
The elevated track at Gondangdia Station
Sebagai seorang pecinta kereta api, Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek menjadi obyek yang menarik untukku. KRL Jabodetabek yang kini populer disebut Jakarta Commuter Line merupakan satu-satunya sistem angkutan massal suburban rail transit di Indonesia. Apalagi, CL Jakarta sekarang sudah memiliki armada baru dengan fasilitas AC dan banyak stasiun yang sudah direnovasi menjadi lebih modern. Wah, aku pun makin tertarik untuk menjelajah Commuter Line Jakarta!
“Maaf, mas. Di sini nggak boleh foto-foto pakai DSLR. Harus izin dulu.”
Suara itu membuyarkan konsentrasiku yang sedang membidikkan lensa ke arah pintu-pintu entry gate Stasiun Gondangdia. Aku menurunkan kameraku, melihat seorang petugas perempuan berjilbab datang menghampiri dengan langkah buru-buru.
“Kenapa nggak boleh?” aku bertanya, menuntut penjelasan masuk akal.
“Iya nggak boleh foto-foto pakai DSLR. Kalau pake hape boleh,” sahut petugas itu, tidak menjawab pertanyaan.
“Mungkin bisa langsung ditanyakan sama kepala stasiun di sana, mas. Tinggal izin aja kok,” jawabnya lagi, setelah aku melontarkan pertanyaan yang sama dengan nada suara lebih tegas.
“Oh, nggak usah deh, ribet. Makasih ya,” aku mengakhiri perdebatan kecil itu, lalu melangkah meninggalkan stasiun.

Mengawali langkah di Sawah Besar Station

Sawah Besar Station, Jakarta
Maklum, cowok moody-an, suasana hatinya udah terlanjur berubah padahal sebenarnya aku bisa saja menghadap petugas itu. Meminta penjelasan, sekaligus meminta izin. Lagipula obyek foto yang kubidik juga nggak ngebet-ngebet banget, jadi ya sudahlah, mari melangkah keluar dan mencari tahu apa yang bisa ditemukan di kawasan Menteng ini.
Ini bukan kali pertama aku melakukan hobi fotografiku di stasiun Commuter Line. Saat Imlek bulan Februari lalu, aku bahkan sukses membidik setiap sudut Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Sudirman. Lengkap dengan sudut mesin ATM, ticketing machine, entry dan exit gate, area komersil, sampai masuk ke dalam peron. Petugas berlalu lalang di situ, namun tak ada satu pun yang menghentikan kesibukanku.
Cerita selengkapnya, baca di: Top 10 Things to Do in Jakarta’s Chinatown
Itulah mengapa, aku sangat terkejut saat aku ditegur petugas di Stasiun Gondangdia.
I’m a fans of trains, terutama kereta intra-city (di dalam kota) seperti MRT, LRT, subway, monorail, kereta api bandara, kereta komuter, dan tram. Eh, tram bukan kereta api ding, tapi setidaknya dia masih merupakan moda transportasi umum berbasis rel.

The platform, Sawah Besar Station

A Commuter train is arriving at Gondangdia Station
Aku suka mengamati warga urban yang hilir mudik dengan langkah cepat di dalam gedung stasiun.
Aku suka dengan momen menunggu di dalam peron, berbaris rapi di belakang garis kuning bersama calon penumpang lainnya. Utamanya saat larut malam, atau saat pagi-pagi sekali, saat kota berubah tenang dan menunggu di peron stasiun adalah salah satu kegiatan romantis yang bisa dilakukan dengan mudah.
Aku suka dengan suara deru kereta yang datang, lalu berubah menjadi sebuah dengingan saat ia berhenti di depan kami para penumpang.

A commuter train is running on the elevated track near Monumen Nasional

Jakartans inside the Commuter train
Aku suka mengamati pemandangan sepanjang jalur kereta api, jalur melayang (elevated track) adalah bagian yang paling kusuka. Saat kereta melaju di dalam terowongan dan tak ada yang bisa dilihat selain kegelapan, aku suka mengamati para penumpangnya yang duduk berhadap-hadapan, sebagian berdiri, memperhatikan bagaimana penampilan mereka dan apa yang mereka lakukan. Di antara orang-orang itu, pasti ada “pemandangan” yang bisa ditemukan. #ehgimana
Ketiga negara yang sudah kukunjungi — Singapura, Malaysia, Thailand — semuanya memiliki sistem transportasi kereta api cepat (rail transit system). Maka, selama di sana, aku tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjajal semua moda transportasi itu, mengabadikan setiap sudut stasiun dan kereta. Singapura dengan MRT dan LRT; Kuala Lumpur dengan LRT, monorel, KTM Komuter, dan KLIA Ekspres / Transit; Bangkok dengan BTS / Skytrain, MRT, dan kereta komuter-nya yang mengingatkanku dengan Commuter Line Jakarta angkatan pertama. Sayang aku tidak berkesempatan menjajal Airport Rail Link di Bangkok, Thailand.
Ceritanya selengkapnya, silakan klik:
Gempor di Singapore #3: Menyusuri Negeri Bersama MRT
Membaur Bersama Singapura dengan LRT
Memahami Sistem Transportasi Publik di Kuala Lumpur
Memahami Sistem Transportasi Publik di Bangkok

