
Gelap belum tersingkap saat gue tiba di Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta dini hari itu. Saat itu baru sekitar jam 3 pagi. Dengan mata yang penuh kantuk, gue turun dari minibus Cititrans yang telah dengan selamat mengantarkan gue ke tempat tujuan dari Bandung. Tak disangka, 2.5 jam ternyata cukup untuk menempuh perjalanan dari Bandung menuju Bandara Soetta di pagi-pagi buta.
Mengira-ngira lama perjalanan dari Bandung ke Bandara Soekarno-Hatta adalah rutinitas yang agak menyebalkan. Lama tempuhnya adalah salah satu misteri yang belum terjawab. Gue pernah terjebak dalam perjalanan selama lebih dari 5 jam untuk rute itu saat gue hendak naik Thai Lion Air ke Bangkok, padahal gue berangkat jam 4 pagi.
Ternyata, sekarang sudah ada jalan tol layang yang memangkas lama tempuh Bandung – Bandara Soetta (dan Bandung – Jakarta pada umumnya). Jika lancar seperti tengah malam itu, perjalanan dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 3 jam! Gue sendiri saat itu naik Cititrans untuk jadwal keberangkatan jam 00:30, berangkat dari Pasteur.
Flight 1: Jakarta – Palembang dengan Batik Air, 18 Januari 2020
Karena masih ada waktu hampir 3 jam untuk penerbangan Batik Air Jakarta – Palembang jam 5:45, gue berusaha untuk tidur di atas dingin dan kerasnya bangku tunggu penumpang di selasar Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Gagal. Selain karena dingin, gue ini memang pada dasarnya harus tidur dengan alas yang layak, kecuali dalam kondisi ngantuk berat, dan saat itu gue udah melalui titik terngantuk gue. Maafkan pangeran yang manja ini.


Kamu yang udah biasa menahan kantuk pasti paham. Setelah berhasil melalui titik paling ngantuk, kita lalu nggak merasa ngantuk lagi. Iya, mata terasa pedas dan perih, tapi nggak bisa-bisa tidur. Baru kemudian saat situasi udah bener-bener tenang, kita bisa tidur. Tos dulu kalo samaan.
Kebetulan di dekat posisi gue saat itu ada A&W Restaurant. Setelah gue intip, ternyata dia ada menu paket sarapan yang lengkap dengan secangkir kopi panas. Tanpa repot mikir dan cari-cari lagi, gue langsung meletakkan tas di salah satu kursi kosong dan menyampaikan pesanan di konter. Lumayan, meski harganya memang harga bandara dan porsinya nggak ngenyang-ngenyangin banget, minimal badan terasa lebih hangat berkat kopi. Gue bisa ngechas handphone pula!



Waktu terasa berjalan sangat lambat pagi itu. Karena masih ada waktu, gue iseng berjalan menuju stasiun skytrain (kalayang) yang saat ini sudah terhubung oleh jembatan pejalan kaki, jadi nggak perlu geret-geret koper menyeberang jalan. Saat hendak ke Hainan awal November 2019 lalu, gue sudah melalui jembatan ini. Tapi karena saat itu gue harus lari-lari menuju konter check-in Jetstar Airways, gue nggak bisa foto-foto.
Baca cerita perjalanannya di: Drama Perjalanan ke Hainan
Skytrain belum beroperasi pagi itu, stasiunnya masih tutup. Jadi gue hanya foto-foto di jembatan lalu kembali ke bawah.



Singkat cerita, tiba saatnya check-in. Oleh petugas konter Batik Air, gue diberi kursi di deretan A, thankfully. Sebagai maskapai full service, penerbangan ini sudah termasuk bagasi 20 kg, makanan ringan, dan in-flight entertainment (IFE). Harganya cukup menggiurkan, hanya di Rp 630.100 melalui Traveloka. Namun gue nggak memanfaatkan manfaat bagasi gratis saat itu, barang bawaan gue hanya 1 ransel ukuran sedang.
Namun meski sebagai maskapai paling mewah Lion Air Group, Batik Air ternyata tak luput dari sedikit error. Pertama, jadwal keberangkatan yang berbeda 5 menit dari jadwal di Traveloka. Memang nggak krusial sih, entah siapa yang salah, tapi akan lebih baik jika ada sinkronisasi yang akurat. Kedua, yang cukup bikin deg-degan, adalah pergantian boarding gate tanpa pemberitahuan di papan informasi. Puji Tuhan saat itu gue sudah dalam mode siaga dan lalu cek-cek boarding gate di seberang, hanya pindah satu nomor.



