Meski hanya punya waktu tidur sekitar 4 jam, pagi-pagi itu alarm tidak gagal membangunkan gue tepat jam 4:30. Penerbangan AirAsia AK417 yang membawa gue menuju Kuala Lumpur akan berangkat jam 8:30. Itu artinya, jam 6:30 gue udah harus sampe di Bandara Husein Sastranegara Bandung, yang berarti maksimal jam 6 gue udah harus berangkat menuju bandara. Puji Tuhan, sebelum jam 6, gue udah duduk pasrah di boncengan babang GOJEK.
Karena naik motor dan saat itu masih pagi, kami berkendara memutar di BTC, bergerak menuju Jalan Gunung Batu, lalu masuk ke dalam komplek Pangkalan TNI AU. Gue suka banget sama kompleknya! Jalanannya bersih, tenang, dan rindang. Sungguh, perjalanan pagi itu adalah sebuah perjalanan yang memanjakan mata, apalagi saat kami lewat di sisi landasan pacu. Langit yang bersih manis berpadu dengan sinar keemasan matahari pagi yang hangat. Tau gini gue keluarin action cam gue deh, tapi sayangnya gue bukan Bran Stark atau Stephen Strange yang bisa melihat masa depan.
Setelah sampe di depan bandara dengan selamat, gue mengambil beberapa foto area depan bandara sebelum akhirnya drop bagasi, check-in, melalui imigrasi, dan masuk ke boarding lounge. Gue dan beberapa calon penumpang yang udah siap sempat tertahan beberapa menit di pemeriksaan keamanan bandara karena… MASIH DITUTUUUPPP. Kayaknya penerbangan gue ini adalah penerbangan internasional pertama hari itu.

Tampilan depan Bandara Husein Sastranegara Bandung

Ada banyak tempat makan di area depan Bandara Husein Sastranegara Bandung
Penerbangan gue ada di Gate 1. Selama menunggu, gue seruput dulu kopi panas yang udah gue bawa di termos kecil, lalu boker 2 kali, dan banyak mengambil foto dengan handphone. Sayang banget, seluruh foto gue di hape pas hari pertama dan setengah hari kedua secara nggak sengaja kehapus lah. Padahal ada beberapa foto panorama yang gue ambil di area boarding lounge, lalu ada foto-foto toilet bandara Bandung yang instagrammable. Gue udah coba beberapa aplikasi photo recovery, tapi nggak ada yang berhasil. Detil kejadiannya akan gue ceritakan kemudian.
Pesawat AirAsia AK417 boarding tepat waktu, jam 7:50 seluruh penumpang udah dipersilakan memasuki kabin. Karena nggak beli kursi, gue ditempatkan di kursi tengah.
Nah, ada kejadian lucu di dalam penerbangan ini.

Koridor di area boarding lounge Bandara Bandung

Gate 3 Bandung International Airport
Setelah gue duduk, ada cowok yang dateng dan menunjuk kursi di samping gue yang deket jendela. Gue lalu berdiri keluar dari barisan kursi biar dia bisa masuk. Setelah duduk, dia ngajak gue salaman.
Okay.
Dari mukak-mukaknya, gue pikir dia orang Maluku atau Nusa Tenggara gitu. Nggak lama kemudian, ada cewek yang dateng dan bilang, “Sori, aku duduk di situ ya,” sambil nunjuk ke kursi yang diduduki cowok tadi. Gue mengernyit. Gue lalu minta cowok itu tunjukin boarding pass-nya.
YA ELAH. NGANA MAH KURSI C, BAMBAAANGGG.
Gue berdiri lagi keluar barisan kursi buat mempersilakan cewek itu masuk. Setelah duduk di tempatnya yang seharusnya, cowok itu ngobrol sama cowok lain yang duduk di lajur D, satu barisan di belakangnya. Ternyata dia orang Malaysia. Hal-hal aneh mulai dia lakukan sepanjang perjalanan.
Dia beberapa kali mengeluarkan lengkingan kayak Michael Jackson. Dia beberapa kali nyanyi dengan suara nyaring (bukan lirih atau bergumam kayak kita biasanya ngono) yang isi liriknya semacam lagu buat ngerayu cewek. Gue sama cewek di samping gue were like…
🙄🙄🙄
Kayaknya sih dia baru pertama kali naik pesawat. Dia sempet ngobrol juga sama cewek Indonesia di lajur D yang sebaris sama dia. Gue bisa denger cewek itu ke Malaysia buat sekolah, lalu gue juga denger dia ngomong, “Nanti kalau sudah lepas landas baru boleh.” Lalu saat mau mendarat di Kuala Lumpur, dia nggak mengembalikan sandaran kursi dan food tray-nya seperti semula.

