Pernah ketinggalan pesawat? Atau kereta? Sebagai seseorang yang biasanya disiplin waktu, gue nggak pernah ketinggalan kereta. Gue malah udah biasa duduk anteng di ruang tunggu stasiun sekitar 30-45 menit sebelum jadwal keberangkatan kereta. Namun perjalanan dari Bandung menuju Hainan bulan lalu ternyata menorehkan pengalaman baru dalam riwayat perjalanan gue. Gue ketinggalan kereta, dan seharusnya juga udah bakal ketinggalan pesawat!
Namun sebelum gue menceritakan lebih detil tentang drama perjalanan itu, gue mau cerita sedikit tentang alasan gue memilih Hainan dan bukannya Beijing, Shanghai, atau Guangzhou. Btw, buat kamu yang lebih suka mendengarkan daripada membaca, cerita perjalanan ini juga bisa kamu simak di podcast Spotify gue di bawah ini.
Mengapa Memilih ke Hainan?
Sampai sekitar bulan Februari 2019 lalu, nama “Hainan” nggak pernah muncul di dalam kepala sebagai salah satu destinasi impian traveling gue. Gue bahkan nggak tahu ada daerah bernama Hainan di Cina, padahal gue suka banget makan Nasi Hainan di Singapore. Kalau bicara jalan-jalan ke Cina, yang terpikir di benak gue adalah Beijing, Shanghai, Guangzhou, Guilin, Kunming, atau Tibet. Sampai akhirnya, gue mendapat kabar bahwa sebuah agen travel ternama di Indonesia, HIS Travel, menggelar kompetisi blog dengan hadiah paket perjalanan ke Hainan.
Karena merasa punya minat yang pas, gue memutuskan buat berpartisipasi dalam lomba itu. Saat itu gue memang benar-benar sedang banyak ngepoin Cina, jadi gue merasa gue akan bisa menulis dengan hati untuk kompetisi ini. Akhirnya terciptalah sebuah tulisan tentang Hainan yang cukup panjang, komprehensif, banyak dikomentari, dan membuat gue cukup optimis. Sayangnya, ekspektasi gue ternyata meleset jauh dari kenyataan karena gue nggak memenangkan juara apa pun dalam lomba ini, hahaha.
Tulisannya bisa dibaca di: 7 Tempat Menarik yang Instagrammable di Hainan
Selama beberapa bulan, gue diamkan kekalahan dan tulisan itu. Sampai suatu hari, saat gue memeriksa statistik blog secara berkala, gue mendapati fakta bahwa tulisan gue tentang Hainan itu ternyata laris dibaca. Kroscek yang gue lakukan di mesin pencari Google dengan mode incognito pun mengatakan hal serupa. Bahkan ada yang sampai DM gue di Instagram buat nanya-nanya tentang Hainan. Saat itulah, gue berkata kepada diri sendiri, “One way or another, gue harus ke Hainan!”
Drama Sakit Jelang Keberangkatan
Singkat cerita, gue sakit batuk berdahak, radang tenggorokan, dan demam dari hari Selasa. Rabu merasa mendingan, tapi sayangnya hari Kamis malam kondisi gue drop lagi. Kemungkinan gara-gara kecapekan karena seharian gathering perusahaan dari pagi sampe malem. Batuk-batuk gue jadi sering lagi, demamnya naik lagi, tenggorokan terasa tercekat, dan suara gue pun berubah. Melihat kondisi tubuh sendiri yang seperti itu, gue udah pasrah, “Kalo besok gue nggak lebih baik, gue akan batalkan trip ke Hainan ini.”
Ternyata, besok paginya kondisi gue membaik. Gue udah nggak meriang, suara gue berangsur back to normal, dan badan gue terasa lebih bugar. Pagi-pagi sebelum berangkat ke kantor, gue buru-buru packing dengan tas seadanya karena backpack 60L kotor dan belum sempet di-laundry. Sekitar jam 13:00, gue berobat ke klinik di deket kantor supaya dapet resep obat dari dokter. Pas balik lagi ke kantor, gue udah nggak fokus kerja. Gue sibuk print out seluruh bukti pemesanan pesawat terbang dan hotel, sibuk mencatat nama-nama tempat yang mau gue tuju dalam aksara Cina, dan sibuk repacking.
