Berjalan Menyusuri Jalan Slamet Riyadi Untuk Berburu Kuliner di Pasar Gede Hardjonagoro Solo

halo dari tim jalan pagi

Sesungguhnya, kelopak mata ini masih terasa berat ketika suara nyaring alarm gawai membangunkanku pagi itu. Namun karena sudah berjanji untuk bertemu jam 6 pagi di lobi HARRIS Hotel Solo dengan beberapa rekan kantor, aku memaksakan diriku untuk bangun dan terhuyung menuju kamar mandi. Tanpa membasuh seluruh badan, aku mempersiapkan diriku dengan hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Sebentar kemudian, aku sudah tiba di lobi. Winda, Alvi, dan Neca larasatinesa.com rupanya sudah siap. Pasar Gede Hardjonagoro menjadi tujuan kami pagi itu.

Menikmati sarapan di Pasar Gede Hardjonagoro adalah sebuah pengalaman menikmati pagi di Solo yang tak ingin kulewatkan. Tepat 5 tahun lalu pada 2014, aku juga berkunjung ke tempat ini. Seporsi tahok (kembang tahu), nasi liwet, timlo Sastro, dan dawet telasih Mbok Dermi menjadi santapanku saat itu. Kali ini, aku ingin mencoba sesuatu yang berbeda.

Baca ceritanya di: Dua Hari Bertualang Kuliner di Solo, Jawa Tengah

jalan slamet riyadi solo yang lengang saat sabtu pagi

Awalnya, kami berencana mau naik bus Batik Solo Trans (BST) menuju Pasar Gede Solo. Kami juga sudah menanyakan lokasi halte terdekat kepada dua petugas sekuriti hotel yang masih muda. Namun sesaat setelah melewati pintu keluar, Winda berkata, “Gue pengen jalan kaki bentar, nih.”

“Ya udah, kalo gitu kita jalan kaki aja dulu, baru nanti naik BST kalo udah capek,” kami memutuskan dengan cepat.

Jalan Slamet Riyadi sangat tenang pada hari Sabtu pagi itu. Cuaca kota Solo juga masih sejuk, membuat kami nyaman berjalan kaki di atas trotoarnya yang lebar dan rindang. Hanya beberapa kendaraan melintas, sesekali kami juga berpapasan dengan anak-anak sekolah yang berangkat dengan sepeda melalui lajur yang sudah disediakan. Obrolan santai yang mengisi sepanjang perjalanan dan aku yang menyibukkan diri dengan melakukan Live IG membuat perjalanan semakin tak terasa saat itu. Ah, nikmatnya berjalan kaki menyusuri Jalan Slamet Riyadi Solo di pagi hari…

Sepanjang perjalanan, kami melalui beberapa gedung dan landmark populer seperti Solo Grand Mall, Stadion Sriwedari, Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari, dan Loji Gandrung. Kami sempat rehat beberapa saat di depan Loji Gandrung untuk mengambil foto.

loji gandrung solo

suka sekali dengan trotoar jalan slamet riyadi solo yang luas

“Gimana, mau naik bus sekarang apa lanjut aja?”

“Tanggung nih, bablasin aja deh.”

Akhirnya, yang niat awalnya hanya berjalan kaki sebentar berujung pada berjalan kaki penuh dari HARRIS Hotel Solo sampai Pasar Gede Hardjonagoro dengan jarak 4 kilometer! Ingatanku lantas melayang saat aku berjalan kaki seharian di Singapura sampai malam saat pertama kali ke sana di tahun 2013.

Jalan Jenderal Sudirman, yang menghubungkan Bunderan Slamet Riyadi dengan Pasar Gede Hardjonagoro, memiliki bangunan-bangunan bersejarah yang megah seperti Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Penabur, The Royal Surakarta Heritage Hotel, Kantor Pos Solo, Bank Indonesia Solo, dan Benteng Vastenburg. Alun-Alun Utara (Lor) Surakarta, Keraton Kasunan Surakarta, Masjid Agung Surakarta, dan Pasar Klewer dapat dicapai dengan berjalan kaki dari sini.

kawasan pedestrian yang nyaman di area jalan jenderal sudirman

pendapi gede balai kota surakarta

Saat malam tiba, area di samping benteng disulap menjadi sebuah kawasan kuliner bernama Gladag Langen Bogan (Galabo). Namun berbeda saat pertama kali kukunjungi bertahun-tahun lalu, Galabo yang semula berjajar di sepanjang Jalan Mayor Sunaryo kini menempati sebuah lahan lapang di seberang Beteng Trade Center. Perubahan yang disayangkan, karena kita jadi tidak bisa menikmati suasana bersantap lesehan di tepi jalan yang otentik. Bangunannya sendiri seperti bangunan foodcourt murah pada umumnya yang sama sekali nggak berkarakter.