Maskapai Xpress Air di Bandara Husein Sastranegara Bandung

Maskapai Citilink di Bandara Husein Sastranegara Bandung

Berburu foto selagi menunggu boarding di Bandara Bandung

Bandara Husein Sastranegara Bandung di pagi hari itu

Kurang lebih seperti inilah langit yang gue lihat dalam perjalanan ojek ke Bandara Bandung
Oh iya, ada satu lagi keanehan. DIA PUASA TAPI DIA PESEN PRE-BOOK MEALS. Pas pramugarinya dateng, dia bilang, “Saya puasa.” Ya pramugarinya bodo amat dong. Sesuai data, situ udah pesen makanan, jadi tugas pramugari buat mengantarkan makanan terlepas apakah dia mau makan apa enggak. Akhirnya makanan dia bungkus plastik dan dibawa sampai mendarat. Entah ada yang pesenin tiketnya apa gimana.
Transit di KLIA2
Pesawat mendarat sekitar jam setengah dua belas siang. Saat melalui proses imigrasi, gue sempat sedikit diinterogasi oleh petugas.
“Berapa hari di KL?”
“Just transit, saya ada flight ke Macau.”
“Macau? Ada visa?”
“Enggak.”
“Cina?”
“Cina ada.”
Gue lantas teringat sama ceritanya Simbok Olenka di mana dia ngotot-ngototan sama petugas imigrasi KLIA saat dia mau ke Myanmar. Petugasnya susah menerima kenyataan bahwa Indonesia bebas visa ke Myanmar, sementara Malaysia aja masih pake. Syukurlah gue sama petugas ini nggak sampai adu urat leher.
Setelah mengambil bagasi, gue melenggang ke area Arrival Hall. Entah karena udah keseringan ke KLIA2, atau karena udah melihat banyak bandara lain yang lebih bagus, atau memang karena servis KLIA2 yang memang menurun, atau kombo ketiganya, Arrival Hall KLIA2 ini terkesan suram dan jelek. Pencahayaannya temaram, lantainya berwarna gelap tanpa ada lapisan karpet. Padahal dulu saat pertama kali ke KLIA2 tahun 2014, Arrival Hall ini terang benderang. Saat itu, gue mendapat kesan bahwa KLIA2 ini nyaris sebagus Changi Airport. Sekarang, gue paham bila dari hasil penilaian terbaru, Bandara Soekarno-Hatta unggul dari KLIA.
Tadinya gue mau makan siang dari salah satu tenant yang udah gue pilih dari papan direktori. Tapi saat iseng menyusuri level 2 Arrival Hall ini sampai tiba di ujung ruangan (di mana ada tangga turun ke level 1 buat naik bus), gue tertarik sama sebuah papan besar dengan gambar makanan-makanan Melayu bertuliskan “SEDAP SEDAP”. Gue ikuti ke mana papan itu berakhir, dan ternyata tempat makan SEDAP-SEDAP ada di balik papan itu, nyaris terlewat oleh mata.
Karena gue cek harganya masih sangat sesuai budget, tanpa perlu pikir panjang gue pun segera duduk manis di salah satu kursi. Seorang waiter datang menghampiri. Gue memesan Nasi Goreng Sedap Sedap (15.9 MYR) dan air mineral (sekitar 3 atau 4 MYR gitu). Sembari menunggu pesanan datang, gue mengamati suasana tempat makan itu. Tempatnya bersih, luas, dan Instagram-worthy dengan sentuhan desain interior Peranakan. Bahkan menurut gue desain interiornya terlalu mewah untuk tempat makan sekelasnya!