Ticketing machine, Sudirman Station

The entry gate, Sudirman Station
Makanya, Rencana Jangka Pendek untuk traveling, Manila dan Hong Kong berada dalam jajaran atas agar aku bisa menjajal MRT di sana. Eh tapi MRT dan LRT di Manila konon juga melarang fotografi professional di dalam stasiun, jadi harus diakali nih.
Sejujurnya aku tak dapat memahami alasan kenapa fotografi professional di stasiun Commuter Line dilarang. Aku tidak mengambil foto di titik yang ramai, keadaan stasiun sedang sepi. Aku juga tidak berada di titik yang berbahaya atau rawan mengganggu penumpang lain. Jadi, kalau alasannya untuk kenyamanan penumpang, CORET! Mungkin untuk alasan keamanan? Bisa jadi, tapi aku sendiri juga tak tahu tindak kejahatan apa yang bisa dilakukan dengan mengambil foto di stasiun. Anaknya biasa positive thinking, kak, jadi nggak paham deh yang begituan 😀
Seorang rekan pejalan, Blogger-You-Know-Who yang katanya selalu galau itu, juga menuturkan peraturan KAI itu kadang tumpang tindih atau ambigu. Dia menambahkan, tak semua stasiun kereta api menerapkan peraturan itu. Saat aku bilang bahwa peraturan ini agak aneh, dia menjawab dengan sedikit berkelakar, “Peraturan KAI mana sih yang nggak aneh?”

Tiket Harian Berjaminan yang baru

Passengers boarding at Sudirman Station
Menurutku, sebaiknya pendekatannya diubah. Saat petugas melihat ada seorang fotografer atau videografer, mungkin bisa dihampiri baik-baik lalu bertanya, “Permisi, mas. Foto atau videonya untuk apa ya? Bisa mengisi form izin dulu, mas?” Jadi, izin bisa dilakukan langsung dengan petugas yang bersangkutan, tak perlu menghadapi birokrasi yang sudah mendapat stereotipe “ribet” di dalam benak setiap manusia Indonesia. Petugas pun memberikan pengarahan yang ramah, tidak sekadar berbicara dengan nada tinggi tanpa memberi solusi.
Usai dari Stasiun Gondangdia dan berkunjung ke Monas, aku sukses berfoto di Stasiun Juanda, Stasiun Manggarai, Stasiun Tanah Abang, dan akhirnya Stasiun Palmerah. Saat aku di Stasiun Palmerah itulah dan hendak mengambil foto area concourse yang cantik dengan atap melengkung semi-industrial itu, aku dihardik seorang petugas sekuriti.

Tanah Abang Station, Jakarta

Palmerah Station, Jakarta
“Mas, ngapain?”
“Foto-foto, Pak.”
“Udah izin belum?” tanyanya lagi dengan nada tinggi.
“Belum, Pak. Emang harus izin ya?”
“Ya iyalah,” sahutnya nyolot, berpikir bahwa semua orang sudah seharusnya tahu bahwa mengambil foto di stasiun itu adalah tindakan yang memerlukan izin.
“Oh, maaf nggak tahu, Pak.”
“Ya udah sana,” dia mengusirku pergi. Di situ Mamat merasa sedih.
Tidak semua warga Indonesia tahu tentang Commuter Line Jakarta selain dari berita-berita buruknya soal kereta anjlok, stasiun kebanjiran, jadwal stasiun kacau, dan tarif yang berubah-ubah. Mumpung punya blog, aku ingin menunjukkan bahwa Commuter Line Jakarta tak seburuk yang dibayangkan. Bahkan, banyak juga warga Jakarta sendiri yang tak tahu Commuter Line, tak pernah mencobanya.

