Akhirnya ke Lumphini Park, Bangkok, Meski Diburu Waktu

Artificial lake and the paddleboats, Lumphini Park Bangkok

Apa yang kamu cari saat berkunjung ke sebuah kota di luar negeri? Tempat-tempat instagrammable? Taman bermain? Museum 3D? Kalau gue sih gampang, cukup mampir ke tempat-tempat publiknya, gue udah bahagia. Dari landmark populer, kawasan kuliner, kawasan nongkrong, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, dan tentu saja―taman. Bicara soal Bangkok, ada satu taman yang udah pengen gue kunjungi sejak lama, dan akhirnya kesampaian dalam kunjungan ketiga bulan September kemarin: Lumphini Park (Taman Lumpini)

Memang apa asyiknya main ke taman sik? Toh isinya gitu-gitu doang. Well, gue ke taman bukan cuma buat melihat yang seger-seger (pohon, maksudnya) atau mencari ketenangan dari hiruk pikuk kota besar. Di taman, gue bisa mengamati warga lokal melakukan keseharian mereka. Dari yang sekadar bersantai atau duduk-duduk, jogging, sampai tai chi. Lumphini Park sendiri semakin istimewa karena nggak cuma luas, hijau, teduh, dan dikenal warga lokal, tapi tamannya menyimpan beberapa atraksi menarik yang nggak bikin bosen! Baca terus tulisan ini sampai habis biar tahu!


Lokasi Lumphini Park, Bangkok

Lumphini Park dikelilingi oleh Thanon Rama IV (Rama IV Road), Witthayu Road, Sarasin Road, dan Ratchadamri Road. Tuh, saking gede tamannya, sampai-sampai satu blok besar dia isi sendiri tanpa berbagi dengan bangunan lainnya.

Nggak usah pusing mencari transportasi umum buat ke Lumphini Park. Kamu bisa naik BTS dan turun di Stasiun Sala Daeng, atau naik MRT dan turun di Stasiun Silom atau Stasiun Lumphini. Di antara ketiga stasiun itu, yang paling deket adalah Stasiun MRT Silom karena persis ada di depan taman. Sementara dua stasiun lainnya harus didukung dengan berjalan kaki selama beberapa menit menuju pintu masuk Lumphini Park.

Yang terpenting buat sobat misquen, sobat receh, sobat backpacker, dan sobat proletar, Lumphini Park ini gratis!


Quick Facts Lumphini Park

  • Dibangun oleh Raja Rama VI pada dekade 1920an sebagai properti kerajaan
  • Tadinya difungsikan sebagai tempat pameran, sebelum diubah menjadi taman pertama di Bangkok
  • Nama “Lumphini” diambil dari tempat kelahiran Sang Buddha di Nepal.

Saat malam, area di sekitar Lumphini Park berubah menjadi area prostitusi, untuk orientasi seksual apa pun, hahaha. Tahu Patpong Night Market? Nah, itu lokasinya deket sini. Baca ceritanya di: Menengok Siam dan Silom, Pusat Bisnis dan Belanja Bangkok


Ada Apa Saja di Lumphini Park?

King Rama VI Monument

Gue mampir ke Lumphini Park dari Victory Monument, jadi gue naik kereta BTS dan turun di Stasiun Sala Daeng. Dari pintu keluar stasiun, gue masih harus berjalan kaki beberapa ratus meter menyusuri jalur pejalan kaki layang, menuruni tangga, lalu sekali menyeberang persimpangan untuk masuk ke Lumphini Park.

Take a selfie with the king

Hal pertama yang gue jumpai di Lumphini Park adalah King Rama VI Monument yang berdiri gagah menyambut setiap pengunjung, menghadap gedung-gedung perkantoran yang menjulang dan kereta angkasa yang hilir mudik melintasi jalurnya. Monumen ini bagus buat difoto dari berbagai sudut. Beda sudut, rasanya jadi terkesan berbeda tempat. Misalnya saat mengambil foto monumen dari belakang, orang yang nggak tahu nggak akan sadar bahwa monumen itu adalah bagian dari sebuah taman.