Desain interior Sedap Sedap di KLIA2 Malaysia

Nasi Goreng Sedap Sedap di KLIA2 yang hanya 15.9 MYR
Saat pesanan datang, gue takjub sama porsi dan isiannya! Udah mah porsinya banyak, ada telur ceplok, sepotong ayam goreng, sayuran kering, kerupuk, dan sambal dalam wadah kecil. Padahal di dalam nasinya sendiri udah ada potongan-potongan sayur sama telur orik yang nggak pelit. Ketika suapan pertama menyentuh lidah, YA TUHAN ENAAAKKK. Sungguh sebuah tempat makan impian anak kost di bandara!
Sempat Ditolak Masuk Karena Kelebihan Bagasi Kabin
Sebetulnya, gue sempet mengambil banyak foto panorama di sky bridge KLIA2 yang menghubungkan Arrival Hall dengan Departure Hall. Tapi seperti yang gue bilang di awal, seluruh foto handphone gue di hari pertama dan setengah hari kedua terhapus, jadi sayang banget nggak bisa gue tampilin di sini. Gue cuma foto pake hape aja karena kamera tersimpan rapi di dalam backpack.
Mungkin sebagian dari kamu udah tau, kalo di depan imigrasi Departure Hall KLIA2 itu ada petugas AirAsia yang siap dengan timbangan. Jadi sebelum masuk, seluruh penumpang harus menimbang bagasi kabinnya. Di kost, berat backpack gue adalah pas 7 kg, pait-paitnya 7 kg sekian deh. Tapi saat gue timbang saat itu, ternyata beratnya 9 kg. JENG JENG JENG!
“No, you have to check in,” kata ukhtea itu dengan ketus.
Gue lalu inget bahwa ada beberapa perubahan di dalam isi backpack gue. Gue lalu keluarkan jaket buat gue pake aja, gue habisin air mineral, lalu gue juga keluarkan sling bag Eiger. Beberapa gadget gue jejalkan ke dalam sling bag. Gue coba timbang lagi di petugas yang berbeda. Beratnya jadi 7,8 kg. Gue diperbolehkan masuk. Haleluya, Gustiiiiii. Karena kalo sampe ujung-ujungnya gue kudu beli bagasi juga, maka gue akan sangat menyesali laptop dan tripod yang sudah gue korbankan 😭😭😭
Masih ada waktu sekitar 1,5 jam sebelum jadwal boarding. Gue duduk di kursi free internet corner, lalu menggunakan waktu yang ada buat… kerja. Sungguh sebuah pengabdian buruh ahensi.
Penerbangan Kuala Lumpur – Macao
Sesuai budaya AirAsia, penumpang dipersilakan masuk sesuai zona kursi. Jadwalnya molor beberapa menit jadi jam 16:40. Sejauh mata memandang, gue nggak melihat orang dengan ras selain Tionghoa dalam penerbangan ini, kecuali para flight attendant. Bahkan turis bule pun nggak liat. Ada masa ketika Hong Kong dan Macau menjadi primadona wisatawan Indonesia. Sekarang kayaknya masa itu udah berlalu, dan Jepang sedang menjadi the new Singapore buat wisatawan Indonesia. Sepanjang perjalanan, suasana kabin berisik sama orang-orang yang ngomong bahasa Cantonese.

Di dalam penerbangan AirAsia Kuala Lumpur – Macau, mas-mas FA sedang mengonfirmasi nama gue untuk mengantarkan pesanan

