Akhirnya, Menjejak Bumi Sriwijaya

Fajar merekah | The dawn breaking at Halim Perdana Kusuma Airport, Jakarta

Fajar merekah | The dawn breaking at Halim Perdana Kusuma Airport, Jakarta

Adzan subuh masih berkumandang saat kami berkendara menerabas dinginnya udara Jakarta pagi itu. Gelap belum terangkat, namun kami sudah berangkat. Bandara Halim Perdana Kusuma yang letaknya hanya belasan menit berkendara itu menjadi destinasi kami. Sayang, kami tak menemukan warung makan yang buka untuk aku dapat mempersiapkan bekal sarapan. Akhirnya, aku masuk ke dalam bandara dengan perut kosong. Aji, teman yang mengantarkanku itu, langsung berpamitan segera setelah menyampaikanku dengan selamat di depan pintu masuk bandara.

Setelah memperlihatkan lembar e-ticket kepada satpam yang bertugas di depan pintu masuk, aku melenggang menuju konter maskapai Citilink untuk check-in. Dalam hitungan menit, boarding pass Citilink HLP – PLM dengan nomor penerbangan QG-113 sudah berada dalam genggaman. Yes, aku mendapatkan pengalaman baru dengan Citilink hari ini!

Aku memeriksa waktu dari telepon genggam. Ya Tuhan, masih ada dua jam lagi sebelum keberangkatan. Apa saja yang bisa kulakukan dalam dua jam ke depan?

Beranjak keluar untuk mencari sepiring nasi, harapanku kandas saat menemukan bahwa satu-satunya gerai yang beroperasi hanyalah sebuah warung jajanan kecil yang hanya menyediakan makanan ringan. Tak ada pilihan, aku menghampiri warung itu. Lebih baik ‘kan daripada tidak sama sekali? Segelas Pop Mie dan secangkir kopi instan pun menjadi teman sarapan di pagi buta itu. Harganya? Masing-masing Rp 10.000,00. Mahal kampret!

Boarding room, Halim Perdana Kusuma Airport - Jakarta

Boarding room, Halim Perdana Kusuma Airport – Jakarta

Tahu aku bersungut-sungut, Tuhan lantas membuka tabir cakrawala dan menunjukkan lukisan pagi-Nya yang dipoles dengan warna-warna jingga. Aku tersenyum. Selama beberapa menit setelah menuntaskan sarapan, aku menghabiskan waktu untuk mengabadikan panorama langit dari tempat dudukku.

Pukul 06.15, aku masuk ke dalam boarding room, antre di belakang iring-iringan sekelompok besar orang berbaju putih. Baru saja duduk beberapa menit, sudah ada panggilan bahwa pesawat dengan penerbangan QG-113 pukul 06:45 siap diberangkatkan. Aku kembali beranjak berdiri, masuk berduyun-duyun bersama calon penumpang yang lain melalui Gate 3.

The sunrise while I was taking off, Halim Perdana Kusuma Airport - Jakarta

The sunrise while I was taking off, Halim Perdana Kusuma Airport – Jakarta

Saat keluar gate dan berjalan menuju pesawat, Ia kembali menghiburku dengan panorama matahari terbit dengan pendar jingganya yang mewarnai langit. Aku buru-buru menghidupkan kamera dan menyesuaikan pengaturan, agak panik karena pesawat akan segera diberangkatkan. Saat aku berhasil mengambil gambar dan melihatnya di layar tampilan, aku tersenyum puas melihat hasil bidikanku, meski mungkin belum sesempurna fotografer handal.

Aku lalu buru-buru masuk ke dalam pesawat. Sesaat setelah aku menemukan kursiku di nomor 6E, aku menyempatkan diri menyapa-Nya, mengucapkan syukur atas pagi ini karena aku sampai di bandara tepat waktu dan memohonkan penyertaan-Nya sampai tiba di tempat tujuan.

Aku duduk di antara dua wanita, seorang tante di sisi kiri, dan seorang gadis di sisi kanan. Sayang sekali aku tak dapat menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi Jakarta yang masih berselimut kabut (atau asap?), terhalang oleh si gadis yang menempelkan kepalanya hingga nyaris memenuhi celah jendela.

