
Gue sama sekali nggak menduga, bahwa di usia gue yang belum genap berkepala 3 ini, gue mengalami sebuah pandemi yang sekarang menggoncang dunia. Berawal dari China, lalu negara-negara Asia Timur, Asia Tenggara, hingga sekarang Eropa dan Amerika Utara, Corona Virus Disease (COVID-19) telah memaksa ratusan juta orang di dunia untuk melakukan #socialdistancing, #workfromhome, karantina diri, bahkan hingga lockdown atau karantina wilayah, agar mereka #dirumahaja.
Gue nggak nulis artikel ini buat membahas tentang apa itu virus corona dan bagaimana cara mencegahnya. Bukan, bukan. Gue jauh dari berkapabilitas untuk menulis itu semua. Gue hanya mau cerita bagaimana seorang traveler dan travel blogger di Bandung ini menghadapi itu semua. Curahan hati, tumpahan pemikiran, dan pengalaman nyata adalah isi tulisan ini.
Jadi duduklah tenang, siapkan minuman hangatmu, dan mari kita berbincang bersama membagi kekhawatiran. Untuk yang lebih suka mendengarkan, cerita ini juga bisa disimak di:
Perjalanan yang Dibatalkan dan (Sepertinya) Akan Dibatalkan
Kekacauan pertama yang gue alami dari wabah ini adalah perjalanan ke Manila yang terpaksa gue batalkan pada bulan Februari 2020 lalu. Gue membeli tiket pulang-pergi Jakarta – Manila dengan harga promo Cebu Pacific Airways beberapa bulan sebelumnya.

Meskipun hanya dua hari, berangkat Sabtu dini hari dan pulang Minggu malam, tapi trip ini cukup gue nanti-nantikan. Manila adalah kota besar di Asia Tenggara yang belum gue jejak. Gue pengen ke sana untuk naik kereta-kereta LRT-nya (pertama di Asia Tenggara) dan bertemu orang-orang Pinoy yang katanya ramah dan cakep-cakep. Buat yang udah lama mengikuti blog ini, pasti tau bahwa gue suka menulis ulasan atau panduan transportasi umum berbasis rel dari kota-kota yang gue kunjungi. Perjalanan ke Manila, harapannya, akan melengkapi seri panduan transportasi itu. MRT/LRT di Singapura, KL, Bangkok, Jakarta udah ada tulisannya, tinggal Manila.
Namun setelah melalui berbagai pertimbangan, rencana ke Manila terpaksa gue batalkan. Sebenernya saat itu kasus corona di Manila atau Filipina pada umumnya masih rendah. Penerbangan gue juga langsung, nggak transit di Singapura atau KL. Namun karena gue hanya 2 hari, dikhawatirkan akan membuat kondisi fisik menurun yang nantinya gampang tertular penyakit, ditambah wanti-wanti calon mertua, gue ikhlaskan sepasang tiket Cebu Pacific itu. Uang satu juta Rupiah melayang.
Gue pikir, wabah ini akan reda pada bulan Maret, atau minimal April.
Ternyata gue salah.
Virus Corona semakin hebat menyerang negara-negara di dunia, dengan Eropa menjadi episentrum barunya. Di Italia, misalnya, tercatat lebih dari 28.000 kasus dan lebih dari 3.400 pasien meninggal per 19 Maret 2020 (sumber: CNN Indonesia). Jumlah ini nyaris menyalip angka kematian corona di China, dan sangat mungkin bila dalam beberapa hari ke depan malah berhasil mengungguli China. Negara spaghetti ini pun resmi memberlakukan lockdown atau karantina wilayah, diikuti Polandia, El Salvador, Irlandia, Spanyol, Denmark, Filipina, Lebanon, Perancis, Belgia, Selandia Baru, dan yang terbaru adalah negara tetangga Malaysia. Termasuk China, seluruhnya ada 13 negara, baik lockdown seluruhnya atau wilayah tertentu.
Kasus corona di Malaysia meroket hingga angka 900, terbanyak di Asia Tenggara. Indonesia yang semula pongah tak akan terpapar corona, akhirnya pecah telor saat 2 warga dikonfirmasi positif COVID-19, dan kini angkanya melonjak melebihi 300 kasus. Kasus kematian di Indonesia adalah yang tertinggi, yaitu 25 orang atau sekitar 8%. Ngeri!
Hingga 20 Maret 2020, sudah 160 negara di dunia terpapar virus ini dengan lebih dari 144.000 kasus!