Nasi Lemak Pak Nasser, AirAsia’s signature on board meal

Unboxing Pak Nasser’s Nasi Lemak on board AirAsia
Di penerbangan ini, gue sengaja memilih kursi biar bisa duduk deket jendela buat bikin video flight report. Biayanya juga masih sangat wajar, seharga 10.9 MYR aja. Selain itu, gue juga memesan pre-book meal berupa Nasi Lemak Pak Nasser dan secangkir kopi yang harganya 10 MYR aja. Nasi Lemak Pak Nasser ini udah terkenal enak sebagai on board meal-nya AirAsia. Maka saat proses pemesanan online, gue nggak bingung lagi memilih.
Gue nggak mengambil foto selama penerbangan. Dua foto di atas gue screenshot dari video. Untuk dokumentasi perjalanan ini selengkapnya, silakan tonton flying vlog gue berikut ini.
Mendarat di Bandara Internasional Macau
Setelah dua tahun nggak menjejakkan kaki di negara baru dan 4 tahun nggak traveling antar kota antar negara, malam itu gue bahagia karena salah satu mimpi gue menjadi nyata. Sampai di jam-jam terakhir sebelum keberangkatan, ada sedikit ketakutan akan batalnya perjalanan ini karena hal-hal mendadak yang berada di luar kuasa kita. Puji Tuhan, perjalanan berjalan lancar seperti yang diharapkan dan gue masih ada sampai saat ini untuk menceritakannya.
Nggak semegah kasino-kasinonya, bandara Macau ternyata sangat sederhana, bahkan bandara Bandung aja menurut gue masih lebih bagus dengan fasilitas lebih lengkap dan tenant komersil yang lebih banyak. Mengikuti kerumunan penumpang, gue berjalan melalui garbarata sampai bertemu dengan aula imigrasi. Suasana baru yang gue jumpai di sini adalah kehadiran 3 bahasa―Tionghoa, Portugis, dan bahasa Inggris―di setiap papan petunjuk. Lalu apakah warganya juga berbicara 3 bahasa? Sama sekali enggak 😅😅😅
Proses imigrasi bandara Macau ternyata berjalan dengan cepat dan longgar. Gue sampe nggak sadar bahwa prosesnya udah selesai, sampai gue dan petugas imigrasinya diam saling bertatapan selama satu dua detik. Inikah namanya cinta pada pandangan pertama? Entah karena petugasnya juga males ngomong pake bahasa Inggris atau gimana, dia sama sekali nggak berbicara sepatah kata pun. Paspornya nggak dicap, cuma dikasih selembar kertas yang bahkan ukurannya lebih kecil dari karcis parkir. Padahal gue udah siapin bukti pemesanan hotel sama boarding pass tiket balik ke Bandung karena takut diinterogasi.
Arrival Hall Bandara Macau ini cuma sebuah aula memanjang. Nggak ada yang jual makanan sama sekali. Cuma ada ATM, money changer, jajaran konter taksi dan bus, sama pojok Macau Tourism Center. Sebelumnya, gue udah browsing tentang rute bus menuju hotel gue di deket Senado Square. Tapi terdorong perasaan ingin memastikan, gue menghampiri booth Macau Tourism itu. Nah kan, ternyata ada rute bus yang tinggal sekali naik menuju Hou Kong Hotel. Gue tinggal naik bus MT4 dari halte di sebelah depan kiri bandara. Karena nggak ada uang receh buat naik bus dan loket money changer di situ nggak menerima penukaran uang, gue akhirnya melipir ke vending machine buat beli susu kotak seharga 13 MOP.