Jam 15:00, gue udah siap buat cabut dari kantor dan memesan ojek online ke Stasiun Bandung. Saat itulah hujan deras turun mengguyur Bandung.
Drama Perjalanan dengan Ojek Online dan Kereta Api
Karena hujan deras, dua GoCar yang udah gue order harus gue cancel karena jarak mereka terlalu jauh. I’m sure the minute they arrive here, my train would have been departed for minutes. Lalu gue beralih ke GoRide, dan gue nggak dapet-dapet driver. Mulai panik, gue samperin salah satu temen kantor gue buat pake akun Grab-nya. Puji Tuhan dapet GrabBike. Jam 15:30 kurang, sang driver tiba di kantor setelah gue minta buru-buru padahal dia mau neduh dulu sampe hujan reda.
Bersama babang GrabBike, gue menerabas derasnya hujan dan banjir dalam naungan mantel hujan yang nggak sepenuhnya melindungi tubuh gue. Ingat, saat itu gue lagi sakit, hahaha. Sepatu gue basah kuyup, bagian bawah celana gue juga udah basah, padahal itu celana jins dan gue mau naik kereta api ber-AC. Meski gue nggak minta untuk ngebut, tapi gue bisa melihat usaha si driver untuk menyampaikan gue secepat mungkin di stasiun.
Jam 15:50, gue mendarat di Stasiun Bandung. Gue tersenyum kecut, tapi masih mencoba memeriksa kode booking dan berharap keretanya belum jalan. But you know what? KERETA GUE MALAH HARUSNYA JAM 14:45, BAMBAAANGGG. Bukan jam 15:45. Gue ngakak di dalam hati menertawakan kebodohan diri sendiri. Ini adalah pertama kalinya gue salah mengingat jadwal kereta. Mungkin karena sakit dan persiapannya buru-buru, jadi otak gue sengklek sedikit.
Di tengah hiruk pikuk Stasiun Bandung, gue berdiri terdiam di depan mesin cetak boarding pass, sibuk dengan pikiran sendiri. “Ini udah mau jam 16:00. Kalo naik travel juga udah nggak akan kekejar, sekitar jam 21:00 gue bakal baru sampe, malah ada kemungkinan juga baru nyampe jam 22:00. Padahal pesawat gue jam 21:55,” pikir gue saat itu. Maka akhirnya, gue melangkah menghampiri loket tiket pembelian go-show, berharap masih ada kursi yang tersisa di jadwal kereta berikutnya.
PUJI TUHAN ADAAAAAA!!! Walaupun kursi ekonomi dan ditempatkan di baris lorong, tapi gue berhasil berangkat ke Stasiun Gambir dengan jadwal keberangkatan jam 16:10. Gue relakan tiket kereta api Argo Parahyangan Eksekutif yang harus hangus terbuang karena keteledoran sendiri.
Haleluya badan gue nggak drop sepanjang perjalanan dengan kereta api. Jam 19:30 kurang, gue tiba dengan selamat di Stasiun Gambir. Gue langsung order GoRide begitu kaki menjejak di lantai peron, didn’t wanna lose any single minute. Yes, dapet driver, dan lokasinya juga udah di luar Stasiun Gambir. Sayangnya, driver ini nggak paham lokasi. Dia bilang dia ada di pintu belakang deket Indomaret Point, deket Monas, di depan pintu masuk mobil. Gue udah berbaik hati dengan berjalan kaki menghampiri lokasi yang menurut gue adalah benar, tapi sesampainya di sana gue malah bingung. Lalu gue sadar, kalo kedua ujung Stasiun Gambir memang sama-sama ada Indomaret Point-nya.
Gue lalu berjalan kembali ke bagian tengah Stasiun Gambir. Melalui sambungan telfon, gue dengan agak emosi minta driver untuk menjemput gue di pintu keluar pejalan kaki, yang ada tulisan STASIUN GAMBIR, yang dikerumuni oleh puluhan driver ojol. Kurang jelas apa coba? Namun dia bingung. Detik berikutnya setelah sambungan telfon terputus, dia cancel order. Ya udah bagus, gitu aja, tapi 10 menit gue yang harusnya bisa buat jalan ke stasiun kereta bandara jadi terbuang.