Kumparan
Situasi yang jauh memburuk ini membuat gue harus siap bila perjalanan ke Singapura dan Malaysia pada akhir April 2020 juga terpaksa dibatalkan. Yang bikin nyesek adalah, tiket keberangkatannya gue beli dengan menukar seluruh AirAsia BIG Points gue yang udah dikumpulkan dengan susah payah bertahun-tahun. Ribuan poin itu gue redeem pada akhir tahun 2019 lalu karena sebagian di antaranya akan hangus.
Bahkan rencana mudik ke Jogja pada tanggal 20 Mei 2020 pun terancam batal. Gue udah beli sepasang tiket berangkat dengan kereta api eksekutif Turangga. Gue berharap, corona sudah reda saat lebaran, minimal kita sudah lebih aman bepergian. Namun, keputusannya gue serahkan kepada Allah. Jika tahun ini kita harus lebaran dalam kondisi karantina diri, tentu akan menjadi lebaran yang nggak akan terlupakan, ‘kan?
Sakaw Traveling dan Staycation
Perjalanan terakhir gue (yang bener-bener traveling, bukan sekadar jalan-jalan tipis ke kota sebelah), adalah ke Hainan, Tiongkok, pada awal November 2019 lalu. Dalam setahun, rata-rata gue traveling jauh 2 kali. Jadi, kalo November adalah trip terakhir, maka wajar sekarang gue lagi sakaw traveling karena seharusnya gue ngetrip lagi dalam 1-2 bulan ke depan.

Mau traveling domestik pun nggak bisa karena ada himbauan buat nggak bepergian dan menghindari keramaian. Masyarakat diharapkan melakukan social distancing dengan #kerjadirumah dan bahkan ibadah di rumah. Lagipula banyak tempat wisata yang tutup karena himbauan pemerintah. Bahkan mulai besok Minggu, 22 Maret 2020, gereja gue meniadakan ibadah seperti biasanya dan digantikan dengan ibadah online. Kebijakan yang sama dilakukan banyak tempat ibadah lainnya.
Sementara itu, gue yang seorang hotel reviewer ini juga udah kangen staycation. Sejak All Sedayu Hotel Kelapa Gading (akhir Februari) dan Favehotel Palembang (awal Maret), bener-bener belum ada rencana lagi. Belum ada hotel yang menawarkan staycation atau menerima penawaran gue. Perhotelan memang jadi salah satu industri yang terpukul hebat di wabah virus corona ini. Mereka banting harga gila-gilaan karena sepi pengunjung, jadi wajar kalo concern mereka saat ini adalah hard selling, bukan soft selling atau digital marketing. Gue pribadi masih tetap merasa aman dengan staycation di hotel, tapi gue juga nggak mau bayar sendiri karena lagi nggak banyak duit. 😂😂😂

Virus corona ini juga membatalkan rencana kantor gue untuk liburan bareng ke Jepang tahun ini, meski memang ada pertimbangan lainnya. Tapi gue udah bertekad, dengan atau tanpa kantor, kalo situasi memang sudah kondusif, gue mau tetep ke Jepang tahun ini. Mau cuma 3 hari, mau cuma ke Okinawa yang di ujung selatan, pokoknya ke Jepang.
Masa-Masa Work from Home (WFH)
Hari Jumat malam, sebelum pengumuman resmi dari pemerintah, kantor gue sudah memberlakukan Work from Home (WFH) sejak Senin (16/3). Kantor juga sebisa mungkin menunda perjalanan dinas atau pekerjaan lapangan, kecuali memang nggak bisa ditunda karena menyangkut keinginan klien.

Satu sisi, WFH ini membuat anggaran gue bulan Maret yang sudah bengkak menjadi kian bengkak. Di kantor, gue bisa kerja dengan internet, air minum, dan makan siang yang disediakan kantor. Kalo pagi atau sore, gue juga bisa masak dengan kompor gas kantor. Sementara dengan WFH, pengeluaran gue bertambah buat makan siang, air minum, dan tentunya internet. Bensin nggak jadi pembeda signifikan, sekali isi bensin bisa bertahan hingga 10-14 hari. Namun di sisi lain, gue bersyukur karena meskipun WFH, gaji gue nggak dipotong. Sebagian perusahaan memotong, bahkan meniadakan sama sekali, gaji karyawan yang terpaksa dirumahkan.