Selebihnya, penerbangan ID-6870 itu berjalan dengan baik. IFE lancar digunakan dengan pilihan film yang cukup menarik. Well, it was just an hour flight, jadi gue nggak bisa banyak eksplor. Pramugari memberikan roti dan air mineral 330 ml kepada setiap penumpang. Pesawat terbang dan mendarat tepat waktu, mendarat mulus di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Lanjutan ceritanya bisa dibaca di: Review & Travel Guide LRT Palembang
Flight 2: Palembang – Jakarta dengan Citilink, 19 Januari 2020
Penerbangan Citilink ini memiliki jadwal penerbangan yang cocok dengan kemauan gue, yaitu jam 19:20. Itu artinya gue dan Ara masih punya waktu seharian sebelum ke bandara. Harganya memang agak mahal sih, Rp646.800 di Traveloka, bahkan tiket Batik Air gue masih lebih murah. Saat proses pembelian, ada ikon bagasi dan makanan di bawah jadwal penerbangan ini. Kirain dapet makan juga, ternyata hanya bagasi gratis 20 kg.
Hari Minggu itu, cuaca Palembang cukup cerah. Kami berdua berboncengan naik sepeda motor melalui Jl. Gubernur H. Asnawi Mangku Alam menuju landasan burung-burung besi, sementara baskara yang bersinar keemasan membayangi di sisi kiri, bersiap tenggelam dan bersembunyi dari bumi.


Senja itu, setelah early dinner di gerai CFC bandara, Ara melepas kepergian gue dengan sebuah pelukan singkat penuh kasih. Kami berswafoto, sebelum akhirnya gue masuk ke dalam aula keberangkatan untuk check-in di penerbangan QZ-981.
Flight 3: Jakarta – Palembang dengan Lion Air, 6 Maret 2020
Belajar dari pengalaman sebelumnya, gue nggak lagi naik penerbangan pagi-pagi kali ini. Gue mengajukan 1 hari cuti untuk mengambil penerbangan Lion Air Jakarta – Palembang dengan jadwal keberangkatan jam 11:45. Penerbangan ini juga gue beli dari Traveloka seharga Rp464.900 tanpa benefit apa pun.

Gue lagi-lagi mengandalkan Cititrans yang memiliki picking-up point di dekat kost untuk mencapai Bandara Soekarno-Hatta, kali ini mengambil jadwal keberangkatan jam 05:15. Karena tiba lebih cepat, gue ditawari jadwal yang berangkat 30 menit lebih awal, tentu saja gue ambil hehe. Jam 4 pagi gue sudah bangun karena dering alarm ponsel, tas sudah terkemas rapi. Gue tinggal ganti baju dan memesan GOJEK, 10 menit kemudian sudah tiba di picking point.
Sekitar jam 7 pagi, atau 2 jam kemudian, gue tiba di Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta di mana penerbangan domestik Lion Air beroperasi. Di dekat posisi gue turun, ada sebuah kedai bernama Maximum Kopi yang menyediakan beragam menu dengan harga yang masih affordable. Tanpa mikir-mikir lagi, gue langsung menjadikannya tempat untuk menikmati sarapan.


Gue memesan menu aman sepanjang hayat, nasi goreng, ditemani secangkir Kopi-C panas sebagai obat rindu untuk Singapura. Ternyata setelah ditotal dengan pajak-pajak, harga yang harus gue bayar tetep harga bandara, hahaha. Gapapa deh, jiwa gue terpuaskan sama kopinya.
Selesai sarapan, gue berjalan menuju Terminal 1B di mana penerbangan Lion Air JT-344 gue akan diberangkatkan. Karena melihat jajaran mesin check-in mandiri dan langsung teringat dengan proses check-in Lion Air yang lama dan banyak manusia (ceritanya bisa dibaca di: Nyaris 2 Kali Ketinggalan Pesawat Dalam 1 Hari), gue memutuskan untuk mencetak boarding pass di situ. Ternyata cepat dan mudah! Kursinya juga dapat di sisi jendela.