Untungnya langsung dapat driver kedua dan lokasinya juga udah deket Stasiun Gambir. Gue pun capcuuusss ke Stasiun BNI City. Namun mendekati Stasiun KRL Sudirman, gue bingung kenapa driver-nya malah muter lewat Grand Indonesia. Jadi, jalan yang menghubungkan Stasiun KRL Sudirman dan Stasiun BNI City sekarang ditutup untuk kendaraan, cuma buat pejalan kaki. Nah, si bapak driver muter-muter lewat Grand Indonesia, belak-belok di jalan kampung, cuma buat “sekadar” menyampaikan gue persis di depan bangunan Stasiun BNI City. Sekian menit terbuang buat muter-muter. Kalo gue tau bakal kayak gitu, gue akan lebih memilih turun di depan Stasiun Sudirman, lalu jalan bentar ke Stasiun BNI City. Jalannya dikit banget elah, 1-2 menit kali. Si bapak harusnya nanya dulu ya.
Gue udah beli tiket kereta bandara Soekarno-Hatta via Traveloka. Tiketnya bisa dipake buat jadwal mana pun di hari yang udah kita atur saat booking, penukarannya dilayani di meja petugas. Men, kereta bandaranya baru berangkat jam 20:21, lalu sampe di bandara jam 21:07, sementara pesawat 21:55. Bayangin deh gimana perasaan gue saat itu.
Drama Lari-Lari di Bandara Soekarno-Hatta
Pesawat jam 21:55, sampai bandara jam 21:07. Belum acara jalan ke stasiun skytrain bandara Soetta, belum perjalanan skytrain-nya, belum perjalanan dari stasiun skytrain ke konter check-in. Padahal teorinya, konter check-in ditutup 45 menit sebelum jadwal penerbangan.
Namun entah kenapa tak ada dorongan menyerah malam itu. Begitu kereta bandara berhenti di Stasiun Kereta Bandara Soekarno-Hatta dan pintu terbuka, gue langsung lari ke stasiun skytrain! Sampe di peron skytrain, pas banget ada kereta yang kemudian dateng. Setelah skytrain sampai di Stasiun Terminal 2, gue lari-lari lagi menuju gedung terminal yang sekarang sudah terhubung dengan skybridge. Duh, padahal udah membayangkan mau foto-foto dulu di skybridge ini buat review, siapa sangka gue ternyata harus melalui jembatan itu dengan langkah terburu.
Sampai di gedung terminal 2, gue masih harus lari-lari lagi ke konter check-in Jetstar karena ujung skybridge ada di bagian keberangkatan domestik. Tapi gue nggak sendiri. Dari sejak turun kereta bandara, ada dua anak muda lainnya yang sama-sama lari tunggang langgang. Kami bertiga salip-salipan, dua cowok dan satu orang cewek. Kadang lari penuh semangat, kadang jalan menggeh-menggeh. Umur memang nggak bohong, mana udah nggak pernah lari pula. Ternyata kami bertiga mengejar satu penerbangan yang sama.
Walaupun secara teori udah nggak bisa check-in dan layar di konter check-in juga sudah berbunyi, “Tutup”, ajaibnya kami bertiga masih diterima check-in dooong! Puji Tuhaaannn. Saat lagi nunggu giliran―cowok Chinese di depan, mbak-mbak di tengah, gue paling belakang―gue sempet towel mbak-mbak itu dan ngomong, “Kita sama.” Sayangnya dia cuma bilang dengan nada datar, “Iya.” Entah karena capek, atau emang nggak terlalu suka ngobrol sama orang baru. Padahal gue berharap minimal salah satu dari mereka bisa jadi temen ngobrol sih, hehe.
Selesai check-in, gue lalu lari-lari ke boarding room. Belum bisa tenang kalo belum masuk boarding room, cuy! Setelah sampai di dalam, ealah ternyata gue masih bisa duduk-duduk lumayan lama, tau gitu tadi jalan aja wkwkwk. Jadi, penerbangannya memang sedikit delay, tapi delay yang menyelamatkan.