A Total of 2.5 KM Shaddy Path

Setelah cukup beramahtamah dengan Sang Raja, gue mulai berkeliling taman melalui jalan yang sudah disediakan. Saat itu siang hari, namun warga lokal dan beberapa ekspatriat tetap semangat jogging mencari keringat. Total panjang jalur di Lumphini Park ini mencapai 2,5 kilometer, sementara luas tamannya sendiri mencapai lebih dari 57 hektar!

Jalan-jalan di Lumphini Park, Bangkok

Pengunjung boleh berjalan-jalan, jogging, hingga bersepeda di jalur ini. Tapi kalau baca-baca di internet sih, jadwal bersepeda hanya dari jam 10:00-15:00. Mungkin karena banyak yang jogging dan tai chi di pagi dan sore hari kali, ya. Ngomong-ngomong, jangan kaget kalau pas kamu jalan-jalan tiba-tiba ada ‘penunggu’ yang ikutan jalan-jalan. Saat itu, gue lihat dengan kepala sendiri seekor kadal raksasa menyeberang jalan dengan lambat dan tenangnya, sementara sekelompok turis mengambil fotonya dengan sangat hati-hati. Gue nggak sempet mengambil foto sayangnya.

Jangan diganggu, ditangkap, apalagi dimakan.


Lumphini Park Outdoor Gym

Bertanya-tanya kenapa banyak khun-khun Bangkok metropolis yang badannya pada atletis? Nampaknya Bangkokians ini juga semangat berolahraga seperti halnya Singaporeans. Lha wong di Lumphini Park yang tempat terbuka ini aja ada fitness center alias gym, dan rame! Peralatannya juga nggak hanya satu atau dua jenis, tapi banyak. Cowok cewek sibuk exercise semuanya.

Outdoor public gym (fitness center) Lumphini Park, Bangkok
Outdoor public gym (fitness center) Lumphini Park, Bangkok

Nggak tahu apakah Lumphini Park Outdoor Gym ini gratis apa enggak. Mungkin dia dibagi dalam area gratis dan area berbayar (yang berisi alat-alat berat, ramai digunakan cowok-cowok). Duh, gue yang tangannya kurus tapi perutnya buncit ini jadi malu sendiri.


Chinese Pavilion (and Other Pavilions)

Nggak jauh dari Lumphini Park Outdoor Gym, ada paviliun kecil bergaya Tionghoa yang berdiri di tepi salah satu danau artifisialnya, lengkap dengan sepasang singa penjaga yang legendaris. Warna merah dan kuning emasnya berpadu manis, membuat paviliun mungil itu tampil kontras di tengah nuansa teduh yang melingkupi sebagian besar taman. Kalau di Indonesia, dia jadi semacam gazebo kecil di mana pengunjung biasa duduk-duduk beristirahat.

Persis di samping Lumphini Park Outdoor Gym, ada sebuah menara jam kuno yang berdiri anggun, juga dengan langgam arsitektur Tionghoa. Konon, menara jam ini dibangun pada jam 1925. Ia tampak bagai pagoda kecil yang jumawa dengan keenam lapis atapnya.

The Chinese pavilion, Lumphini Park Bangkok
The Chinese clock tower, Lumphini Park Bangkok

Di tengah taman, gue kembali menemukan sebuah paviliun bergaya Tionghoa (yang kali ini diguyur dengan warna putih) dan Sam Sen Electric Works Pavilion yang bentuknya seperti pendopo bergaya Thailand, tapi gue nggak tahu apa fungsi dari paviliun ini.

