
Dalam 6 tahun terakhir, kita menyaksikan bagaimana Jakarta mengalami transformasi transportasi besar-besaran. Dimulai dari skytrain/kalayang bandara, KA Bandara Soetta, LRT Jakarta, MRT Jakarta, hingga akhirnya LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Impresif sekali, bukan? Namun, ada 1 hal yang masih belum dimiliki Jakarta atau kota mana pun di Indonesia: sebuah transport hub akbar.
Di sinilah, saya melirik iri pada KL Sentral di Kuala Lumpur dan bahkan Bang Sue Grand Station di Bangkok.
Tengoklah Stasiun KRL Sudirman, Stasiun BNI City, Stasiun MRT Dukuh Atas, dan Stasiun LRT Dukuh Atas yang walaupun terletak berdekatan, tapi berdiri sendiri-sendiri. Bersyukur saat ini keempatnya sudah lebih nyaman terhubung dengan lajur pejalan kaki dan jembatan penyeberangan. Tapi tetap saja, kita masih harus keluar-masuk bangunan yang satu ke bangunan yang lain. Bahkan, ada kondisi di mana kita harus “melompati” bangunan tertentu, seperti saat ingin berpindah dari LRT ke MRT atau KA Bandara.
Baca juga: MRT Jakarta, Review & Travel Guide
Mari Belajar dari KL Sentral
Kuala Lumpur Sentral, atau biasa disebut KL Sentral, adalah sebuah major transit hub di Malaysia yang mempertemukan LRT, kereta api bandara, kereta api komuter, monorel, kereta api antarkota, bus bandara, dan beberapa layanan bus lainnya dalam satu bangunan besar. Selain seabrek tenant komersil di dalamnya, KL Sentral juga terintegrasi dengan sebuah pusat perbelanjaan bernama Nu Sentral. Sebelum disusul Bang Sue Grand Station, KL Sentral adalah stasiun kereta api terbesar di Asia Tenggara.

Oh, bahkan sekarang KL Sentral terhubung dengan Stasiun MRT Muzium Negara melalui sebuah jembatan pejalan kaki yang nyaman dan masif. Jembatannya seperti skybridge penghubung East Mall dan West Mall di Grand Indonesia itu, jadi rasanya seperti masih berada di dalam satu gedung yang sama.
KL Sentral adalah wujud Malaysia akan visi masa depannya. Ketika dibuka pada tahun 2001 (itu berarti 23 tahun lalu), saat itu stasiun ini baru melayani LRT Kelana Jaya, KTM Komuter, dan KTM Antarabandar (KA Jarak Jauh). Setahun kemudian, barulah KA Bandara “KLIA Ekspres” dan “KLIA Transit” ditambahkan. Dua tahun sebelumnya pada 1999, LRT Kelana Jaya meresmikan keseluruhan rutenya dari Kelana Jaya ke Gombak.

Tak hanya sekadar satu bangunan, wayfinding atau signage-nya pun jelas, singkat, mudah dipahami. Selama mau membaca, wisatawan asing akan mudah menavigasi stasiun ini. Semua papan petunjuk ada di aula utamanya. LRT, KTM Komuter, dan KLIA Ekspres/Transit bisa diakses dari kedua sisi aula utamanya (main hall), sementara monorel perlu “menyeberang” dulu melalui Nu Sentral.
Baca juga: Memahami Transportasi Publik di Kuala Lumpur
Beruntung, KL Sentral memang terletak di tengah-tengah kota, tepatnya kawasan Brickfields (Little India) yang juga tak jauh dari Petaling Street (Chinatown).
KL Sentral Bukan Satu-Satunya
Warga Malaysia, minimal kawasan metropolitan Kuala Lumpur, cukup beruntung. KL Sentral bukan satu-satunya transit hub, karena masih ada Terminal Bersepadu Selatan (TBS). Terminal bus megah yang seperti bandara ini terintegrasi dengan Stasiun Bandar Tasik Selatan yang melayani LRT Ampang/Sri Petaling Line, KTM Komuter, dan KLIA Transit. Gampang banget akses menuju terminal bus ini, mau ke kota-kota Malaysia jadi nggak sudah aksesnya.
Bedanya, kalau KL Sentral ada di pusat kota, TBS ada di luar wilayah administratif kota.