Bermalam di Bandara Changi Singapura
Hal pertama yang gue lakukan setelah mendarat adalah mencari ATM DBS dan money changer. Fyi, Jetstar mendarat di Terminal 1 Bandara Changi Singapura. Puji Tuhan, di area transit ada ATM DBS dan money changer yang terletak sebelah-sebelahan. Ternyata bener kata temen gue, money changer Changi beroperasi 24 jam. Jadi gue tarik uang 50 SGD dari ATM DBS, lalu gue tukar ke Chinese Yuan (CNY) di money changer UOB. Gue udah nggak peduli bagus enggaknya nilai tukar mata uangnya. Yang penting gue nggak datang ke Cina dengan tangan kosong, men! Untung gue ada rekening DBS, jadi nggak ada biaya administrasi saat tarik tunai di DBS Singapura.

ATM DBS dan money changer 24 jam di Terminal 1 Bandara Changi
Nah, pas terbang dari Jakarta ke Phuket via KL dan dari Bandung ke Macau via KL beberapa bulan sebelumnya, gue sama sekali nggak keluar imigrasi. Jadi setelah mendarat, gue langsung move ke boarding gate penerbangan selanjutnya. Maka saat mendarat di Changi dini hari itu pun, gue pikir juga gue nggak perlu keluar imigrasi. Makanya habis kelar urusan duit, gue dengan santainya tidur-tiduran di salah satu bangku panjang tanpa lengan kursi yang banyak berjajar di depan boarding room.
Sekitar jam 4 pagi, gue hampiri konter transit yang biasa ada di setiap terminal Bandara Changi. Eh, ternyata petugas konter bilang kalo gue harusnya keluar imigrasi dan check-in di departure hall. Kepala gue langsung maknyeeesss, karena bakal mepet kalo saat itu harus keluar imigrasi terus masuk lagi. Untungnya, mbak-mbak itu terus menambahkan, “Atau bisa juga di konter 4.” Thanks God, meski harus sedikit jalan kaki, tapi minimal gue nggak harus keluar masuk imigrasi. Jadi dalam satu terminal memang ada beberapa konter transit.

Salah satu area duduk di Terminal 1 Bandara Changi

Di salah satu bangku inilah gue bermalam di Terminal 1 Bandara Changi
Setelah gue inget-inget, kondisi gue malam itu memang berbeda dengan saat gue ke Phuket dan Macau. Penerbangan Jakarta – Phuket via KL itu adalah connecting flight resmi dengan Malaysia Airlines. Dari sejak check-in di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, gue udah dikasih 2 boarding pass: Jakarta-KL dan KL-Phuket. Lalu pas Bandung – KL dan KL – Macau, semuanya naik AirAsia dan gue udah web check-in. Sementara di Changi saat itu, maskapainya beda dan gue juga nggak web check-in. Jadi wajar kalo gue memang perlu keluar imigrasi dulu.
Singkat cerita, gue bisa check-in di area transit saat itu, tapi next time gue harus lebih cermat dan memastikan segala sesuatunya. Selesai check-in, karena laper, gue beli makan di tempat favorit gue di Terminal 1: Killiney Kopitiam. Seperti biasa, antriannya panjang, tapi gue rela nunggu demi harganya yang murah dan kopinya yang enak. Kali itu gue pesen nasi kari ayam dan kopi-C panas (as usual). Ternyata nasinya banyak banget, hahaha. Total harganya di kisaran 7 SGD.
Cerita saat pertama kali cobain Killiney Kopitiam bisa dibaca di: Pengalaman Makan Murah di 7 Tempat Singapura
Sekitar jam 5:30 pagi, gue bergerak masuk ke boarding room untuk menyambut penerbangan ke Haikou, Hainan, dengan maskapai Scoot. Silakan klik untuk baca tulisan berikutnya di: [Flight Review] SCOOT Singapore – Hainan + Panduan Transportasi Bandara Meilan
Mepet gila waktunya mas, kalau saya sdh bakalan berwajah nanonano setelah sampai di waiting room nya.
Mantep mas nya 👍🏻
Haha iya, bro. Makasih ya udah mampir.
[…] Baca juga: Drama Perjalanan ke Hainan China […]
ini gak lewatin imigrasi soekarno hatta? paling drama saat antrian di imigrasi mengular.
teringat tahun lalu naik AA ke Penang, waktu itu masih dari terminal 3. usai check in mbaknya wanti-wanti, mbak .. lepas imigrasi lari yaaa. untungnya imigrasi sedang tak ramai, antri di urutan ketiga .. mau pindah juga sama saja. lepas imigrasi, tancap gas turun tangga berjalan lompatin 1 – 2 anak tangga karena gate si AA nyaris di ujung.
serasa ikut race, disemangati petugas ground yg berdiri memegang HT di beberapa titik untuk berlari lebih kencang padahal sudah lelah huft. duduk di pesawat tuh kayak tikus kecebur got, badan kuyup berkeringat dan muka kucel gak karuan haha
Lewat juga, kak. Waktu itu lagi sepi.