Saat itu gue berangkat dengan membawa sebuah tripod kamera yang, dalam kondisi dilipat, panjangnya sekitar setengah meter. Gue nggak mendapat informasi jelas tentang peraturan tripod di Lion Air, apakah perlu masuk bagasi atau enggak. Ada yang bilang tergantung bandaranya, ada yang bilang juga akan disimpan di area khusus di kabin.
Gue memilih untuk mencoba peruntungan lebih dulu, toh waktunya masih cukup banget. Sampai di security point sebelum masuk ke boarding gate, gue dicegat petugas yang memeriksa barang melalui scanner. Katanya, tripod nggak boleh dibawa masuk ke dalam kabin karena merupakan peraturan bandara. Gue diminta untuk berjalan kembali ke departure hall dan menghadap konter check-in. Ya sudah, gue ikuti. Gue sempat membujuk-bujuk lebih dulu, namun tetap nggak diperbolehkan.


Thankfully, pembelian bagasi Lion Air secara offline DIHITUNG PER KILOGRAM! Karena tripod dihitung 1 kg, jadi gue hanya perlu membayar Rp26.000,00 wakakaka. Nggak masalah sih kalo gini, padahal gue udah ancang-ancang dengan harga bagasi yang mencekik! Tapi kalo kamu dari awal udah YAKIN bahwa kamu butuh bagasi dengan kapasitas lebih dari 5 kg, lebih baik kamu tetap membeli bagasi secara online.
Flight 4: Palembang – Jakarta dengan Citilink, 8 Maret 2020
Gue tiba di Bandara SMB II Palembang dalam keadaan kacau dan sangat lelah. Kami tiba setelah naik motor melibas jalanan berlumpur dan rintik gerimis dari rumah mama Ara. Gue memakai jas hujan dan sandal jepit mama, sementara sepatu dimasukkan ke dalam kantung plastik. Sepanjang jalan, bahu terasa nggak nyaman banget karena strap tas yang nggak terpasang benar. Terlalu panjang dan nggak sama panjang. Kirain udah maksimal, ternyata setelah kemudian gue betulkan, strap-nya masih bisa diperpendek. Ternyata gue cuma lupa aja caranya, hehe. Lalu kami masih harus mampir dulu di kost Ara untuk mengambil pempek yang mau gue bawa ke Bandung.

Kami juga nggak lama di rumah mama, mungkin hanya sekitar 1-2 jam. Dalam perjalanan dari kota menuju rumah mama pun, perjalanan kami terhambat 2 kali karena ban sepeda motor Ara bocor. Satu kali perjalanan memakan waktu sekitar 40 menit, dan pulang-pergi gue duduk anteng di boncengan sambil membawa sekardus kecil pempek karena Ara jauuuhhh menguasai medan. Well, kalo gue yang bawa motor, mungkin bisa 2 jam dalam sekali perjalanan. Mungkin itu yang membuat gue merasa capek banget.
Tadinya, Ara berencana ngajak gue ke rumah mama di hari Sabtu supaya gue nggak terlalu capek di hari kepulangan. Ini bener, dan bisa diterapkan kalo gue nggak ada kerjaan review hotel. Tapi karena gue harus me-review, jadi demi efisiensi waktu gue meminta kami ke rumah mama di hari Minggu setelah check-out agar gue bisa leluasa foto-foto seharian di hari Sabtu.

Begitu tiba di gedung bandara, gue langsung masuk ke dalam kamar mandi (shower room) gratis yang lokasinya persis di seberang CFC. Bisa diakses dari luar karena belum masuk restricted area bandara. Di kamar mandi, gue bersihkan sandal dan kedua kaki yang berbalut lumpur, ganti celana dan baju yang basah banget, dan packing sekadarnya.
Gue memeluk Ara sekejap, lalu buru-buru masuk ke konter check-in karena jadwal boarding gue udah mepeeettt!