Entering Juanda Station

Juanda Station, Jakarta
Selain itu, aku juga ingin memperkenalkan Commuter Line Jakarta ini kepada turis mancanegara. Aku ingin mereka tahu bahwa Jakarta juga punya sistem kereta api urban transit, meski belum sekelas MRT atau LRT. Andai aku tinggal di Jakarta, aku akan menawarkan kamarku kepada setiap anggota Couchsurfing mancanegara yang berkunjung, lalu membawanya berkelana di Jakarta dengan Commuter Line.
Baca Juga: Getting Around Jakarta Using Commuter Line
Coba saja kau mencari kata kunci “Commuter Line Jakarta” di mesin pencari. Sebagian besar hasil pencarian diisi dengan foto-foto Commuter Line yang disesaki penumpang sampai atap, calon penumpang yang berdesak-desakkan terlantar di peron, atau gedung stasiun yang kebanjiran. Sebagian besar adalah foto dari media massa, jarang kudapati foto dari blogger personal. Aku ingin menggeser foto-foto yang menunjukkan gerbong kereta penuh sesak sampai atapnya, karena saat ini hal itu sudah tak terjadi lagi.

The over loaded Manggarai Station
Harapanku, semoga Commuter Line Jakarta memiliki jalurnya sendiri hingga lajunya tak terhambat antrian memasuki stasiun bersama kereta api reguler antar-kota. Semoga renovasi Stasiun Manggarai segera terlaksana sehingga jumlah lintasannya bertambah, terdiri dari beberapa level seperti Stasiun Antwerpen, Belgia. Semoga jalur Commuter Line dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta segera rampung, biarkan pelancong dan warga Jakarta memiliki akses yang lebih realiable dengan bandara. Terakhir, semoga jalur lingkar melayang segera terealisasi, sehingga lebih banyak warga ibukota yang dapat merasakan manfaat Commuter Line Jakarta.