Sabtu malam, gue dilanda kecemasan hebat. Bukan cemas karena kena corona, tapi cemas membayangkan bagaimana situasi ke depan. Gimana kalo terjadi panic buying? Gimana kalo stok makanan di tempat-tempat belanja habis semua? Gimana kalo Bandung di-lockdown dan berubah menjadi kota mati? Restoran pada tutup, atau buka dengan jam dan outlet terbatas, atau susah diakses? Gimana bisa gue, anak kost yang sendirian ini, bertahan hanya dengan sebuah rice cooker kecil dan toaster roti?
Sementara itu, gue yang tadinya mau mudik juga mengurungkan niat setelah membaca himbauan dari pemerintah. Bener juga, gue bisa terpapar virus corona saat berada di tengah stasiun, bandara, kereta api, atau pesawat. Andai gue bisa mudik, tentu gue bisa menghemat pengeluaran dan nggak perlu cemas soal makanan. Tapi, demi keselamatan keluarga, gue nggak mau mengambil risiko itu.
Maka Sabtu tengah malam itu, jelang pergantian ke hari Minggu, gue bolak-balik buka online shop dan order kompor portable, teko listrik, dan sepaket peralatan masak. Tadinya juga mau beli rak atau meja, tapi gue tunda karena menyesuaikan sama anggaran. Sekitar jam 2 pagi, barulah gue bisa tidur dengan tenang.

Esok paginya, ibadah hari Minggu di gereja hanya diisi oleh 44 jemaat dari yang biasanya mencapai hingga 100 orang lebih! Pastor memang meniadakan sekolah minggu dan menghimbau bayi, balita, dan anak-anak nggak ke gereja dulu. Maka, ibu-ibu pun ikut nggak ke gereja untuk mengurus anak. Gereja gue memang didominasi jemaat milenial yang lahir di dekade 1980-an hingga 1990-an. Pastor juga mengumumkan bahwa minggu depan ibadah ditiadakan, diganti dengan ibadah online di IGTV, hingga waktu yang nggak ditentukan.
Setelah ibadah, gue yang tadinya ragu, dimantapkan dengan perkataan pastor buat―belanja stok makanan. Ragu kenapa? Ragu kalo gue hanya overreacting. Gue beli bahan makanan secukupnya untuk persediaan di masa-masa kritis, gue pilih yang bisa bertahan meski nggak dikulkas, seperti: mi instan (jelas), sarden dan makanan-makanan kaleng lainnya, spaghetti instan dan semacamnya, roti, minyak goreng, sambal botolan, Boncabe, dan gas butana buat kompor. Total harganya hampir Rp250.000,00. Beberapa hari kemudian, gue juga belanja lagi buat roti, mentega, meses, beberapa Fitbar, dan pisang.
Barang-barang yang gue beli online tiba secara bersamaan di hari Selasa, memaksa ibu kost untuk bolak-balik naik turun ke kamar gue di lantai 3. Hatur nuhun pisan, ibuuu. Maaf merepotkan.
Selama hari-hari #workfromhome, gue masih sesekali beli makanan di luar, tapi hanya di 4 warung makan langganan gue dalam radius 100 meter. Gue secara berkala mencuci tangan dan minum air putih hangat. Puji Tuhan, ada temen yang minjemin modem wifi dan pengeluaran buat kuotanya bisa di-reimburse kantornya. Gue jadi nggak terlalu cemas lagi soal internet.
Terus gimana rasanya kerja di rumah? Boseeennn dan pegeeelll. Bosen, karena sebenernya kerjaan gue itu nggak terlalu banyak dan bergantung pada kinerja anggota tim yang lain. Pegel, karena gue nggak ada meja dan kursi kerja yang proporsional, makanya gue harus duduk lesehan seharian. Lutut gue sampe terasa agak sakit saking kelamaan lesehan dan keseringan duduk-berdiri duduk-berdiri. Kalo bulan depan masih kerja di rumah, gue mau beli meja dan kursi kerja deh biar lebih nyaman di rumah.

Selain kerja, gue ngapain aja? Yang rutin adalah workout kecil-kecilan (ciyeee), Netflix-an, Youtube-an, dan mantengin Twitter. Udah lama gue nggak mantengin Twitter kayak gini lagi. Kadang-kadang gue bersih-bersih kamar dan cuci piring gelas saat diperlukan. Terus buat menunjang WFH yang berlangsung lebih lama, kantor mewajibkan karyawan buat install Hadirr, aplikasi buat absen karyawan secara remote, wkwkwk.