Di konter check-in, gue masukkan tripod dan sekardus kecil pempek. Tripod-nya ternyata harus di-wrap dulu di konter seberang, padahal saat penerbangan Lion Air gue bisa langsung memasukkan tripod. Oleh petugas konter, tripod dan kardus pempek minta di-wrap jadi satu sekaligus. Ternyata petugas wrap bilang nggak bisa karena perbedaan bentuk keduanya. Karena harga wrapping per item Rp50.000,00, akhirnya gue cuma wrap tripod gue.
Gue lalu naik menuju boarding room, melalui pemeriksaan dengan lancar, lalu menghampiri barisan bangku yang berada dekat dengan boarding gate penerbangan gue. Gue repacking, merapikan isi tas, membetulkan letak beberapa barang agar lebih nyaman. Baru juga kelar repacking, eh udah dipanggil buat masuk ke dalam pesawat aja dong. Ya Tuhan, itu kalo gue telat dikit aja bisa-bisa ditinggal, atau harus lari-lari dan nggak sempet repacking.
Kursi gue berada di barisan depan, dan lagi-lagi duduk di barisan kursi A. Thanks God, gue akhirnya bisa duduk dan menghembuskan nafas lega.
Kesimpulannya, menurut gue Batik Air adalah penerbangan terbaik untuk rute Jakarta – Palembang. Harganya masih lumayan, nggak semahal Garuda Indonesia (ya karena servis GIA memang lebih baik juga). Yang setara dengan Batik Air (harga dan layanan) mungkin Sriwijaya Air. Citilink adalah opsi hemat terbaik. Pelayanannya memuaskan banget, kabinnya rapi dan bersih. Walau nggak dapet makan, tapi dapet bagasi gratis 20 kg. Harganya di kisaran Rp300.000an – Rp500.000an, tapi yang harga termurah biasanya jamnya nggak terlalu asyik.
Lion Air adalah opsi terhemat dengan harga di kisaran Rp300.000an dan banyak jadwal yang bisa dipilih. Memang nggak ada bagasi, tapi nggak masalah buat kamu yang bawaannya nggak banyak kayak gue. Beli bagasi di konter Lion Air cuma Rp26.000,00! So, you decide which airline to ride.
Baru sadar kalau mas Nugie ke Palembang cuma 2 hari 1 malam 😁 remuk deh itu badan, seperti saya dulu waktu PP ke Korea berangkat sabtu pagi, pulang senin siang, langsung sakit semua badan 😅 by the way, harganya Lion ini memang murah banget ya, bisa setengah harga Batik, cuma delay-nya kadang kebangetan lamanya. That’s why kalau nggak kepepet, saya nggak ambil Lion daripada berujung kesal 😂 fortunately mas Nugie nggak kena delay waktu ke Palembang 😄
By the way, mas Nugie dan mba Ara looks great together 😍
Pas ngapelin pertama cuma 2 hari, yang kedua aku di sana 3 hari hehe.
Ahaha makasih, mbak Meno
Bulan-bulan ini tertunda penerbangan yang lainnya mas karena pandemi ahhahahaha
Kayaknya bisa itu pas libur natal lanjut ke sana, kan hampir satu minggu.
Libur Natal mau mudik rencana, bawa Ara 😀
Udah bertahun-tahun kayaknya aku gak pernah mampir ke terminal 1 Soekarno Hatta hehehe. Kayaknya kalau musim liburan bakal ruame banget.
Di antara tiga maskapai itu emang yang paling low budget ya Lion. Ya namanya murmer, ada harga ada mutu. Paling enak makanannya sih Batik. Si Siti konon nasi kuningnya enak. Tapi belum pernah nyoba.
Tapi kalau ke Palembang naik Batik sih klo nonton jadi keputus, soalnya durasinya bentar banget kan. Jadi suka nerusin nonton film yang sama pas penerbangan baliknya :). Kalau majalah penerbangan, aku suka si Siti. Kalau gak salah yang bikin kerjasama sama Tempo 🙂
Ini kedua kalinya ke terminal 1 kalo gak salah, yang pertama pas tahun 2018 ke Pangkalpinang, Bangka.
Iya bener, karena cuma 1 jam jadi durasi nonton jadi terpotong 😀