Masih di Malaysia, ada Johor Bahru Sentral (JB Sentral) di ujung selatan yang berbatasan dengan Singapura. Selain sebagai stasiun kereta api, JB Sentral juga menjadi terminus untuk bus dari/ke Singapura, bus bandara, bahkan imigrasi. Kelak, JB Sentral juga akan menjadi terminus untuk proyek MRT yang menghubungkan Johor Bahru dengan Singapura.
Kayaknya, setiap kota di Malaysia memang memiliki satu central transport hub seperti ini yang minimal melayani bus antarkota. Tapi, minimal kota-kota itu sudah punya rancangan. Jadi sewaktu-waktu di masa depan ada moda transportasi baru, entah bus kota atau kereta api urban, mereka sudah punya titik pusatnya. Kenapa negara kita nggak punya? 😂

Sedikit melipir ke negara tetangganya, Thailand, ada Bang Sue Grand Station di Bangkok yang sekarang di-rename sebagai Krung Thep Aphiwat Central Terminal. Sama dengan Jakarta, Bangkok juga terlambat memulai, namun mereka lalu membangun satu transit hub untuk kesiapan masa depan transportasi mereka. Perkembangan sistem kereta api urban Bangkok salah satu yang agresif di Asia lho! Krung Thep Aphiwat Central Terminal saat ini melayani MRT Blue Line, SRT Red Line (yang terhubung ke Don Mueang Airport), dan KA Jarak Jauh. Kelak, stasiun terbesar Asia Tenggara ini juga akan menjadi rumah bagi Thailand High Speed Railway. Visioner juga, ‘kan?
Solo, yang hanya merupakan sebuah kota lapis tiga di Indonesia, malah bisa jadi selangkah lebih di depan dari Jakarta soal kehadiran satu major transit hub. Stasiun Solo Balapan tak hanya melayani KA Jarak Jauh, KA Bandara, dan KAI Commuter Line, namun juga sudah terhubung dengan Terminal Bus Tirtonadi. Di depan bangunan stasiun, ada titik pemberhentian bus Batik Solo Trans (BST).

Baca juga: Pengalaman Naik KA Solo Ekspres
Palembang di Sumatera Selatan sebetulnya sudah punya konsep yang bagus dengan Stasiun Ampera. Stasiun antarmoda ini mempertemukan LRT, TransMusi, dan transportasi air. Sayangnya, yah, eksekusinya. Stasiun Ampera belum senyaman dan se-terintegrasi itu. Tapi dari konsep dan penamaan, ia sudah bagus.
Calon-Calon Transit Hub di DKI Jakarta
Dukuh Atas bukan satu-satunya transit hub di Jakarta.
Kandidat kedua adalah Stasiun Manggarai, yang saat ini menjadi bertemunya KAI Commuter Cikarang Line, KAI Commuter Bogor Line, KA Bandara Soekarno-Hatta, dan KA Jarak Jauh. Ketika fase 2 LRT Jakarta rampung, Manggarai akan menjadi terminus untuk rute Velodrome-Manggarai. Andai salah satu dari MRT atau LRT Jabodebek juga nyambung ke Manggarai, sukses lah ia menjadi transit hub utama Jakarta.
Sayangnya, saat ini saja masih banyak kekurangan konstruksi Stasiun Manggarai yang dikeluhkan masyarakat. Lebar peron lah, akses penumpang di dalam stasiun, tiang-tiang peron, sampai wayfinding/signage.