The plane landed smoothly at Sultan Mahmud Badaruddin II Airport, Palembang

The plane landed smoothly at Sultan Mahmud Badaruddin II Airport, Palembang

A new experience with Citilink today!

A new experience with Citilink today!

Penerbangan Jakarta – Palembang ini tidak berlangsung lama. Kurang dari satu jam kemudian, yang kuhabiskan dengan membaca-baca inflight magazine Citilink, pesawat mendarat dengan mulus di Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Aku kembali mengambil foto untuk mengabadikan momen pesawat yang mendarat dengan selamat, berlatarkan langit biru tanpa sekat. Memikat.

Berjalan menuju pintu keluar bandara, aku menaikkan syukurku pada-Nya. Akhirnya, aku menjejak bumi Sriwijaya. Akhirnya, aku dapat lebih mengenal Nusantara. Ya, ini adalah perjalanan domestik yang pertama di luar Pulau Bali dan Jawa. Perdana tiba di Sumatera!

Mungkin ini bukanlah hal yang luar biasa dibandingkan dengan teman-teman yang sudah melanglang buana berkeliling Indonesia, bahkan dunia. Namun, untuk seorang pejalan sepertiku, ini adalah sebuah pencapaian! Aku bangga pada diriku sendiri yang dapat memenuhi salah satu target di tahun 2015 untuk bergerak keluar dari Pulau Jawa.

Inside the Sultan Mahmud Badaruddin II Airport, Palembang. Nothing special with the interior.

Inside the Sultan Mahmud Badaruddin II Airport, Palembang. Nothing special with the interior.

Belum tiba di pintu keluar, aku sudah dihujani dengan tawaran taksi dari para sopir dan petugas-petugas konter. Hujan tawaran semakin deras saat aku keluar dari gedung bandara. Bahkan meski aku sudah mengatakan akan ada yang menjemputku (yang tentu saja hanyalah sebuah tipu semata), masih saja ada sopir taksi yang gigih memberikan tawaran.

Aku melipir dari godaan syaitan yang terkutuk para sopir taksi dan berjalan mencari-cari halte Trans Musi atau pangkalan tukang ojek. Kata petugas keamanan bandara, ada bus Trans Musi yang beroperasi, namun frekwensi kedatangannya sangat rendah. Pun kata dua temanku yang tinggal di Palembang. Sementara satu orang kawan berkata bahwa bus Trans Musi koridor 5 yang melayani rute bandara Sultan Mahmud Badaruddin II sudah tak lagi beroperasi karena sepi peminat.

Sultan Mahmud Badaruddin II Airport, Palembang. Can you see the "Ampera Bridge" on the mosque roof?

Sultan Mahmud Badaruddin II Airport, Palembang. Can you see the “Ampera Bridge” on the mosque roof?

Entah mana yang benar, namun halte Trans Musi yang berada di ujung selasar memang tampak lengang tanpa seorang pun duduk di bangku tunggunya yang berkarat. Pun tak ada petugas yang berjaga. Agaknya Trans Musi memiliki sistem yang sama dengan Trans Semarang atau bus Batik Solo Trans di mana petugas hanya ada di dalam armada. Aku memutuskan untuk duduk menunggu pada salah satu bangku di selasar, di luar halte.

Sambil meminta informasi kepada teman-temanku di Palembang melalui aplikasi perpesanan, aku mengawasi setiap kendaraan yang melintas. Alih-alih armada Trans Musi, hanya ada taksi dan mobil-mobil pribadi yang lalu lalang hingga satu jam kemudian! Aku yang sudah pasrah dan siap mendatangi salah satu sopir taksi, tiba-tiba saja dihampiri seorang petugas berseragam hijau yang menawarkan jasa ojek. Puji Tuhan, ke mana saja tukang ojek ini dari tadi? Aku lalu teringat ada pria berseragam serupa yang menawariku dari kejauhan sebelumnya, namun langsung kuabaikan karena kukira dia adalah seorang sopir taksi.

Aku memintanya untuk mengantarkanku sampai halte aktif terdekat di Jl. Jend. Sudirman, tak jauh dari simpang empat bandara. Aku menawar sampai harga Rp 15.000, namun ditolak. Kami bersepakat dengan harga Rp 20.000,00. Tak masalah, yang penting aku dapat segera keluar dari selasar membosankan itu.