Another Chinese pavilion, Lumphini Park Bangkok
Sam Sen Electrical Works Pavilion, Lumphini Park Bangkok

Artificial Lakes & Paddleboats

Kehadiran danau buatan yang luas ini adalah salah satu daya tarik yang kuat terhadap Lumphini Park. Rasanya tenang banget duduk-duduk di tepi danau di bawah naunangan rimbunnya pepohonan, mendadak gue jadi lupa status jomblo gue. Danau yang tenang itu tampil kontras dengan gedung-gedung tinggi yang menjulang sebagai latar belakangnya. Nggak cuma bisa dilihat dan diterawang, danau di Lumphini Park juga hadir dengan perahu-perahu kayuh. Tapi gue nggak yakin gimana cara pakenya sih, nggak ada semacam petugas penjaga, lalu kebetulan saat itu juga sama sekali nggak ada pengunjung yang naik perahu.

Selain danau, ada sungai-sungai kecil di dalam Lumphini Park. Tapi monmaap, jangan terus mendadak umbah-umbah atau mandi-mandi di danau atau sungai ya, nggak boleh.

Perahu-perahu angsa, Lumphini Park Bangkok
An river in Lumphini Park, Bangkok

Selayaknya taman-taman besar, ada bangku-bangku dengan meja di berbagai titik di dalam Lumphini Park. Gue menghampiri sekelompok bangku di tengah taman, kelihatannya kayak foodcourt tapi nggak ada kedai yang buka. Hanya ada 2 pengunjung lain yang sama-sama duduk dalam diam. Gue duduk di salah satu bangkunya, beristirahat, minum air dari botol kemasan, lalu karena kebetulan menemukan satu tempat tenang seperti ini, gue memutuskan untuk berdoa dan membaca renungan harian. Ini semacam kegiatan yang (harusnya) gue lakukan tiap pagi, tapi biasanya jadi kacau kalau gue lagi traveling.


BTS Trainspotting

Sebetulnya bukan di Lumphini Park-nya sih, tapi dari ujung peron Stasiun Sala Daeng, hehe. Dasar anak railfans, begitu sampai Sala Daeng, bukannya buru-buru ngacir ke taman, tapi malah foto-foto kereta dulu, hehe. Sepanjang perjalanan saat melalui jembatan pejalan kaki, gue juga beberapa kali berhenti buat mengambil foto objek-objek menarik, kayak pertokoan, vending machines, papan petunjuk arah, atau jalan kecil di bawah sana. Dih, “bagus” menurut gue receh amat yak.

Pedestrian bridge, Sala Daeng BTS Station
A cute small street below the Sala Daeng BTS Station

Oh, persis di hadapan King Rama VI Monument, jalur BTS melintang dan kereta wara-wiri tiada henti. Not the best spot, tapi tetap bisa digunakan sebagai titik menikmati kereta api.

Baca Juga: Memahami Transportasi Publik di Bangkok

Sebelum berpisah dengan tujuan masing-masing, gue bilang pada rombongan Antika, Aldi, dan Reza kalau gue mau ikut mereka balik ke hotel naik taksi. Sekitar jam 12:30, kami berempat saling memberi kabar di grup WhatsApp jalan-jalan kami. Gue lalu buru-buru berjalan cepat berkeliling taman semampu gue, sampai akhirnya tiba di Stasiun Sala Daeng dengan berkeringat dan nafas memburu. Tamannya gedeee, lalu pas mau balik ketemu objek foto menarik, haha.

A BTS train leaving Sala Daeng Station
A BTS train was running in front of Lumphini Park Bangkok

Sampai di Stasiun Siam, gue masih harus kucing-kucingan nyariin mereka bertiga. Buat yang udah pernah ke kawasan Siam, pasti tahu betapa susahnya ketemu orang di situ karena ada banyak jalur pejalan kaki yang simpang siur. Bahkan ketika mereka bilang bahwa mereka ada di depan MBK, gue masih harus muter-muter mencari tahu di sisi mana mereka berada, karena MBK berdiri persis di sudut persimpangan.