Kesimpulan dan Harapan
Sebuah cuitan di Twitter berkata, “Bumi sedang beristirahat. Kita adalah virusnya, dan corona adalah vaksinnya.” Omongannya ada benarnya. Berkat corona, polusi udara jadi jauh berkurang. Berkat corona, kita jadi jauh lebih menjaga kebersihan. Berkat corona juga, Nugi tiap hari push-up, planking, dan scissoring hehe.
Kalo kamu kesal karena corona menghalangimu beribadah berjamaah, kesal karena corona mengacaukan bisnis dan agendamu, jadikan pengingat bahwa―di atas semuanya―Tuhan adalah Sang Penentu, Dia adalah Sang Maha Kuasa. Jadikan corona sebagai pengingat untuk mensyukuri kebersamaan. Jika nanti Ramadan dan lebaran harus dijalani dengan kesendirian, jadikan pengingat bahwa fokus ibadah adalah Tuhan, bukan Jemaah apalagi tempat.
Gue mohon banget buat temen-temen di Pulau Jawa yang sekarang masih bebal dan bodo amat, please stay home! Di rumah aja, nggak usah ke mana-mana kecuali yang deket dan penting. Nggak usah kumpul atau nongkrong-nongkrong dulu. Para petugas medis di rumah sakit udah nggak pulang-pulang demi kita, mari kita bantu mereka dengan tetap di rumah, jangan sampai kita nambah beban buat mereka.

Semoga, corona berlalu di pertengahan tahun. Semoga vaksin atau obatnya segera ditemukan. Semoga lekas sembuh untuk para pasien positif dan PDP. Ayo kita gotong royong agar semua tertolong.
Saat himbauan work from home aku masih tenang2 aja sih, wong sudah bertahun2 kerja dr rumah. Bahkan 5 tahun terakhir emang di rumah mulu malah, jarang nongkrong n main kalau bukan urusan kerjaan. Sekolah Renjana libur juga menanggapi dgn biasa. Tapi saat gereja kasih info kalau ibadah diganti online baru ngrasa yang nyesek banget. Huhuhuhu, sedih, dampaknya sampai sedemikian besar. Terus sadar kalau mungkin ini saatnya. Gak boleh disuapin terus, harus cari Tuhan secara pribadi, dalam kesendirian n keheningan. Semoga kita semua dimampukan dan dikuatkan melewati ini semua.
Amin amin. Terus kuat dan tetap sehat ya, mbak Sas dan sekeluarga.
Aku kerja berhubungan lgs Ama nasabah mas. Jd ga mungkin utk WFH. Makanya bank msh banyak yg buka. Apalagi BI ga ada memerintahkan tutup.
Tp bbrp acara liburan ke Lembang Ama temen kantor yg hrsnya 21-22 ini, terpaksa cancel. Untung full refund dr airbnb. Trus Minggu depannya ke Anyer jg cancel. Traveling yg berikut ke Iran pas sept.
Tp aku lega Krn pake travel. Jd kalo memang ga bisa dilanjutkan, akan full refund dari travelnya. Seandainya ga pake travel, udh nangis Bombay dah 50 JT melayang wkwkwkwkwkkw. Berdua suami soalnya.
Berharaaaaaaap banget summer ini bakal musnah virus nya. Aku bakal ke Jepang feb 2021. Memang sih blm beli apa2, Krn nunggu situasi. Tp kalo semua oke, aku bakal pilih feb keberangkatannya.
Trus yg bikin sedih LG, gilaaaak itu USD, JPY, dan banyaaaak mata uang lain meroket tajam :(. Aku yg LG nabung JPY jd sesak napas. Stop dululah beli Yen nya :D. ..
Semoga memang ada hikmah dr semu ini. Tp skr aku yg biasanya cuci tangan cm kalo mau makan, ato kalo baru dr toilet, skr mah tiap jam mas cuci tangan Mulu hahahahahah. Apalagi aku megang duit Mulu tiap hari di kantor. Itu uang nth dr mana2 yeee kaaaan. Tiap abis megang, lariii lgs ke toilet utk cuci tangan :D.
Semangat untuk orang-orang seperti mbak Fanny yang harus tetap bertugas di tengah masa seperti ini, ya. Stay safe, stay healthy.
Iyaaaaaa USD meroket tajaaammm! Mudah-mudahan tetep bisa ke Iran, ya. Kalo kamu bisa ke Iran, aku juga bisa traveling lagi autumn ini 😀
Pas ada pengumuman work from home aku ga kaget karna udah setahun ini emang kerjanya di rumah wkwk.