Wah pengalamanmu kayaknya lebih menguras tenaga lagi, kak. Aku jadi inget pas mau ketinggalan pesawat Malindo Air di KLIA, petugasnya udah melambai-lambaikan tangan dari sejak turun eskalator padahal gate masih jauh.
haha .. pengalaman jadi pelari dadakan.
kalo KLIA, pernah ketinggalan Malindo juga. tapi itu dah pasrah, biarin deh tiket hangus. kan lebih parah itu jarak imigrasi dan ke gate-nya.
Iya aahaha, mana harus naik aerotren 😀
IDK but your travelling start to sound like obligation. Mungkin udah saatnya chill out dulu, rebahan di rumah sambil minum bajigur.
Haha. Aku udah bosen di kost, mas. Tiap malem balik kerja sama weekend gak ada agenda apa-apa, kecuali kalo pas lagi review hotel kayak belakangan ini.
Aku ikutan ketar ketir, ngos-ngosan baca nya, soalnya pernah ngalamin ketinggalan kereta api pas ke Jogja. Kyk org stress di stasiun. Alhamdulillah masih rezeki mas nya jd bisa sampai di boarding room nunggu pesawat ke Hainan.
Kamu gak dapet kereta pengganti ya? Iyaaa puji Tuhan bgt ada kereta pengganti dan masih bisa boarding pesawat.
akhirnya terjadi juga di sini drama kejar2an waktu hahaha selalu seru baca yang begituan. perut ikutan mules dan nahan napas. semoga ngak terjadi sama saya ya hahaha kalo saya mah bisa2 1-2 jam nunggu di boarding room saking parno nya takut koyak tiket pesawat. rekor sih nunggu 3 jam lebih kemarin pas di bangkok
ayo lah ke jepang 2021 temenin saya mas bro hahaha
Hahaha, drama-drama begini selalu seru dibaca ya 😀
Autumn tahun depan rencana mau ke Jepang sama kantor bro.
Kemarin kami jg drama lari2an di terminal 4 Changi.. mau liput terminal 4 jadi gigit jari 😭😭😭 sungguh drama lari2an itu menguras energi & emosi, bagaikan nonton sinetron.. untung sy sama sekali ga suka nonton sinetron 😂😂😂
Aku akhirnya berhasil review Terminal 4 hahaha. Tunggu ya ulasannya 😀
Bikin kepingin balik lg ke Changi 😂😂😂
Oiyaa inget banget aku tuh, pernah juga pesen ojol nunggu di indomaret itu.. Dulu sih bilangnya cuma indomaret gitu aja, katanya udah di depan mas.. depan mana mas, saya juga didepan indomaretnya.. eh ternyata beda dong wkwkwk ngekek ak, ngotot ngototan
Haha ambigu ya petunjuknya, malah jadi ngotot-ngototan
Aku yang baca serasa ikut dalam ceritanya, ikut lari lari dan cukup menegangkan, tapi menarik ceritanya…
Mas Nugiiii…..kenapa bacanya aku yang ikut deg degan ya. Itu mah bukan drama lagi. Tapi super drama. Kalau drama itu cuma sekali. Ini berkali kali bikin spot jantung. Alhamdulilah yaa..
Keajaiban banget masih bisa terbang gak ketinggalan pesawat.
By the way aku pernah menang juara satu HIS Travel dapat voucher nginap hotel 10 juta. Kalau HIS kayaknya menangnya dihitung pakai link tulisan yang masuk ke sana kayaknya. Biasanya dia ada kode yg bikin pembaca klik link kesana ya? Kayaknya sih gituu. Tulisan Mas Nugi percaya lengkap dan bagus banget. Tapi kayaknya HIS penilaiannya pakai kode itu
Hahaha drama bertubi-tubi 😀
Hoo bisa jadi gitu ya. Aku udah 3 kali ikut lomba HIS Travel tapi gagal terus wkwkwk. Aku cek para pemenang lomba Hainan itu memang keren-keren tulisannya, visualnya niaaattt!