Saat melalui loket parkir, si abang sopir berbincang singkat dengan mbak-mbak petugas. Ada sensasi yang bergetar di dalam dada saat mendengarnya berbicara dengan bahasa Palembang. Sebagai orang yang perdana keluar dari Tanah Jawa, aku takjub dengan kekayaan bahasa yang disajikan Nusantara. Ke mana saja aku selama ini? Aku tak dapat memahami arti kalimatnya dengan sempurna, tapi kurang lebih aku paham bahwa dia belum dapat membayar biaya parkir karena belum ada uang.

Perjalanan singkat itu diisi dengan perbincangan kecil di antara kami berdua. Sama seperti salah seorang kawanku, abang ojek juga mengatakan bahwa bus Trans Musi yang melayani rute bandara sudah lama tak beroperasi. Dia menawarkan diri untuk mengantarkanku sampai Jembatan Ampera, namun aku menolaknya halus. Selain karena pasti akan menguras lebih banyak uang, aku ingin sedikit merasakan moda transportasi umum di Palembang.

Pagi itu, Palembang menyambutku dengan cakrawala yang bersih dan angin pesisir yang bertiup hangat. Awal yang baik untuk memulai petualangan dua hari yang singkat!

 

Ngomong-ngomong, apa kau menyadari ada sesuatu yang berbeda dalam tulisanku kali ini? Bukan, bukan tentang gaya bahasanya, karena gaya bahasa ini sudah beberapa kali digunakan dalam tulisan-tulisan sebelumnya. Ya, perjalanan ke Palembang ini juga menjadi perjalanan pertama dengan fasilitas dokumentasi yang sudah lebih baik. Thanks to mas Indra Backpacker Borneo. Harapannya, aku dapat memberikan konten yang lebih berkualitas kepada teman-teman travelearners. Tunggu lanjutan cerita perjalanan ini ya!

47 komentar

  1. Selamat datang di Sumatera!
    Mari kita pesta pempek 24 jam! Hahahaha 😀

    BTW, foto langitmu tumbenan juga beda Gie. Pakai CPL yah?

    1. Yuk mari! Hahaha. CPL apa tuh, mas? 😐

      1. filter yg dipasang di depan lensa kamera Gie? coba dicek

  2. Ecieeeh…jadi ini jalan-jalannya pake kamera baru yah? Asik! Ada berenang di Sungai Musi ga, Nug? 😀

    1. Ecieeehhh.

      Enggak, bang. Cuma kecipratan aja pas naik ketek. Adek nggak bisa berenang, bang 😦

  3. Aha kota pempek yang ngangenin. Jembatan Ampera yang penuh sejarah. Selamat eksplorasi Palembang Mas…

    1. Kota bersejarah yang harus dikunjungi pejalan nusantara 😀

  4. Selamat dulu karena gear fotografinya sudah lebih keren lagi dalam menangkap momen! Semoga makin aktif fotografi dan menjepret keindahan bumi pertiwi yang tiada habisnya ini :hehe.

    Dan, Palembang! Kota yang bagi saya terbesar kedua dalam sejarah Indonesia setelah Trowulan, sebagai ibukota Kerajaan Nusantara I, Sriwijaya :hehe. Sunrise yang keren! Siluet kapal terbangnya jadi bagus banget :hehe. Selamat lagi karena sudah menjejakkan satu milestone baru dalam hidupmu: menjejak Bumi Andalas! Saya agaknya mengerti perasaannya pertama kali menjejak tanah di luar bumi yang biasa ditatap sehari-hari :hehe.

    OK, kini saatnya kita menunggu reportase selanjutnya. Ke mana dirimu di Palembang, Mas?

    1. Terima kasih, bro! Hehe. Iya, bakal lebih sering berburu panorama. Ini memang impian sebagai traveler sedari orok 😀

      Kemarin main ke Jembatan Ampera, Benteng Kuto Besak, Monpera, Masjid Agung, Pulau Kemaro, Bukit Siguntang, Jakabaring, sama Kampung Kapitan. Tunggu ceritanya ya!

      1. Wiih, banyak banget tempat wisatanya, Bro! Siap, ditunggu! :)).

      2. Berkat diantar teman Couchsurfing 😀

      3. Oke, saya tunggu ceritanya :hehe.

  5. Tracy Chong · · Balas

    Waaah…kamera baru yaaa.. 😄 kamera apa, Nugie? Aku lg cari2 juga nih..