Akhirnya kami bertemu sekitar jam 13:45. Kami lalu memesan GrabCar dan harus menunggu agak lama dibandingkan dengan waktu tunggu kalau kita pesen GoCar atau Grab di Indonesia. Tergolong lama, sih. Ketika mobilnya datang dalam wujud taksi, sopirnya nyaris nggak bisa bahasa Inggris sama sekali sampai kami harus berkomunikasi dengan Google Translate Voice! Baru sebentar perjalanan, kami diturunkan di pinggir jalan karena katanya si sopir mau balikin mobil ke perusahaannya. Terus kenapa orderannya tadi ngana terima, Paaakkk?

Baca Juga: Pengalaman Naik Taksi di 5 Negara Asia Tenggara

Ujung-ujungnya kami naik taksi biasa dan KEJEBAK MACET! Bener-bener macet di mana kendaraan beringsut sedikit demi sedikit, merambat lambat kayak ulat sekarat. Masing-masing orang iuran 100 THB buat ongkos taksi menuju hotel kami yang  berada di ujung peradaban. Duh, kalau tahu begini jadinya, gue mending balik sendiri deh. Lebih murah dan lebih cepat.

Shaddy path of Lumphini Park Bangkok
King Rama VI facing the skyscrapers of Bangkok

Puji Tuhan, masih ada waktu untuk beristirahat setibanya kami di Thomson Hotel & Residences Hua Mak, Ramkhamhaeng. Setelah itu, kami naik minivan dari pihak penyelenggara tur menuju Don Mueang International Airport untuk kembali ke Jakarta. Lumphini Park, jika nanti kita bersua lagi, aku ingin menghabiskan waktu lebih lama tanpa diburu waktu denganmu, mungkin sambil berolahraga selayaknya seorang Akamsa―anak kampung sana. Ada yang juga udah pernah ke Lumphini Park?

Iklan

25 komentar

  1. Iyo sih setuju nek ke tempat yang populer dulu, biar gampang dikenali kalau dilihat orang.

    Untung kadal aja itu Mas, gak pake buaya….wwkkw

    1. Haha. Onone buaya darat.

  2. Tempatnya uenak banget buat jalan jalan santai. Menghabiskan waktu sore. Atau mungkin minggu bersama keluarga. Intinya pas buat melambatkan waktu lah. Nggak kerja mulu.

    1. Iya betul, bro. Tempatnya picnic-able 😁

  3. itu kadal gede amat yaaaak!
    aku belum puas ke Bangkok nih, kemaren banyakan jalan indoor di pusat belanja-nya karena Bangkok ujan melulu hiks hiks padahal bulan April lho, kalo gak ujan tu biasanya bulan apa sih?

    1. Iya udah kayak komodo ituuuu.

      April harusnya panas sih, songkran aja April. Mungkin cuacanya lagi galau, atau mungkin terdampak daerah-daerah utara.

  4. Liat foto-fotonya aku keinget kompleks stadion Jakabaring Nug. Ada taman, ada danau, ada LRT juga haha. Dan, memang di sana banyak biawak ya. Pernah saat ke Marble Temple, ada sungai kecil gitu liat biawak berenang.

    Lebih banyak lagi di Sungai Melaka, ampun bisa numpuk-numpuk biawaknya. Bagus sih, artinya banyak ikan di sana.

    1. Eh, Sungai Melaka di Melaka Malaysia maksudnya mas?

  5. Aku juga tim yang tidak mengejar jumlah destinasi, tapi lebih suka nongkrong dan ngobrol sama warga lokal. Kalau pergi ke suatu tempat betah banget nongkrong berjam-jam cuma buat mengamati kehidupan masyarakat dan cerita-cerita. Makanya lebih suka jalan sendirian, soalnya kalau rame-rame mesti nggak singkron dengan keinginan kawan-kawan.

    1. Setuju, kak. Harus cari yang bener-bener cocok sih.

  6. Taman seluas ini, bisa jadi tempat nongkrong seharian, karena banyak yang bisa digali (informasi) langsung dari penduduk lokal yang juga nongkrong di situ atau beraktivitas di situ, sekaligus buat bahan tulisan. Emang benar, ke tempat nongkrong suatu kota itu tepat, karena kadang kita bisa dapat referensi tempat keren justru dari orang-orang yang ada di situ.

