmati kopi seperti itu, karena si bapak-bapak penjualnya sempat meminta konfirmasi terlebih dulu. Mungkin warga Singapura biasa menikmati kopi tanpa gula atau dengan menambahkan krimer. Harganya hanya 1 SGD.
Segelas kopi hangat yang terasa sangat nikmat itu gue nikmati dengan sepotong roti yang gue bawa dari rumah. Setelah sepanjang sore hingga malam terus kedinginan di bandara, KL Sentral, gerbong, hingga bagian imigrasi, gue sangat mendambakan kehangatan di pagi yang suram ini. Sesudah menghabiskan sarapan dan sedikit ngobrol, gue mengembalikan cangkir bekas kopi ke bagian piring / gelas kotor, patuh pada sistem yang diterapkan di pujasera itu yang menghimbau pengunjung untuk membereskan sendiri piring dan gelas kotornya.
Aska mengatakan dia ingin cepat-cepat sampai di hotel. Walaupun sebenarnya gue masih ingin di sini dan kembali melanjutkan eksplorasi sampai jam makan siang, gue mengiyakan keinginannya. Meski mungkin kami akan tiba di hotel sebelum jam check-in, gue akan berusaha mengatasinya dengan menitipkan tas terlebih dulu. Aska kelihatannya belum terbiasa jalan-jalan jauh, apalagi sambil bawa-bawa beban berat. Yah, sebenernya gue juga capek sih, karena gue membawa keril 60L yang lebih berat. Gue juga ngantuk, karena semalam gue sama sekali nggak bisa tidur nyenyak. Tapi semua rasa capek dan ngantuk itu seolah lenyap, dimatikan oleh semangat yang membuncah untuk menjelajah tempat baru dan mendapatkan pengalaman baru.

Map of Singapore Botanic Gardens. Source: attractionsmanagementboy.blogspot.com
Buat kamu yang mau mengunjungi Singapore Botanic Gardens, puas-puasin deh ya menjelajahi taman raksasa ini. Gratis dan banyak objek menarik yang bisa kamu nikmati, salah satunya adalah National Orchid Garden. Kalau capek, kamu bisa duduk-duduk sejenak di bangku-bangku atau di atas rumput taman yang bersih. Selengkapnya tentang SBG bisa kamu lihat di sini.
Gue salut dengan warga Singapura yang tetap semangat jalan-jalan atau lari pagi di taman meski cuaca sedang tidak mendukung sekali pun. Bahkan saat kami berjalan kembali menuju stasiun MRT, gerimis akhirnya turun dan kembali membasahi rumput-rumput taman. Kami saling terdiam di dalam kereta. Sebelumnya, kami sempat berputar-putar untuk menemukan jalan yang lebih deket menuju stasiun MRT. Akhirnya kami kembali merunut rute yang kami lalui tadi pagi. Turun di stasiun MRT Aljunied, kami menemukan Ananas Cafe yang merupakan sebuah gerai makan siap saji murah meriah di Singapura. Aska membeli sarapan di situ, sepaket Nasi Lemak dengan harga 2 SGD saja. Kami lantas berjalan menuju hotel dari Exit yang lain (bukan Exit Ananas Cafe itu). Tinggal berbelok ke kiri dan berjalan 5 menit, hostel kami berdiri nyempil di antara ruko-ruko lainnya di sudut pertigaan kedua.
Suka yang ijo2 gini..,so refreshing! 🙂
Iya, mbak. Tamannya gede bgt, bahkan ada bagian yg mirip hutan dengan pepohonan yg tumbuh rapat.
Singapore botanic gardens, keren banget. Sudah bagus gratis pulak..
Yup. Dan luas! Asiknya Singapura itu, objek-obyeknya gratisan. Tinggal pikirin duit makan sama transport 😀
[…] sehingga kami bisa tiba di Singapura keesokan harinya. Aku yang sudah membimbing langkahnya dari Woodlands menuju pusat kota Singapura, lalu sebaliknya, dari Woodlands menuju Johor Bahru sehingga dia tidak tersesat atau melewatkan […]
Mau tanya.. proses imigrasi di Johor klo naik kereta apakah penumpang jg turun?..
Pernah baca d blog lain koq petugasnya yg naik ke gerbong ya.. 🙂
Iya turun semua, mas. Terus setelah kelar, baru naik lagi.
dari woodlands ke bugis bisa langsung naik MRT?
Bisa.
[…] Baca Juga: Singapore Botanic Garden […]
[…] Baca Juga: Gerimis Pagi di Singapore Botanic Gardens […]
[…] Line alias Downtown Line, jalur yang berwarna biru, melalui Chinatown, Bugis, Little India, Botanic Gardens, dan Bayfront (untuk menuju Gardens by The Bay dan Marina Bay Sands). Mau tiket masuk promo buat […]