Semoga dari kejadian ini makin banyak perusahaan yang fikirannya terbuka kalau kerja dari rumah juga bisa produktif, mau deh aku daftar kerja lagi dan dapet gaji tiap bulan tanpa harus tinggalin rumah :v
Corona ini emang gila banget deh, dunia jadi jungkir balik, banyak banget perubahannya.
Semoga lekas berlalu deh, soalnya aku udah kebelet ingin main ke luar tanpa ada rasa was-was :((
Sama. Semoga kantorku juga setelah ini lebih welcome untuk WFH. Minimal, ada 1-2 WFH seminggu. Basically, sebagai sebuah agensi apalagi posisiku ini content writer, WFH itu sangat-sangat mungkin.
Kalo bisa WFH, kan bisa kerja sambil traveling 🙂
Amin amin, semoga corona segera sirna.
Karena masih kuliah dan sekarang kampus diliburkan, saya pun bingung dan malas banget ngerjain tesis di kamar kos. Sama seperti Mas Nugi, kamar kos saya gak ada meja dan kursi, jadi terpaksa lesehan, dan emang bikin pegel banget! Jadi kangen sama perpus kampus, huhuhu~ 😭
Semoga aja wabah ini cepat berlalu, dan kita semua selalu diberikan kesehatan sama Tuhan. 🙏🏻
Tooosss jemaah kost lesehan 😭😭😭
Amin amin, sehat terus untuk kita.
Aku sendiri kuatir, acara Paskah tahun ini bakal sepi. Berdoa saja, semoga awal April nanti corona sudah reda, jadi sungguh nyata “Christ’s victory is our victory”
BTW, gak usah dicoret lagi.. orang Pinoy memang cakep-cakep. Buktinya, di sana kontes kecantikan sangat populer.
Kalo awal April, melihat kondisi sekarang, kayaknya belum aman. Prediksiku paling cepat akhir April atau Mei :((
Tabah ya buat kita semua.
Sejak tgl 14 Maret lalu aku juga udah #dirumahaja. Tapi masih wajib ngajar Google Virtual Class yang dilaksanakan di kantor Gapura Digital Medan. Alhasil, 2x seminggu ya kudu kesana karena udah komit dengan schedule ngajar. Untungnya di kantor itu cuma ada 4 orang tim, jadi bukan ramean gitu. Dan buat pekan mendatang fasilitator bisa online dari rumah masing-masing aja. Alhamdulillah banget. Ya dibalik musibah wabah ini mungkin kita diminta untuk lebih mindful aja ya, Mas Nugie. Biar selow dikit. Semoga dampak buruk dari perekonomian yang ikut babak belur bisa segera dipulihkan.
Wah, mbak Molly udah kerjasama sama Gapura Digital ya. Keren keren!
Amin amin, semoga corona segera berlalu dan segala sesuatu kembali pulih. Selalu ada pelajaran di balik setiap kejadian.
Uhuy, akhirnya main lagi ke sini nih…
Ah, baru aja baca, nasi lemak itu bikin pengen. Belum makan aku mas..haha
Samaan euy itu teko listrik, mudah digunakan dan mudah kalau lagi pengen kopi, tinggal colok aja..
Di instagram juga rame sih, Mas soal tulisan bumi sedang istirahat. Semoga corona segera berlalu, pergi dan hilang ya, Mas..
Sehat-sehat selalu, Mas..
Apa kabar? Haha.
Amin amin, sehat juga buat kamu ya
Emang sedih banget sih mas.
Saya juga kemarin dapat tiket gratis ke Kuala Lumpur dan harus batal berangkat. Angus deh tiketnya karena nggak bisa ganti tanggal. 😥
Woh, kok bisa dapet gratisan lagi? Menang lomba?
Sabar ya, semoga bisa segera berakhir.
Ketika kerja di kantor, biasanya banyak kerjaan sambilan yang harus saya kerjakan. Kini waktu imbauan kerja di rumah. Saya fokus dalam perkuliahan online, mengunggah tiap materi ke mahasiswa, banyak komunikasi dengan mahasiswa dan mengarahkan agar diperbanyak baca artikel serta diskusi melalui kanal-kanal yang tersedia.