    1. Iya betul, kak. Aku suka banget berbaur sama masyarakat lokal.

  7. Wah luas sekali ya. Kalau boleh membandingkan Jakarta dan Surabaya, aku lebih memilih di Surabaya hahaha. Selain macetnya belum seberapa, tamannya banyak banget.

    1. Hehe iya betul, Surabaya lebih livable kayaknya

      1. Ketika dulu pertama ke Bangkok, aku jadi ikut membandingkan dengan Jakarta dan Surabaya. Menurutku memang ada banyak hal yang bisa dipelajari dari ibu kota Thailand itu.

      2. Betul bro, salah satunya tentang penggunaan transportasi umum dan kebersihan.

  8. tempat fitness di taman asik bgt ya,, di Indonesia apa ada yg kaya gitu ya??
    itu biawaknya udah ngerasa aman kali ya, ada orang juga santai aja.. kalau di kita pasti tu biawak udah lari terbirit2..

    -Traveler Paruh Waktu

    1. Di Indonesia ada tapi nggak selengkap itu.
      Iya biawaknya udah bodo amat sama manusia hahaha.

  9. […] Baca juga: Akhirnya ke Lumphini Park, Bangkok, Meski Diburu Waktu […]

  10. […] Baca Juga: Akhirnya ke Lumphini Park Bangkok, Meski Diburu Waktu […]

  11. […] Baca Juga: Akhirnya ke Lumphini Park Bangkok, Meski Diburu Waktu […]

  12. Rintant A · · Balas

    Pengen ke lumphini park karena mo napak tilas, artis korea demenen gw pernah syuting disono muahahaha. btw, kira2 butuh waktu brapa lama buat kelilingin taman lumphini pak ?
    Terima kasih

    1. Halo. Amannya sediakan waktu 3 jam deh biar nggak buru-buru 🙂

Like atau komentar dulu, kak. Baca tanpa komentar itu kayak ngasih harapan semu :D

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Lonely Traveler

Jalan-jalan, Makan dan Foto Sendirian

Guru Kelana

Perjalanan sang guru di berbagai belahan dunia

dyahpamelablog

Writing Traveling Addict

Daily Bible Devotion

Ps.Cahya adi Candra Blog

bardiq

Travel to see the world through my own eyes.

Mollyta Mochtar

Travel and Lifestyle Blogger Medan

Jalancerita

Tiap Perjalanan Punya Cerita

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

liandamarta.com

A Personal Blog of Lianda Marta

D Sukmana Adi

Ordinary people who want to share experiences

PAPANPELANGI.ID

Berjalan, Bercerita; semoga kita terbiasa belajar dari perjalanan

Guratan Kaki

Travel Blog

Omnduut

Melangkahkan kaki ke mana angin mengarahkan

Efenerr

mari berjalan, kawan

BARTZAP.COM

Travel Journals and Soliloquies

Bukanrastaman

Not lost just undiscovered

Males Mandi

wherever you go, take a bath only when necessary

Eviindrawanto.Com

Cerita Perjalanan Wisata dan Budaya

Plus Ultra

Stories and photographs from places “further beyond”.

backpackology.me

An Indonesian family backpacker, been to 25+ countries as a family. Yogyakarta native, now living in Crawley, UK. Author of several traveling books and travelogue. Owner of OmahSelo Family Guest House Jogja. Strongly support family traveling with kids.

Musafir Kehidupan

Live in this world as a wayfarer

Cerita Riyanti

... semua kejadian itu bukanlah suatu kebetulan...

Ceritaeka

Travel Blogger Indonesia

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Winny Marlina

Winny Marlina - Whatever you or dream can do, do it! lets travel

Olive's Journey

What I See, Eat, & Read

tindak tanduk arsitek

Indri Juwono's thinking words. Architecture is not just building, it's about rural, urban, and herself. Universe.

dananwahyu.com

Menyatukan Jarak dan Waktu

%d blogger menyukai ini: