Kami berdua berkendara di bawah guyuran sinar matahari yang terik siang itu. Sang surya kembali menunjukkan keperkasaannya di atas langit Semarang. Di bawah balutan kaos dan kemejaku, bulir-bulir keringat menyembul keluar dari pori-pori hingga meninggalkan bercak-bercak basah pada punggung.
Kami sedang bergerak menuju destinasi kedua terakhir dalam rangkaian perjalanan Semarang Ekspres kali ini. Meninggalkan klenteng Tay Kak Sie yang tenang, menjauhi pusat kota menuju arah Ungaran, beradu kendara dengan bus-bus antar kota dan truk-truk besar melalui jalanan yang berliku dan naik turun.
Dari pusat kota, Pagoda Avalokitesvara yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Watugong, dapat ditempuh dalam waktu 45 menit hingga 1 jam perjalanan. Jika tidak ada kendaraan pribadi, pagoda dapat dijangkau dengan BRT Trans Semarang lalu dilanjutkan 15 menit berjalan kaki normal, atau 20 menit jika diisi dengan foto-foto, atau satu jam kalau sekalian mampir ke Indomaret.
Vihara Buddhagaya itu berada di sisi kiri jalan. Kami melenggang masuk, melalui pos satpam yang mengarahkan tempat memparkirkan sepeda motor kepada kami. Kami lalu meninggalkan kendaraan kami di depan bangunan Dhamansala, di bawah naungan tenda promosi sebuah perusahaan kendaraan bermotor.
Akhirnya, kesampaian juga mengunjungi pagoda yang selalu kulewati dalam perjalanan Bandung-Yogyakarta ini…
Pagoda Avalokitesvara berada pada dataran yang lebih tinggi. Dari bawah, Sulis sudah berbungah melihat pita-pita merah yang tergantung di bawah pohon.
“Eh, bagus! Ada pita-pitanya!!!” pekiknya kegirangan. Mengesampingkan kenyataan bahwa dia adalah warga asli Semarang, namun dia jujur mengaku bahwa ini pertama kalinya dia berkunjung ke sini.
Kami berjalan menapaki beberapa anak tangga menghampiri sang pagoda.
Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong, begitu nama lengkapnya, berdiri menjulang setinggi 45 meter. Museum Rekor Indonesia (MURI) menetapkan bahwa Pagoda Avalokitesvara adalah pagoda tertinggi di Indonesia! Pagoda dengan 7 tingkat tersebut berada di dalam kompleks Vihara Buddhagaya yang diresmikan tahun 2006. Masih terbilang baru jika dibandingkan dengan klenteng Tay Kak Sie dan Klenteng Agung Sam Poo Kong.
Baru sampai di pelataran depan, langkah kaki kami menuju pagoda tiba-tiba dihentikan oleh… hasrat untuk berfoto-foto! Ya, pita-pita harapan berwarna merah itu terlalu menyedihkan untuk dilewatkan begitu saja. Melambai-lambai tertiup angin di bawah Pohon Bodhi yang menaungi Patung Dewi Kwan Im (Dewi Welas Asih) dan dua buah patung Buddha. Sementara patung Buddha yang berwarna keemasan ditempatkan menghadap pelataran, patung Buddha yang berwarna gelap duduk tenang menghadap arah yang berlawanan.
Puas berfoto, kami kembali berjalan naik hingga tiba di dalam pagoda.
Pagoda Avalokitesvara dirancang dengan bentuk segi delapan dengan tiang-tiang berbalutkan ukiran Liong yang menyangga kanopi bagian luarnya. Beberapa lampion berwarna merah tergantung di bawah kanopi. Lantainya dilapisi dengan batu granit yang sejuk. Pengunjung diminta untuk melepas alas kakinya di tangga sebelum menjejakkan kaki di atas lantai. Bangunan pagodanya sendiri dikelilingi dengan kolam ikan koi. Sayang, sepertinya kolam kurang terawat hingga berwarna kehijauan.
Di lapis pertama ini terdapat sebuah patung Buddha besar, sementara patung dewa-dewi ditempatkan di bagian luar, masing-masing menghadap arah mata angin yang berbeda-beda. Pada lapis kedua dan selanjutnya, konon terdapat Patung Dewi Kwan Im yang juga menghadap ke arah empat mata angin. Aku sendiri tak melihatnya langsung karena pagoda tidak dapat dinaiki, tidak seperti saat di Pagoda Chinese Garden, Singapura.
Di samping pagoda, terdapat sebuah patung kura-kura dengan sebuah papan informasi yang ditulis dalam aksara Tiongkok. Jelas aku tak paham apa artinya. Di belakangnya, terdapat sebuah patung Buddha Tidur (Sleeping Buddha) dalam ukuran kecil, tidak sebesar patung Buddha Tidur di Trowulan, Jawa Timur. Dari sebuah papan informasi, ada rencana membangun sebuah patung Buddha setinggi puluhan meter (aku tak ingat berapa detilnya) di samping patung Buddha Tidur tersebut. Namun hingga saat itu, masih belum ada tanda-tanda pembangunan.
Menjelang menit-menit mengakhiri kunjungan, langit Semarang berubah muram berpoleskan awan kelabu. Sejenak kami sempat bimbang menentukan pilihan: apakah akan tetap tinggal di pagoda sejenak, atau langsung menuju destinasi berikutnya dengan resiko akan terguyur tumpahan hujan deras dalam perjalanan. Akhirnya kami putuskan untuk tetap tinggal.
Pilihan yang tepat, karena hujan deras kemudian turun mengguyur bumi Semarang. Kami berdua berteduh di bawah sebuah gazebo yang juga tetap tidak dapat sepenuhnya melindungi kami dari air hujan yang terbawa angin. Syukurlah, saat hujan reda, masih ada waktu untuk kami mengunjungi destinasi terakhir hari itu sebelum aku bertolak kembali ke Bandung pukul 18.30.
Syukurlah, aku berhasil menyambangi seluruh destinasi impian di Semarang dalam 2 hari ini. Semua itu berkat pertolongan seorang Sulis yang sudah berbaik hati mengantarkanku dari satu objek ke objek lainnya. Jelas lebih menghemat waktu (dan biaya, hihihi) daripada jika harus naik angkutan umum. Sulis bahkan mengantarkanku dengan selamat hingga tiba di pool Bandung Express yang akan membawaku kembali ke Kota Kembang.
Seperti apa sih sosok yang bernama Sulis ini?
Let’s keep learning by traveling!
Baca juga:
Semarang Ekspres: Gereja, Klenteng, dan Masjid Agung
Bertamu ke Lawang Sewu, Semarang
aduh bagusnya… waktu semakin sedikit, tetapi semakin banyak tempat bagus yang belum sempat dikunjungi….
Iya ya. Semakin banyak kita tahu, semakin banyak pula daftar itu 😦
Aksara Tiobghoa tiga-tiga itu setahu saya nama orang sih, Bro. Mungkin para donatur pembangunan? :nebak
Ooh, pagoda ini yang di arah Ungaran itu *baru tahu*. Dulu saya cuma lewat saja, tidak singgah! Ternyata apik benar dalamnya :))
Aku juga mikir gitu, bro. Daftar nama donatur.
Iya, baguuusss. Seneng banget bisa ke sini dulu sebelum pulang 🙂
tempat liburan kesukaan saya dan keluarga
Wiiihhh. Tempatnya memang nyaman, sejuk, tidak seramai Sam Poo Kong 🙂
Kalo ndak salah, tugu singa seperti di foto masbro itu adalah replika dari tugu singa yang disebut ‘Lion Capital of Ashoka’ peninggalan kerajaan Ashoka. Tugu asli berada di Sarnath, Veranasi, India, dan Sarnath sendiri adalah tempat suci bagi umat Buddha karena di tempat ini Sang Buddha pertama kalinya mengajarkan Dharma.
Tugu singa itu berhias empat singa saling memunggungi yang menyimbolkan empat kebenaran mulia ajaran Buddha. Lambang singa ini sekarang dijadikan lambang resmi negara India. Gitu Bro.
Referensi makan lumpia yang enak di mana Bro? 😀
Wah, makasih banget penjelasannya kak! Sangat mencerahkan 😀
Di Gang Lombok, kak. Tapi cepat habis.
sama-sama.
Berarti triknya harus pagi2 ya ngantri di Gang Lombok 😀 demi sebuah citarasa 😀
Betul!
iihhh.. ini pagoda deket banget ama rumahku padahal. tp malah belum kesana hehehe..
kak itu yang merah2 dibilang ornamen, setauku buat membakar mayat jadi abu deh.
#jawabvialaptopmalahbisa
Idih, paraaahhh hahaha.
Wah, aku nggak tahu kalau itu buat bakar mayat, kak 😀
Eh, aku baru tahu kalau BRT Trans Semarang juga lewat tempat ini. Soalnya posisinya nggak di sekitar pusat kota. Tapi bagus juga bisa naik angkutan umum. Ngirit, hehehe.
Iya bisa, bro. Tapi dibantu jalan kaki. Terus jalannya hati2 ya, saingan sama bus dan truk gede-gede 🙂
klo naek brt ngambil jurusan mna trus turun dmn?
duuuhh nyesel, dulu kesini cuma foto-foto di luarnya doank 😦
Eh nggak masuk ke dalam? Padahal gratis loh 🙂
Banyak tempat di semarang yang menarik dijelajahi. bangunan2 bersejarahnya bikin mupeeng semua 😀
Betul, mbak. Cocok buat yg suka eksplor kota kayak aku 🙂
kalo gak salah pohon bodhi itu asli dari india mas, negara asal agama buddha, makanya sebagai pengingat dibikinlah monumen singa yg notabene lambang negara india 🙂 cmiiw
Oh, begitu. Aku lebih paham sekarang.
Terima kasih informasinya, mas 😀
sami2 🙂
dulu sering lewat, cuma liat pagodanya aja tapi gak pernah masuk..wah sekarang ternyata di semarang ada juga kayak Batik Trans Solo (baru tau mas) hehe
Aku juga sebelumnya biasa lihat dari luar, dari jalan tol, saat dalam perjalanan Bandung Jogja dan sebaliknya.
Iya sudah ada, mas. Udah agak lama malahan. Jaman aku kuliah udah beroperasi.
kapan2 kudu kesini nih
Harus! Bagus banget pagodanya.
[…] Baca Juga: Terpesona dengan Pagoda Avalokitesvara Semarang […]
[…] Kera Sakti, patung Dewi Guan-Yin banyak diagungkan di kuil-kuil ternama di dunia, misalnya di Pagoda Avalokitesvara Watugong Semarang dan Kuil Kek Lok Si di Penang, Malaysia. Sebagai pecinta budaya Tionghoa (salah seorang teman […]
[…] Boddhisatva Avalokitesvara. Selain di Sanya ini, kuil-kuil megahnya juga pernah gue sambangi di Pagoda Avalokitesvara Watugong Semarang dan Kek Lok Si Temple […]
[…] Sewu yang ikonik dan legendaris, kawasan Kota Lama dengan bangunan bergaya khas Belanda, hingga Pagoda Avalokitesvara yang memesona! Ada juga Klenteng Sam Poo Kong bagi yang ingin berwisata religi sambil berburu foto […]