Nah, gampang ‘kan menyusun agenda perjalanan di Solo dalam satu hari satu malam? Tata letak pusat kota Solo ini sangat mirip dengan tata letak pusat kota Yogyakarta: Alun-Alun Utara, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Masjid Agung Yogyakarta, Kantor Pos, Bank Indonesia, Benteng Vredeburg, dan Pasar Gede Beringharjo. Persis di samping Pasar Gede, juga ada Klenteng Tien Kok Sie Sudiropradjan.

berolahraga pagi di balai kota surakarta

klenteng tien kok sie sudiroprajan di samping pasar gede hardjonagoro solo

Setelah berjalan berkeliling pasar mengikuti Winda yang entah tengah mencari apa, kami akhirnya berpencar. Aku mau sarapan dengan nasi babi, Alvi mau mencoba nasi liwet (ini pertama kalinya dia ke Solo), sementara Winda dan Neca blusukan di dalam bangunan pasar untuk membeli pecel. Karena aku juga tertarik tapi nggak yakin bisa menghabiskannya sekaligus pagi ini, aku titip untuk dibungkus, rencananya mau kumakan nanti siang. Harganya sangat murah, hanya Rp7.000,00.

Sebetulnya, aku mengincar Babi Pikul yang legendaris itu. Aku mengikuti titik koordinat yang ditunjukkan Google Maps sekaligus bertanya pada warga sekitar, namun katanya belum buka. Ada 3 opsi untuk kuliner babi saat itu: Babi Mini, sebuah kedai nasi campur, dan kedai Babi Geprek di dekat pintu utama pasar. Aku memilih sebuah kedai nasi campur karena lokasinya yang paling dekat dengan lokasi Babi Pikul yang seharusnya.

nasi campur hainan di pasar gede hardjonagoro solo

Aku memesan nasi campur seharga Rp30.000,00. Ternyata harganya sama aja kayak di Bandung, haha. Lauknya ada beberapa macam daging babi yang aku tak hafal nama-namanya, telur kecap, dan semangkuk sup. Saat aku masih menyantap sarapanku pagi itu, Alvi tiba-tiba datang bergabung, ia sudah menyelesaikan sarapannya. Usai kurampungkan santapanku, kami berdua masuk ke dalam Pasar Gede, bertemu Winda dan Neca yang masih melangsungkan proses jualbelinya dengan pedagang pecel.

Persis di seberang pedagang pecel itu, aku melihat sebuah lapak es dawet telasih walaupun bukan Mbok Dermi yang terkenal itu. Kupikir rasanya akan sama-sama segar dan manis, karena toh aku bukan tipe orang yang terlalu peka dengan rasa, dan ternyata dugaanku betul. Itung-itung membagi rejeki dengan penjual lainnya, biar jangan semua ke Mbok Dermi. Seporsi es dawet telasih yang segar dan rasa manisnya berpadu rasa gurih itu harganya hanya Rp7.000,00.

es dawet telasih bukan mbok dermi

alvi against the pasar, winda dan neca lagi sibuk bertransaksi

pecel pasar gede hardjonagoro solo yang butuh lauk lainnya hehe

Pecelnya kusantap beberapa jam kemudian di kamar hotel setelah melanjutkan tidur yang terpotong tadi pagi, hehe. Wah, aku menyesal nggak sekalian membeli lauk pendamping seperti telur dan gorengan agar pecel terasa lebih nikmat.

Setelah menuntaskan petualangan kuliner kami di Pasar Gede Hardjonagoro Solo, kami lalu kembali ke HARRIS Hotel Solo dengan… taksi online, hahaha. Aku jatuh cinta dengan Jalan Slamet Riyadi karena trotoarnya yang lebar, rapi, dan rindang. Di Bandung atau Jogja, nggak ada yang seperti itu. Pengalaman ini membuatku ingin kembali ke Solo dan berjalan santai menyusuri Jalan Slamet Riyadi di pagi hari sambil berkelana rasa, menginap di sebuah hotel sederhana di dekatnya.

29 komentar

  1. sugeng rawuh di Kota Solo mas

  2. Timlo sastro buatku yg wajib kalo ke pasar gede hehehe… Nug, cara nambahin map di postingan gimana caranya?

    1. Pas buka Maps, klik ikon share, pas muncul tampilan baru pilih Sematkan. Copas kodenya ke dalam tulisan.

      1. buka maps bisa pake pc?