Tahun ini sebenarnya sudah ada rencana main ke Sumba, bahkan dari atasn waktu itu sudah mengizinkan dengan persyaratan bulan-bulan ketika kuliah tidak riuh. Sayang Corona datang, dan semuanya berakhir pada semoga tahun depan ke sananya dan lekas pulih Indonesia.
Keren, mas! Tetap berikan imbauan yang terbaik untuk mahasiswanya ya. Semoga akhir tahun ini kita bisa mulai traveling 😀
Semangat mas Nugi untuk WFH-nya, semoga nggak sampai sakit badan parah karena harus duduk lesehan terus-terusan. Jangan lupa sesekali rebahan biar nggak sakit pinggang 😁
Saya juga sudah mulai stay di rumah saja sejak 10 harian lalu, dan sekarang berharap betul semoga April semua mulai membaik jadi kita bisa beraktivitas lagi 😉 memang mungkin bumi sedang butuh istirahat, dan kita diminta untuk diam sejenak. Toh yang sampai puluhan tahun lamanya, jadi semoga yang di luar sana masih meremehkan Corona bisa lebih sadar 😄 dan yang nggak bisa bekerja dari rumah, semoga tetap diberikan kesehatan untuk berjuang demi keluarga yang ada di rumah.
For the last, semoga rejeki mas Nugi tergantikan meski telah merugi karena harus membatalkan perjalanan. Tapi kalau niatnya demi kebaikan, bukan nggak mungkin, nanti akan ada rejeki lain yang datang. Fighting mas 😁🙌
Kalo bulan depan masih WFH, aku mau beli meja sama kursi kerja 😀
Kemungkinan besar April belum reda, semoga setelah summer sudah pulih ya
berharap sebelum lebaran wabah ini segera berlalu, kasihan kalau banyak industri yang turun apalagi kalo yang rejekinya harian.
Amin amin, biar aku bisa pulang kampung juga hihi
sebetulnya sy sehari2 byk kerja dari rumah, jadi ga terlalu byk merubah pola kerja spt yg biasa dilakukan.. tapi kok situasi gini tetep nyesek, baca WA, liat TV, denger radio semua beritanya ttg Corona.. lama2 jadi overwhelmed! jenuh & spt “muntah” informasi ttg Covid…
mau refreshing ga bisa, karena ya itu mau jalan2 ga bisa, mau staycation di hotel khawatir juga.. serba salah.. ditambah lagi bbrp klien spt pending proyek2nya.. duhh cilaka juga penghasilan mandek nih! bersyukur mas Nugi gajinya ga dipotong sama sekali… 🙂
sekarang masih mencari cara untuk membangkitkan semangat kerja.. cari variasi mengerjakan tugas2… hadeuhhh, Covid semoga cepat berlalu
Amin, semoga corona segera menyelesaikan misinya dan cepat berlalu. Biar kita bisa staycation lagi, jalan-jalan lagi.
semoga wabah ini cepet berlalu, dan ceritamu hampir sama kayak aku, plannning ke Golden Triangle yang harusnya berangkat akhir maret terpaksa dibatalkan dan sampe sekarang nggak sempet urus buat kredit akunnya, iklasin aja kalo ga sempet, Plan yang udah disetting hampir setaun terpaksa menguap.
nggak lama sebelum berangkat, ehh malaysia Lockdown. Yawes
kantorku juga memberlakukan WFH, tapi di buat shift shift, sehari masuk, besoknya enggak, begitu seterusnya. Sampe sekarang pun masih blm ada pengumuman kapan aturan WFH ini berlanjut.
Amin amin. Aku udah urus refund tiket di AirAsia sama Traveloka. Udah hampir sebulan, dua-duanya belum ada progress pengembalian dana.
Bagi yang suka jalan jalan, saat ini waktu yang membuat sakaw, apalagi anak kosan gini.
Kalau saya WFH paling males kalau lama lama pakai Zoom, pinggang jadi pegel kayaknya ya karena kursi kosan tak senyaman kursi kantor.
Udah gitu pengen nangis kalau lihat tabungan di portofolio, dana buat jalan jalan menguap
Tos dulu dong yang suka pegel di kosan 😦
Aku lesehan kok, jangan sedih. Bulan depan marilah kita beli meja kantor dan kursinya.
Semoga tabungannya segera nambah ya
[…] dan nggak mengambil risiko. Apalagi, ini nyawa taruhannya. Di awal pandemi, gue udah cerita di tulisan ini gimana gue sampe beli kompor, teko listrik, peralatan masak, dan meja-kursi kerja agar gue nyaman […]