    Ngomong2 ntah knp aku merasa lucu waktu baca bagian yang ini
    “……… terhalang oleh si gadis yang menempelkan kepalanya hingga nyaris memenuhi celah jendela.” 😝

    1. Model lama, kak. Canon EOS 1000D. Kak Tracy kalau cari kamera baru, beli mirrorless aja 😀

      Hahaha. Iya itu momen sedih 😦

      1. Yg mirrorless kebanyakan juga ukuran gede ya..yg compat cuma dikit pilihannya..lg mau cari yg agak ringan biar bisa mudah dibawa kalo ke tempat yg lebih menantang. Wakaka..*apa coba*

        Duh..harusnya dijitak aja itu gadis si penutup jendela. :p

      2. Mirrorless bodinya lebih compact, kak. Cuma emang lensanya sama aja.

        Kalau mau yg lebih ringkas, try action cam 😀

  6. jangan lupa ke pulau kemaro

    1. Wah, itu destinasi pertama, Win! Hehehe.

  7. selamat datang di kampung halaman saya… Trans Musi di airport itu padahal sangat membantu loh, tapi memang beberapa kali pengalaman naik di airport peminatnya memangnya sedikit. Ngga heran juga kalau koridor itu ditutup akhirnya. Mudah-mudahan rencana pembangunan monorel / kereta menuju bandara bisa terwujud menjelang ASIAN Games nanti

    1. Sebenarnya aku juga menyayangkan, mas. Pemerintah seharusnya menggalakkan transportasi umum.

      Iyaaaaaa. Palembang katanya mau bikin LRT. Nggak sabar!!!

  8. Sepertinya ada 8 tahun udah tidak bersua lagi dengan masyarakat wong kito galo. Moga ada waktu bisa nyusul main. Ditunggu cerita serunya di sana

    1. Wow, dulu sempet tinggal di sana atau main juga? Siap ditunggu!

      1. Main ke rumah saudara. Tapi gak begitu akrab 😀

  9. selamat datang di tanah sumatra… kota yang aku singgahi pertama kali juga palembang, coba nguping “wong palembang”, bahasanya 50:50 jawa dan melayu dialek o 🙂

    1. Oh iya, aku di sana ditemeni 2 orang lokal dari CS. Aku menangkap kata “dhewekan” yg memiliki arti sama dalam bahasa Jawa 😀

      1. cs siapa yak?haryadi yansyah kah? apa satrio wicaksono? hehehe…aku kenal 2 itu hehehe

        yups, pendiri kerajaan palembang (bukan kerajaan sriwijaya) loh, masih keturunan raja demak… dewekan, bae, selawe (25), banyu, lawang, abang (merah) beberapa kata bhs palembang yg diserap dr bahasa jawa..

        kalo bahasa keraton agak mirip bahasa kromo inggil hehehe, tapi udah langka yg bisa bahasa kraton 🙂

      2. Namanya Heru dan Nana. Kenal? Ehehe.

        Oh begitu, jadi keturunan Demak ya. Pantes ada beberapa saat aku berasa denger bahasa ngapak, hahaha.

      3. enggak hahaha…
        sering denger kata “bae” atau “be” kan? memang agak kedengeran ngapak sih :p
        di jambi, bengkulu juga pake “bae” kok 😀
        kan dulunya jajahan sriwijaya

      4. Hm, i see. Belajar banyak nih dari mas. Makasih ilmunya 😀

  10. Fahmi Anhar · · Balas

    aku baru sekali ke palembang, 2014 lalu. kurang begitu nyaman disini, panas dan jalanan kota nya agak kotor. pempek doyan, tapi kalau yang amis banget nggak bisa makan haha. sekarang masih penasaran pengen ke padang, kebayang makanannya yang uenak-uenak 🙂

    1. eh BTW Nug, kalau boleh update, link profile di sidebar kanan ini url ku udah bukan yg wordpress, tapi yg fahmianhar.com 🙂

