SUPERTRIP #1 – SIKUNANG Part 9
Sebenarnya, destinasi kami selanjutnya di sore hari ini adalah Henderson Waves. Dari Chinese Garden, kami mengambil kereta menuju Harbourfront. Namun saat kami tiba di sana, rintik gerimis masih berjatuhan dari langit, membuat jalan-jalan basah dan mood menjelajah gue lenyap ditelan angin. Kami lalu berbalik ke Little India. Sementara Aska hanya duduk menunggu di dalam peron, gue berjalan menyusuri jalan-jalan Little India yang wangi di bawah langit yang masih meneteskan hujan dengan lembut. Melalui jajaran toko-toko dan warung-warung kelontong dan langsung kembali lagi begitu mendapatkan sebotol air mineral dari sebuah Seven Eleven.
“Sekarang mau ke mana?” tanya Aska, yang hanya gue jawab dengan sebuah gelengan suram.
Kami kemudian memutuskan untuk pergi ke Orchard Road sesuai ajakannya. Siapa tahu cuaca sudah lebih baik saat kami sampai. Namun setibanya di sana pun, gerimis masih belum berhenti dan gue semakin malas jalan-jalan melihat trotoar yang sudah basah kuyup seperti itu. Saat itu baru sekitar pukul enam petang, tapi begitu Aska menyelesaikan rutinitas kewanitaannya, kami memutuskan untuk langsung menuju Kranji karena udah nggak tahu lagi mau ke mana. Dari Kranji, perjalanan akan kami lanjutkan menuju Johor Bahru hingga Penang.
Kami hanya saling terdiam dalam perjalanan panjang menjauhi pusat kota itu. Dari balik jendela, gue melihat semburat oranye yang tergores lemah di atas langit kelabu. Gue memperhatikan jalur MRT yang tergambar di bagian atas dinding dalam gerbong, saat kami semakin mendekati Kranji. Tiba-tiba pikiran itu merasuk ke dalam kepala, sebuah ide yang wajar muncul di dalam benak seorang penjelajah—ide untuk sedikit melanjutkan penjelajahan di Singapura ini di sisa waktu yang ada. Gue nggak mau buru-buru berangkat ke Penang dan sampai di sana pagi-pagi buta.
“Ka, nanti kamu duluan aja ya, aku mau turun di Choa Chu Kang. Mau nyobain LRT,” celetuk gue dengan suara lirih.
Dia mengangguk sekedarnya.
“Nanti kamu tunggu di dalam peron aja ya,” gue menambahkan.
Jadilah gue turun di stasiun Choa Chu Kang, sementara dia melanjutkan perjalanan menuju Kranji yang berjarak 3 stasiun lebih jauh.
Turun dari kereta MRT, gue berjalan keluar dari peron, mencari-cari petunjuk menuju peron LRT. Petunjuk itu tidak sulit gue temukan, karena setiap stasiun MRT menyediakan fasilitas yang lengkap, termasuk petunjuk arah. Tidak seperti jika menuju peron MRT (misalnya saat berganti line) di mana calon penumpang dimanjakan dengan fasilitas tangga berjalan / eskalator, gue berjalan menuju peron LRT melalui anak-anak tangga reguler. Tidak perlu membeli tiket lagi, karena MRT dan LRT merupakan sebuah kesatuan dari sistem pengakutan massal Singapura yang terintegrasi.
Sampai di peron LRT, gue terkejut dengan penumpang yang berjubel di kedua sisi peron menanti kereta datang. Nggak ada pintu pengaman otomatis di peron LRT seperti yang biasa ada di peron MRT. Peronnya pun nggak panjang seperti peron MRT. Maklum, kereta LRT hanya berwujud satu gerbong, tidak seperti kereta MRT yang biasanya mencapai 6 gerbong.
Tidak lama kemudian, satu unit kereta LRT datang. Mbak-mbak petugas mengatur agar calon penumpang masuk dengan tertib dan memposisikan diri dengan semestinya di dalam kereta, sehingga dapat memuat penumpang dengan jumlah yang maksimal. Kereta pertama berlalu dengan gue masih tertahan di dalam peron. Untungnya kereta kedua segera datang, disusul dengan kereta ketiga yang lalu menempel mesra di belakang kereta kedua. Gue masuk ke dalam kereta ketiga yang cenderung lebih lowong. Kedua unit LRT lalu berjalan bersamaan, seperti ada sebuah magnet yang menghubungkan kedua kutub kereta.

The LRT train

Inside the LRT train
Sama dengan MRT, kereta LRT berjalan dengan otomatis by system, bukan dijalankan oleh sopir manual. Bangku penumpang disusun melingkari gerbong, dengan bagian tengah yang disediakan bagi penumpang yang berdiri. Kereta tetap nyaman, sejuk, dan bersih. Sebagai informasi, LRT yang saat ini gue naiki adalah LRT Bukit Panjang Line yang masih dikelola oleh SMRT. Sementara Punggol Line dan Sengkang Line, yang ada di sisi lain negeri ini, dikelola oleh SBS Transit. Semua line untuk kereta LRT berbentuk melingkar, memiliki titik awal dan titik akhir yang sama. Jadi sebenernya ambil peron yang mana pun juga nggak masalah.
Serunya naik LRT, karena lintasannya berbentuk melingkar, maka ada saat-saat di mana kereta menikung cukup tajam sehingga harus berpegangan erat. Jalannya pun nggak semulus kereta MRT. Kereta berjalan melalui blok-blok apartemen warga lokal Singapura dengan desain homogen. Tak ada kaum ekspatriat di dalam kereta, hanya kaum Tamil dan Cina Singapura. Jarak antar stasiun nggak terlalu jauh, hanya dibutuhkan sekitar setengah jam untuk mengelilingi seluruh lintasan.
Gue memilih berhenti di Fajar, yang berada di tengah-tengah line Bukit Panjang. Gue lalu berpindah peron untuk kembali ke Choa Chu Kang. Kereta kali ini cenderung lengang, masih ada beberapa kursi kosong yang tersisa.