Kok mbak-mbak *FC yang bikin emosi di SMB ga diceritain? 😂😂😂
Duh… Next dating jangan di palembang lagi deh. Bosen euyyyy…
Gak penting itu, hahaha. Mana nggak ada foto CFC juga.
Next dating di Hanoi, Vietnam
Duh, salfok sama foto bedua *ehem-ehem*
Aku pernah terbang ke Palembang, sekali doang. Durasinya mirip-mirip kayak terbang ke PGK. Tapi berasa nanggung gitu karena singkat banget haha.
Kalau Jkt-Palembang tersambung full kereta api via jembatan Selat Sunda, bakal asik nih nyepur sehari semalem.
Wahaha, nyepur asyik asal di sananya juga lama biar badan nggak remuk 😀
Monmaap kalo foto duaannya mengganggu fokus wkwk
Jadi pemanis liputan malah, +++ pemanis hati sang penulisnya ahay
Perjuangan berjarak ya mas, luar biasa. Saya ke inget hujan hujanan jadinya, mana pelukan dari belakang makin kenceng.
Saya belum pernah ke Palembang sih, dan terakhir waktu dari Jakarta ke Pekanbaru naik batik dapet nasi goreng. Apa karena perjalanan pendek ya ke Palembang dapat roti atau karena berangkat pagi
Aw, (((hujan-hujanan peluk dari belakang)))
Biasanya kalo penerbangan pendek memang cuma dikasih snack. Tapi Jakarta-Pekanbaru kan pendek juga, enak banget dapet nasi goreng. Mauuu.
Baru tahu di SMB II ada shower room. Setelah baca ini jadi mengingat-ingat rasanya pernah liat tanda petunjuknya. Tapi karena bandara sendiri yang kalau ke sini pasti udah mandi jadi gak ngeh dan nggak ngerasa butuh juga dengan fasilitas ini 😀
CGK itu sering dibully. Jeleklah, inilah, itulah. Tapi, ntah kenapa aku selalu senang berada lama-lama di sini. Bahkan kalau delay pun ya nikmat aja rasanya (Asal gak ngejer pesawat lanjutan aja). Bermalam di sini pun udah lebih dari 2 kali. Walau gak senyaman SIN (ya jelaslah ya haha), tapi kalau berada di sini pokoknya kebawa aura bahagia hehe.
Aku juga bangga sama CGK, mas. Terminal 1 dan 2 desainnya Indonesia banget, Terminal 3 futuristik, ada kereta bandara dan skytrain. Sekarang udah lebih bersih dari sebelumnya.
Iya bener. Udah jauh lebih baik. Nggak malu-maluin deh ^^
Aku ttp memilih Citilink :D. Memang ga dapat makan, tp service bagus, dan kabinnya LBH bersih kalo yg aku rasain :D.
Walopuuuun skr lion grub udh sangat membaik, tp aku blm bisa 100% lgs suka Ama mereka lagi. Ibarat pernah pacaran, disakitin, tp kemudian dia minta maaf ga akan mengulangi, cm msh ada keraguan wkwkwkwkwk. #Apa sih perumpamaan ku :p.
Duuuh aku baca ini lgs pgn terbaaaaaaaaaang mas :(. Kapan bisa jalan2 lagiii. 😦
Yes! kabinnya Citilink emang bersih, mbak. Dan sebenernya harga makanannya masih oke sih meski gak semurah AirAsia 😀
Semoga Agustus udah bisa ya
hahaha betulll gie, harga murah tapi jam nggak asik. nih maskapai ngejual jam juga
kadang aku rela ngeluarin duit lebih untuk jam jam tertentu, tujuannya biar di kota kedatangan ada waktu lebih atau masih harus kesana kemari, efisiensi waktu
Karena di jam ideal juga harganya masih nggak mahal-mahal amat, jadi ya sudahlah diambil aja ye
[…] segi lokasi, Favehotel Palembang berada di antara Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II (kost Ara deket sini) dan pusat kota Palembang. Alamat persisnya ada di Jalan Jend. Basuki Rahmat […]
[…] Baca juga: Cerita Penerbangan Jakarta-Palembang PP dengan Citilink […]
[…] Krabi. Gue terseok-seok jalan kaki dari penginapan ke jalan raya, lalu naik angkutan ke kota. Pas pertama kali ketemu Ara di Palembang pun, asma gue kambuh dari sejak di Bandara Soekarno-Hatta dan lalu kambuh parah pada malam harinya […]