      1. Oh, aku kira bakal update sendiri. Oke aku nanti update, mas 🙂

    2. di padang nggak ada rumah makan padang lho mas 😀

    3. Nah aku sependapat sama mas Fahmi. Kotanya nggak sebersih yg kubayangkan, lalu lintasnya keras. Hahaha.

      Tapi gpp, aku lebih mengenal nusantara jadinya 🙂

  11. Aku blm perna terbang dari Halim, kapan2 mau nyobain ah 🙂

    1. Kalo seleb blogger terbangnya dari CGK terus ya 😀

  12. Walter Pinem · · Balas

    palembang emang keren sih. kotanya bersih dan banyak spot keren di sana 😀

    1. Kalau banyak spot keren, gue setuju bro. Tapi kalau bersih, hm… Tadinya gue kira juga gitu, seperti kota2 Melayu pada umumnya. Tapi nyatanya, sorry, kotor juga bro. Sama kayak kota besar di Jawa 😐

  13. Jadi, Transmusi koridor bandara masih ada ga ya? Mau main ke Palembang nih. Masih bingung untuk cari transport dari bandara (alternatif selain taxi dan ojek). Haha.

    1. Kayaknya sih udah nggak ada, bang. Seperti kata temenku yang orang Palembang. Ngojek aja sampai halte terdekat.

  14. […] Baca kisah selengkapnya di: Akhirnya, Menjejak Bumi Sriwijaya […]

  15. […] Jetstar (ini malah jadi maskapai pertama yang gue coba), Tiger Airways, Lion Air, Malindo Air, Citilink, Nam Air, Sriwijaya Air, Batik Air, Garuda Indonesia, dan Garuda Indonesia Explore. (Silakan klik […]

  16. […] Sabtu tanggal 18 Januari 2020, gue menjejakkan kaki yang kedua kalinya di Bumi Sriwijaya. Hari itu, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang sudah tak seperti dulu. Lebih modern, lebih menarik, lebih terfasilitasi. Setelah melangkah keluar […]

  17. […] Sabtu tanggal 18 Januari 2020, gue menjejakkan kaki yang kedua kalinya di Bumi Sriwijaya. Hari itu, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang sudah tak seperti dulu. Lebih modern, lebih menarik, lebih terfasilitasi. Setelah melangkah keluar […]

  18. […] Selebihnya, penerbangan ID-6870 itu berjalan dengan baik. IFE lancar digunakan dengan pilihan film yang cukup menarik. Well, it was just an hour flight, jadi gue nggak bisa banyak eksplor. Pramugari memberikan roti dan air mineral 330 ml kepada setiap penumpang. Pesawat terbang dan mendarat tepat waktu, mendarat mulus di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. […]

Like atau komentar dulu, kak. Baca tanpa komentar itu kayak ngasih harapan semu :D

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Duo Kembara

Cerita Si Kembar dan Mommy Ara menghadirkan kebaikan

Lonely Traveler

Jalan-jalan, Makan dan Foto Sendirian

Guru Kelana

Perjalanan sang guru di berbagai belahan dunia

dyahpamelablog

Writing Traveling Addict

Daily Bible Devotion

Ps.Cahya adi Candra Blog

bardiq

Travel to see the world through my own eyes.

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

aryantowijaya.wordpress.com/

Tiap Perjalanan Punya Cerita

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

liandamarta.com

A Personal Blog of Lianda Marta

D Sukmana Adi

Ordinary people who want to share experiences

papanpelangi.id

Berjalan, bercerita; semoga kita terbiasa belajar dari perjalanan

Guratan Kaki

Travel Blog

Omnduut

Melangkahkan kaki ke mana angin mengarahkan

Efenerr

mari berjalan, kawan

BARTZAP.COM

Travel Journals and Soliloquies

Bukanrastaman

Not lost just undiscovered

Males Mandi

wherever you go, take a bath only when necessary

Eviindrawanto.Com

Cerita Perjalanan Wisata dan Budaya

Plus Ultra

Stories and photographs from places “further beyond”.

backpackology.me

An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.

Musafir Kehidupan

Live in this world as a wayfarer

Cerita Riyanti

... semua kejadian itu bukanlah suatu kebetulan...

Ceritaeka

Travel Blogger Indonesia

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Winny Marlina

Winny Marlina - Whatever you or dream can do, do it! lets travel

Olive's Journey

What I See, Eat, & Read

tindak tanduk arsitek

Indri Juwono's thinking words. Architecture is not just building, it's about rural, urban, and herself. Universe.

dananwahyu.com

Menyatukan Jarak dan Waktu