Sneak a peak

Fajar LRT platform. Sepiii.
Yah, walaupun gagal mengunjungi Henderson Waves dan Punggol Waterway Park (tadinya gue berencana mencoba LRT sekalian mengunjungi Punggol), tapi seenggaknya gue sudah berhasil memuaskan rasa penasaran gue akan kereta LRT. Dengan demikian, berarti gue sudah mencoba semua moda transportasi publik di Singapura: MRT, LRT, Bus, dan Sentosa Express. Adakah yang terlewat?
Lalu, ngomong-ngomong, kayaknya gue harus ke Singapura lagi, sekedar transit sehari dan mengunjungi Henderson Waves
Sumpah jadi kangen sing, dah lama banget ngak melipir kesana. 7 tahun lalu saat masih bolak balik kesana bisa sebulan 2x, paling demen kalo naik mrt dipagi hari. Liat manusia2 super sibuk berangkat aktifitas, bisa cuci mata yg bening2.
Perna aku muterin ngak turun2, padahal bayar cuman 2 stasiun … ah kenangan itu 😦
Lhah, terus bisa keluar gate? Ayo melipir lagi, mas. Jangan muter2 hotel mulu 😀
Hmm, jadi LRT itu semacam versi sederhana dari MRT gitu ya?
Iya. Sesuai namanya, Light Rapid Transit, lintasannya lebih kecil dan jumlah penumpangnya lebih sedikit.
rickshaw-nya dah dicoba belom? keliling-keliling di chinatown..
Eh emang ada rickshaw, mbak? Aku nggak liat waktu itu. Tapi buat aku rickshaw udah masuk angkutan wisata sih 😀
hahaha emang bener, khusus untuk wisatawan dan karenanya mahal!! biasanya keluar pas malam-malam… 🙂
Nah kan. Mending jalan kaki, mbak. Hehehe.
Hampir kebaca LDR judulunya :-I
Mas, mikirin pacar mulu ya nun jauh di sana? Sabar ya, mas. Nih gue kasih *pukpuk gratis 😀
Singapur ya… Aku cuma ke USS, mainstream bgt
Wkwkwk. Besok eksplor dong, bang. Banyak yg gratisan kok. Semuanya malah.
Gua masih cari yg bayar, sok tajir
Di Penang tuh, apa2 bayar. Masuk Peranakan Mansion bayar, masuk Khoo Kongsi bayar, bahkan Fort Cornwallis yg gitu doang juga bayar -_____-
Belum ke Penang…
Lho? LRT beda sama MRT ya? baru ngeh abis baca ini. Pengen kesana lagii~ pengen agak lama biar bisa nyantai deh 😀
Beda, mas. Hehe. LRT kapasitasnya lebih sedikit. Yuk ke sana lagi, eksplor daerah2 non turis.
hayuuuk, abis lebaran cuti mulai terkumpul lagi nih kapan ada tanggal merah lagi ya? ahaha 😀
Waduh, yg banyak tanggal merahnya udah abis. Paling cuma sehari sehari.
[…] bus has its different color, from reddish-orange, grey, or blue. Some buses have two cars, like a light rail or electric tram, to carry more passengers. The most popular (and most convenient) line is the Blok […]
[…] Baca Juga: Membaur Bersama Singapura dengan LRT […]
[…] Membaur Bersama Singapura dengan LRT […]
[…] Juga: Membaur Bersama Singapura dengan LRT Gimana, dari ketiga hotel di atas, mana yang paling sesuai buat kamu? Oh ya, gue juga melayani open […]
[…] Baca Juga: Membaur Bersama Warga Dengan LRT Singapura […]
[…] Baca Juga: Membaur Bersama Singapura dengan LRT […]
senapsaran banget sama MRT ini, next trip ke sana kudu cobain lah wkwkwkwkwk
Ini LRT kak 😀 next time harus cobain ya
Beberapa kali ke SG tapi belum kesampean naik LRT. Melihat sisi lain Singapore katanya. Jadi penasaran. Mayb kalau ke SG gk anter tamu bisa lah main-main pake LRT
Selalu seru saat bisa eksplor tempat baru dengan cara yang baru 🙂
[…] Baca ceritanya di: Membaur Bersama Singapura dengan LRT […]
[…] bahkan Singapura aja nggak dilengkapi pintu peron kayak gini lho. Eh, tapi gue udah lama nggak naik LRT Singapura, mungkin ada pembangunan […]
[…] kayak gue waktu itu. Baru pertama kalinya gue ketemu sistem kayak gini. Di LRT Kuala Lumpur dan LRT Singapura kereta bisa datang setiap 3 atau 5 menit, jadi bisa langsung masuk ke peron dan nggak perlu […]
[…] kayak gue waktu itu. Baru pertama kalinya gue ketemu sistem kayak gini. Di LRT Kuala Lumpur dan LRT Singapura kereta bisa datang setiap 3 atau 5 menit, jadi bisa langsung masuk ke peron dan nggak perlu […]