Tahu banget rasanya lega gak ketinggalan pesawat dibantu delay. Kapok. Makanya selalu usahain check in online.
Next time coba check-in online deh meski bukan AirAsia
Ahaha… jaman kuliah juga pernah hampir ketinggalan pesawat. Waktu itu ada semacam pertukaran pelajar di Kuala Lumpur, dan host saya salah ambil pintu tol waktu mengantar ke bandara. Turun mobil langsung lari ke meja check in, terus lari sipat kuping menuju ke gate sambil diteriaki supaya cepat-cepat. Benar-benar pengalaman yang tidak boleh terulang lagi.
Wah, aku juga pernah nyaris ketinggalan pesawat di KL. Sebenernya udah lama sampe bandara. Tapi kami terlalu nyaman bersantai-santai dan telat bergerak ke boarding gate. Ternyata dari konter check-in ke boarding room masih harus naik aerotren dulu 😂😂😂
Ikut deg-degan baca ceritanya dan kesel sendiri… hahahha memang kadang tiap perjalanan ada aja apesnya, tapi itu yang bikin tak terlupakan. Biasanya kalau lagi buru-buru tuh ada aja apes yang menimpa :))
Haha iya bener banget
Coba Geh ajak temen supaya ada yang ngingetin. kalo aku dah ga karuan tuh sampe ketinggalan. dulu pernah ketinggalan angkot pas berangkat sekolah aja udah lemes. karna harus nunggu angkot lagi yang sudah pasti akan terlambat.
Hahaha gue anaknya memang gak suka ngajakin orang kalo traveling, tapi kalo ada yang mau ikut gue welcome. Kayaknya masing-masing orang beda-beda ya tingkat paniknya 😀
Ampun deh nggak kebayang dramanya, dr sakit, hujan, ojol, ketinggalan kereta, dan lari2 di bandara.. Mantappp mas, ikut deg2an aku.. Huhu
Semoga sehat selalu yaa.. Ditunggu cerita selanjutnya
Hehehe amin amin, makasih udah baca yha
Ngeri amat kalau sampe mepet waktu gitu. Tapi biasanya, di awal penuh drama diakhir malah lebih berkesan.
Betul, kak
Kondisi badan kurang sehat … plus faktor usia yg nggak se strong dulu , tapi dramaanya berakhir menyenangkan — nggak kebayang klo sampe ketinggalan pesawat. Setidaknya bersyukur pas lagi solo , heheehe. Nggak sabar nunggu cerita selanjutnya Gie
Hehe makasih udah mampir, Ka.
Jadi kesimpulan yang bisa diambil apa? Harus lebih rajin olahraga ya? Ahahaha
Beruntung banget ya masih kekejar dan jadi bahan tulisan yang seru. Untung nggak ada drama juga di imigrasi Soetta ya 🙂
Pelajaran kali ini, sebelum ngetrip pastikan dulu semua jadwalnya 😀
OMG, drama banget ya! Tapi syukurlah masih bisa check in pesawat. Saya lebih sial, dua kali udah di bandara dan gak bisa check in lagi.
Wah, itu lebih drama lagi mas, ahaha.
Bacanya tegang, serasa ikut lari². Dulu yaa pernah nyaris juga ketinggalan pesawat lari² di Cengkareng. Gara² travel yg kami carter dari Bandung, mogok di Puncak. Zaman blm ada tol Cipularang. Huf…zaman kapan ituuuh…Hehe….
Waduh kebayang horornya, mbak. Kayaknya kalo sekiranya bakal berangkat ke CGK pas jam sibuk, better ke sana semalam sebelumnya ya.
kurasa aku kena serangan jantung itu wkwkwkwk… makanya aku lebih rela 4 jam sblm berangkat udh ada di bandara, drpd diminta lari2 mas :p. udh ga sanggub ..walopun yg begini ini seru sih diinget setelah masa dag dig dugnya lewat
Hahaha, kalo dari Bandung memang better di hari keberangkatan (kalo kasusnya flight malem) udah cuti dan udah cabut ke Jakarta dari siang. Maklum fakir cuti 😀
memang menjaga kondisi tubuh jelang pergi berlibur itu sangat penting ya mas!
saya juga pernah bermalam di bandara, tapi di Incheon dan tidurnya di kursi besi hahaha sakit2 badan.