  3. hmmmm…ini nih namanya kualat, ke solo gak kabar2 wkwkwkwk

    1. Huahahaha ampun, maaasss. Lupa aku.

      1. emang tanggal berapa kemarin ke Solonya mas

      2. Tgl itu ak pas ke SG 🤔

  4. Penampakan kota dan jalannya itu bikin adem ya ngelihatnya hehehe.

    1. Iya, makanya aku suka banget!

  5. babinya kok mahal? beda dengan makanan2 lainnya di Solo yang terkenal banget murahnya.. gue sih blm pernah ke Solo hihihi.. tahun depan mau ke Jogja, apa lanjut Solo ya?? hmmm

    -Traveler Paruh Waktu

    1. Iya, entah kenapa mahal banget 😦

  6. Nasi campurnya mahal bgt ya harganya sampe 30.000

  7. wah…harusnya mampir Salatiga sekalian, mas..
    sekarang Solo – Salatiga dekat banget karena udah ada tol 😀

    1. Udah lama nggak ke Salatiga. Dulu pas kuliah kira-kira setahun sekali ke sana.

  8. Iya nih, udah bisa, makasih ya 😀

  9. dgoreinnamah · · Balas

    Wah, sayang banget ya nggak cobain babi pikul. Padahal enak banget.

    Kemaren karena belum pernah mampir ke Pasar Gede, jadinya aku cuma nyobain Dawet Telasih Bu Dermi dan itu enak bangetttt. Bikin nagih.

    Sumpah, saya bukan cinta sama kotanya saja, tapi sama orang Solo juga. Sopan-sopan bangett

    1. Iyaaa padahal penasaran banget sama babi pikul itu.

  10. Brarti kalo ke Solo paling nggak kudu nyobain jalan kaki di sekitaran Slamet Riyadi ahh, biar ambience solo nya terasa

    1. Recommended! Pagi-pagi ya biar nggak panas 😀

  11. Larasati Neisia · · Balas

    Kak Nugi, kenapa muka aku nggak ditirusin dulu sebelum dipajang di blogmu? :)))

    Hahaha, aku nggak nyangka bisa jalan sejauh itu walo sendal hotel yang aku pake kegedean wkwk, tapi terbayarkan sih sama pecelnya yang endeus banget. Btw nyesel nggak beli lupis di sini. kemarin liat punya si bunda kayak yang enak! hahaha

    1. Biar kecantikan rupamu terpampang natural, kak.

      Sendal hotel gue juga lama-lama nggak enak dan kaki gue lecet haha. Ya udah, nanti ke Solo lagi yuk.

  12. […] Mulai dari wisata budaya, seperti Keraton dan Masjid Agung Surakarta, Pura Mangkunegaran, Pasar Gede Hardjonagoro, hingga Candi Cetho di ketinggian yang menyajikan suasana bak Pulau Dewata Bali! Sekilas, Solo […]

  13. […] Baca Juga: Berburu Kuliner di Pasar Hardjonagoro Solo […]

  14. […] Baca juga: Menyusuri Jalan Slamet Riyadi Solo […]

Like atau komentar dulu, kak. Baca tanpa komentar itu kayak ngasih harapan semu :D

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Duo Kembara

Cerita Si Kembar dan Mommy Ara menghadirkan kebaikan

Lonely Traveler

Jalan-jalan, Makan dan Foto Sendirian

Guru Kelana

Perjalanan sang guru di berbagai belahan dunia

dyahpamelablog

Writing Traveling Addict

Daily Bible Devotion

Ps.Cahya adi Candra Blog

bardiq

Travel to see the world through my own eyes.

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

aryantowijaya.wordpress.com/

Tiap Perjalanan Punya Cerita

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

liandamarta.com

A Personal Blog of Lianda Marta

D Sukmana Adi

Ordinary people who want to share experiences

papanpelangi.id

Berjalan, bercerita; semoga kita terbiasa belajar dari perjalanan

Guratan Kaki

Travel Blog

Omnduut

Melangkahkan kaki ke mana angin mengarahkan

Efenerr

mari berjalan, kawan

BARTZAP.COM

Travel Journals and Soliloquies

Bukanrastaman

Not lost just undiscovered

Males Mandi

wherever you go, take a bath only when necessary

Eviindrawanto.Com

Cerita Perjalanan Wisata dan Budaya

Plus Ultra

Stories and photographs from places “further beyond”.

backpackology.me

An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.

Musafir Kehidupan

Live in this world as a wayfarer

Cerita Riyanti

... semua kejadian itu bukanlah suatu kebetulan...

Ceritaeka

Travel Blogger Indonesia

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Winny Marlina

Winny Marlina - Whatever you or dream can do, do it! lets travel

Olive's Journey

What I See, Eat, & Read

tindak tanduk arsitek

Indri Juwono's thinking words. Architecture is not just building, it's about rural, urban, and herself. Universe.

dananwahyu.com

Menyatukan Jarak dan Waktu