Berikutnya ada Stasiun Halim, yang tak lama lagi akan melayani LRT Jabodebek dan KA Cepat Jakarta Bandung.
Saya membayangkan, ada satu skybridge besar melingkar di atas stasiun-stasiun di Dukuh Atas sehingga setiap penumpang nyaman dan cepat berpindah dari satu moda ke moda lainnya. Setahu saya juga begitu masterplan-nya, tapi nggak tau kok belum dibangun, padahal harusnya selesai bersamaan dengan rampungnya pembangunan Stasiun LRT Dukuh Atas. Saya paham, berbeda dengan KL Sentral yang menempati lahan bekas galangan kapal, Dukuh Atas berada di kawasan padat perkantoran yang sudah susah untuk membangun satu gedung masif.
Opsi lainnya adalah mengembangkan Stasiun Halim, kalau nggak salah lahan di sekitarnya masih lebih leluasa. Dibuat terhubung dengan KA Jarak Jauh, Bandara Halim Perdanakusuma, dan KA Bandara.

Negara-negara dengan transportasi umum yang maju biasanya menggunakan penamaan transit hub yang seragam, mudah diingat, dan mudah dikenali wisatawan. Sebutlah Taipei Main Station, Tokyo Station, Hong Kong Station, atau Berlin Hauptbahnhoff (yang bila diterjemahkan juga menjadi Berlin Central Station). Saya ingin Jakarta juga begitu, misalnya New Jakarta Central Station, Sudirman Grand Station, atau Jakarta Main Station.
Tulisan ini saya buat karena rasa rindu saya akan KL Sentral, stasiun kereta api di Kuala Lumpur sana yang mengukir nostalgia. Saya menyesal, saat ke Malaysia bersama Ara pada Juli 2022 lalu, saya tak mendokumentasikan perjalanan seperti yang saya lakukan di Hong Kong dan Bengkulu. Sekarang, saya mensyukuri footage-footage singkat yang Ara ambil dengan ponselnya. Saya juga baru sadar, berkali-kali bolak-balik ke Kuala Lumpur sejak 2014, hanya di tahun 2014-lah saya banyak mengambil foto di KL Sentral. Selanjutnya, saya nyaris tak pernah mengambil foto lagi, bahkan di kunjungan terakhir tahun 2022, kecuali di tahun 2016 ketika saya mengabadikan LRT dengan kamera DSLR saya ini.

Terima kasih sudah berkunjung dan semoga tulisan ini bisa menjadi rujukan. KL Sentral mudah dipelajari kok, dan saya sarankan mencari penginapan fi sekitarnya selama jalan-jalan di Kuala Lumpur. Keep learning by traveling~














Sepertinya Malaysia lebih visioner dalam membangun. Saya juga kagum waktu pertama ke KL Sentral 2010 lalu. Sampai sekarang pun masih lebih bagus dari Jakarta yang belum punya Jakarta Sentral. Tapi patut diapresiasi sudah ada usaha ke sana, misal dari dukuh atas bisa konek ke KRL, TransJakarta, LRT, MRT. Tinggal upgrade dan perawatannya, soalnya pas ke sana akhir minggu lalu (belum sebulan diresmikan), lantai penghubung stasiun LRT ke KRL sudah kotor banget, mungkin kena tumpahan minyak goreng PKL yang diakomodir jualan di sana.
Iya betul, semoga dikembangkan ke arah sana. Ah, kita itu memang jelek banget kalo soal maintenance.
Kita memang telat mulai, tapi sudahlaah. Setidaknya sudah mulai dipersiapkan walo ntah kapan jadinya 😄.
KL sentral memang mudah sih dijelajahin. Tapi pas Juni kemarin aku kesana Ama temen, padahal kami berdua udh sueeriiiing banget ke KL sentral, tapi kemarin itu ngeblank 🤣🤣🤣. Ntah kelamaan ga jalan gara2 COVID, pas liat rutenya aja aku ga mudeng, temenku apalagi hahahahah. Kami butuh waktu lamaaaa utk bisa paham akhirnya 😂.
Sama mbak. Aku pas bawa grup tahun 2016 kok ya sempet salah arah naik LRT, padahal udah sering banget solo trip naik rute itu wkwk.
Mungkin saat itu kita sedang lelah hahaha