Sakit badan tapi berkesan ya kan
tumbeen perjalanan perginya penuh drama gini. Ya karena faktor sakit itu sih. Memang harus fit ya kalau mau jalan-jalan tuh. Mesti minum vitamin ya. Tapi lumayan jadi ada cerita postingan blog ini kan haha
Iyaaaa hehe biasanya nggak sedrama ini
Hahahaha jadi ingat drama perjalananku akhir 2015 lalu
Untuk pertamakalinya aku mensyukuri jadwal pesawat yang delay
Kalau diingat-ingat drama begini bikin senyum sendiri
Tapi pas dilakoni tegangnya bikin sesak nafas deh
Ah, iya kayaknya aku udah baca ceritanya hehe
Jadi ikut deg-degan saat baca kisahnya mas.
Saya paling parah cuma pernah ngejar kereta api dan beruntung saat naik ke pintunya, kereta nya pun berangkat.
Haha, semoga kelak “beruntung” mendapat pengalaman berkesan kayak aku ya 😀
Mungkin karena kamu langsung main towel-towel ah, jadi mbaknya merespon datar ‘iya’
Cewe tidak suka ditowel oleh pria megeh-megeh yang baru pertama dia temui
Hahaha bhaique
Hi Mas Nugie, baru sempat baca lanjutan cerita Hainannya nih 😀 ternyata banyak juga drama sebelum keberangkatannya hahaha. Kata simbah, kalau dalam perjalanan ketemu banyak hambatan maka akan ada banyak cerita yang bisa disampaikan. Dan perjalanan jadi nggak membosankan 😛 tapi nggak kebayang juga sih kalau saya sampai ketinggalan kereta atau pesawat, mungkin saya sudah stres dan memilih give up. So, saya salut juga karena Mas Nugie tetap tenang menghadapi situasi yang demikian~ by the way ditunggu kelanjutan ceritanya ya!
Ehehehe saya merasa cukup bangga sih dengan manajemen emosi saya 😀
Siap! Maaf nih beberapa minggu ini sampe akhir tahun aku harus kelarin PR review hotel dulu 😦
Ah iyaa. Lebih familiar dengan nasi Hainan ketimbang nama daerahnya. Baru setahun belakangan mulai banyak traveller yang main sampai sana ya.
Aku sendiri termasuk yang sering lari-lari di bandara, minta tolong Babang Gojek ngebut, bahkan beberapa kali motong antrean (setelah mohon izin dan banyak minta tolong) karena pesawat udah/mau boarding. Hehehehe.
Ah, jadi kepikiran bikin tulisan tentang betapa seringnya aku buru-buru ngejar pesawat/kereta nih. Wkwkwkwk.
P.S.: Sakit menjelang agenda ngetrip emang paling bikin parno. Aku yang anti minum obat, pernah sampai terpaksa rajin minum obat biar badan segera sehat buat ngetrip.
Wah, menarik tuh dibuat cerita kompilasi drama di bandara mas 😀
Yas, yang tadinya mau biarin aja sembuh sendirii, setelah lewat “masa tenggat” langsung berobat biar dikasih obat yang manjur sama dokter.
The power of kepepet + drama sakit ya haha. Seru juga bro.
Pernah ngerasain juga hal yg sama 🙂
Cerita juga dong, mas
[…] TR118 yang akan menerbangkan gue dari Singapura hingga Haikou, Hainan, Republik Rakyat Cina. Klik di sini kalo kamu belum menyimak cerita […]
bacanya ikut ketar ketir hahaha
untungnya mendarat dengan paripurna ya, mungkin karena lapar tadi kamu nggak bisa berpikir jernih gie, jadi lupa kalo maskapainya beda
Hahahahaha bisa jadi bisa jadi
[…] Baca cerita perjalanannya di: Drama Perjalanan ke Hainan […]
[…] menceritakan itinerari, transportasi, dan drama perjalanan gue di Hainan, rasanya bukan thetravelearn namanya kalo nggak bahas hostel yang diinapi. Maka biar afdol, di sini […]
[…] ‘kan kenapa orang-orang sampai lari-lari di bandara? Gue juga pernah, yang paling dramatis adalah penerbangan dari Jakarta ke Hainan dengan Jetstar di akhir 2019 […]