Good evening, Macao
Good evening, Macau. I’m ready to know you better tonight…
Awakakakakak. D psawat jg ada ya Guh yg salah kursi. 🤣
Haha sering kejadian kok, Ry. Apalagi masyarakat negara berflower 😂😂😂
Suka kzl sm yg suka duduk seenak udel gt. Tp kabar baiknya, bs jd konten akhirnya ya. *Tetep* 😂🤣
Bahahahaha dasar petani konten 😀
Flight yg cukup panjang tapi menyenangkan, bukan begitu gie?
Memang kalo lama ga terbang terbang atau pergi ke destinasi baru, bawaannya excited, aku jg bakal seperti itu
Penumpang cowok Malaysia itu geje ya hahaha
Menyenangkan karena ini negara baru. Kalo negaranya sama aja, bisa boring aku 4 jam di udara 😂😂😂
Aku tim ransel bagasi selalu kelebihan tapi nggak pernah ketahuan, mungkin karena ransel 50L bentuknya agak kotak, nggak kayak carrier, jadi dikira enteng. 😅
Eh bukannya di KLIA semua kudu ditimbang ya, mas?
Kok nggak pernah disuruh timbang ya Mas. 😅
Berarti ternyata gak semua tas ditimbang ya. AirAsia kan?
Iya AirAsia Mas. Mungkin profiling ya Mas. Yang nampak ranselnya besar, baru disuruh timbang.
Bisa jadi begitu
Baca tulisan ini agak ngeri-ngeri sedap, ya. Sebagai orang yang belum berani-berani amat solo traveling (terutama ke luar negeri), emang mesti persiapan banyak. Terus, yang soal kelebihan bagasi itu, kalo aku ada di posisi di atas, kayaknya aku bakal nurut buat bayar kelebihan bagasi. Hahaha. Padahal bisa diakali sebenarnya, ya. 😀
Ini baru sekelas Hong Kong yang notabene masih deket, makin jauh makin banyak persiapannya 😀
Next time aku pesen maskapai full service aja deh, kecuali short trip. Biar gak pusing masalah bagasi.
Betul. Tapi biar gak deg-degan jadi solo traveler, wajib dicoba ke negara-negara yang dekat dulu, ya. 😀 Haha baoleh tuh, biar nggak ada drama soal bagasi.
Yes. Start dari Singapura atau Malaysia aja dulu 🙂
Bakal dicoba kapan-kapan, nih! 😀
Semangat!
kok aku habis liat ini jadi pengen makan nasgor atau nasi uduk deh hehehe
Gara-gara Nasi Lemak Pak Nasser ya 😀
keren kamu kak, solo travelling ke Macau. pasti banyak kejadian aneh yach selama perjalanan. kalau ada temannya aku berani dan ngadepin masalah anteng2 aja karena ada teman. coba sendiri, bisa nangis dangdut dan minta pulang dech. apalagi berurusan dengan orang imigrasi dan sesama traveller..
Iya, kak, dan kayaknya bakal kulakukan lagi ke negara yang lebih jauh. Tapi harus belajar dulu cara mengambil foto yang cakep dengan tripod, hehe 😀
bang, lu pagi2 makan apa ampe berak 2x dibandara? wkakak
btw drama 7kg selalu terjadi buat kita2 yg miskin ya. hahaha
Kayaknya gejala masuk angin, bang. Makan roti sama kopi aja padahal 😦
[…] gue mendarat di Macau sementara seluruh pesenan harus diambil di Arrival Hall Terminal 1 Bandara Hong Kong, gue sempet […]
[…] wisatanya terbagi 2: Taipa dan Macau City Center (Macau Historic Area). Kawasan Taipa dekat dengan Macao International Airport dan kasino-kasino bergengsi seperti City of Dreams dan The Parisian. Hotel-hotel murah biasanya ada […]
[…] bahkan convenience store! Men, Bandara Bandung aja masih lebih berisi dari ini, ini mah cuma kayak Bandara Macau. Ada booth tourism center, tapi mbak-mbak petugasnya nggak bisa bahasa Inggris, kami berkomunikasi […]
[…] pas terbang dari Jakarta ke Phuket via KL dan dari Bandung ke Macau via KL beberapa bulan sebelumnya, gue sama sekali nggak keluar imigrasi. Jadi setelah mendarat, gue […]
[…] Gini doang, nih? Ini mah cuma kayak Bandara Macau! Bandara Husein Sastranegara Bandung aja nggak gini-gini amat, masih ada banyak tempat makan dan […]
[…] yang jauuuhhh lebih sedikit dan untuk perjalanan yang lebih berfaedah, misalnya untuk penerbangan Bandung – Kuala Lumpur – Macao atau Hong Kong – Kuala Lumpur – Bandung pada Mei 2019 […]
[…] di sini untuk cerita […]
[…] baru cobain ini saat penerbangan Bandung-KL-Macao di pertengahan 2019 dan gue nyesel bangeeettt. Selama ini wara-wiri sama AirAsia ke mana aja […]