Andai Manggarai seperti Stasiun Antwerpen ini, source: cpantwerpen
Warm Regards,
Your Admirer
Eee ya ampun… memotret di stasiun saja tidak boleh? Stasiun kan milik umum di bawah kendali PT Kereta Api Indonesia. Kok aneh ya tidak boleh memotret pakai DSLR. Seperti properti pribadi saja 🙂
Iya aku juga kaget, mbak. Hehe. Di bandara CGK saja nggak ada larangan kok.
Dan saya pun baru tau terlebih aturan motret itu. Well iyasih, enaknya d beri teguran seperti contoh dr kak Matius, anyway foto2nya kece!
Iya gak boleh tanpa izin, sayang ya. Thank you apresiasinya 🙂
Wkwkwkw, yang ini lagi. 😀 Cowok Cancer emang mood-mood-an yak? Gyahahaha XD
Tapi di atas itu pas si mbak petugas berjilbab menawari untuk menemui Kepala Stasiun itu merupakan standar operasi prosedur yang menurutku patut diapresiasi.
Iya, moody-an hehe.
Nah, setelah ketemu petugas sekuriti yg nyolot itu, aku baru sadar tindakan petugas di St. Gondangdia itu jauh lebih baik.
Wah belum pernah naik commuter line Jakarta, bagus ternyata. Kenapa ya ga boleh foto2 pake dslr, mksdnya kenapa hrs ribet pake ijin segala, padahal klo banyak yang foto, kan kayak iklan gratis gt ya bikin org pgn nyobain. Di MRT Singapura aja boleh, malah kayaknya stasiunnya dibuat bagus2 biar org tambah seneng hehe
Same thoughts, kak Aggy. Padahal asik ya Commuter Line bisa kita promosikan secara gratis 🙂
CL sekarang sudah lebih baik dari sebelumnya. Armadanya baru. Stasiun-stasiun pun direnovasi.
Lucunya ada lomba foto kereta dan stasiun juga di saat yg bersamaan dengan larangan poto poto.
Ku belum pernah nyoba commuter line juga, di jakarta paling naik busway sama kereta jarak jauh doank.
Anyway, semoga mamat tabah.
Iya. Jadinya tumpang tindih atau kontradiktif.
Amin. Insyaallah Mamat tabah
Aq ngakak di bagian blogger you know who yg selalu galau.
Psst, it’ll be our little secret
Wah aku baru tau stasiun Sudirman keren ya. Ada ticketing machine nya segala :O Baru kah itu?
Btw kzl ya ga boleh motret dg alasan “DSLR ga boleh, kl hape boleh”.
Ada jg tuh resto / cafe yg kyk gitu, aneh banget. Padahal kan kl di foto cantik, di upload, dia jg yg untung. Gagal paham.
*terus malah curcol jg*
Udah beberapa bulan ada ticketing machine, Sharon. Selain di Sudirman, ada juga di beberapa stasiun lain. Banyak lho stasiun-stasiun Commuter Line yang bagus dan modern, kayak stasiun MRT 😀
Iya, seperti itulah perasaannya saat ditegur berfoto. Niatku untuk promosi padahal.
Wihh gilaaa bagus2 amat fotonyaaa 😍😍😍
Dari sejak st. Palmerah selesai renov udah pengen banget hunting foto disitu.. atapnya keren, jembatan penyebrangannya jg bagus..tapi ga cuma kak mamat aja kok yg dijutekin, ak pernah baca di blog atau instagram lain klo di palmerah ga boleh foto2…hmm, sekarang bakal nyoba hunting di stasiun2 yg ramah dulu deh kalo gtu..
Eh makasih ya buat apresiasinya 😀
Gondangdia dan Palmerah sudah jelas coret dari daftar kamu ya. Kota dan Sudirman aman.
wahahaha “Peraturan KAI mana sih yang nggak aneh” :))
Jadi inget dulu pas tahun baru dari Monas harus nginep dulu di stasiun Juanda kehabisan kereta mau balik ke Depok. Hahaha.
Bisa nginep di stasiun ya? Nggak ditutup gedungnya?
hmm emang ada peraturan yang tertulis gitu ga sih? misal di SPBU kan emang ada larangan dan stiker kamera yang di coret kalo disana gimana?
Ada peraturan tertulis, tapi nggak ditampilkan di stasiun
Stasiun Juandaaa kerenn ya sekarang… *efek udah 2 tahun nggak lagi jadi penghuni commuterline. heheh.
Aku suka kereta tapi sayang nggak bisa di makan. *eh…
dan entah kenapaa terkadang merindukan suasana kereta ekonomi jaman tiket 1.500,- Depok-Kota. Mengamati lalu lalang ragam penjual –buah, alat tulis, jepit rambut, dll, ditengah sesak para penumpang.
Oh dulu Juanda nggak sekeren sekarang ya? 😀
Wahahaha, itu jaman susyah, kaaakkk. Keretanya kotor, yang naik semua kalangan wkwkwkw
sejujurnya aku ga pernah naik commuter line di negara sendiri :D.. ga ush liat dr google ato mana2, tp temen kantorku yg tiap hari cerita soal kereta udh cukup ceritain sperti apa kondisinya ;p.. ya rame sampe ga bisa gerak, yg muka sampe nempel di kaca, yg sodok2an, truatama di gerbong perempuan juga samaaa sadisnya -__- . keburu mikir mnding naik taxi ato ojek sekalian mas :D.. padahl kalo sdg traveling k LN, transportasi yg biasanya aku naikin ya subway, ato MRT begini.. yg di Manila sama tuh ama jkt, desak2an ampe ga bisa gerak ;p.. aku malah sempet kecopetan di mrt manila.. untung yg diambil cuma payung ama air minum.. mungkin copetnya haus ;p
(((SODOK-SODOKKAN)))
Aku sih selama naik CL, belum pernah sampai desek-desekkan ya. Ya iyalah, wong naiknya selalu weekend wkwkwk. Nah, MRT / LRT Manila sama parahnya tuh, malah konon lebih riskan 🙂
sama mas broo gue juga diusir sama sekurity stasiun bekasi ketika lagi asik ngambil foto. dan gue pun sama kaya loe juga langsung pergi tanpa harus minta izin buat ngambil foto…. soalnya tahu bakal ribeeet
Parah juga ya sampai diusir. Kenapa petugasnya nggak tanya baik-baik dulu maksud dan tujuan kita 😐
Peraturan yang dihasilkan dari sedikit paranoia dan komersialisasi berlebihan…
Konon katanya pernah ada suatu perusahaan membuat iklan yang menampilkan properti perusahaan di area stasiun tanpa seizin perusahaan, jadinya sekarang digebyah uyah semua yang pake kamera “bagus” wajib “izin”. Yah gitu-gitu deh Mas~~~~
Iya, yang aku dengar juga gitu. Maksudnya “perusahaan” di sini adalah PT KAI atau perusahaan komersil?
Kebijakan “gebyah uyah” yang sangat disayangkan. Nggak mau repot sih ya.
astaga, kok aku nulisnya ambigu banget sih -_-
Jadi maksudnya anggap saja pernah ada yang buat iklan komersial untuk kepentingan produk mereka sendiri tanpa izin di area KAI dan anak perusahaannya, dan membuat KAI dkk jadi cenderung paranoid tiap melihat kamera “bagus” yang digunakan untuk jepret-jepret
Wow, padahal kalo foto” kan bisa sekalian liatian keindahan beberapa stasiun yak. Difoto kok gaboleh hahaha
Yak tepat! Bisa buat sarana promosi gratis.
[…] sama seperti Stasiun Jakarta Kota (BEOS), Stesen Kuala Lumpur adalah bekas stasiun utama yang kini posisinya sudah digantikan oleh KL […]
[…] itu hari Sabtu, 11 Juni 2016, akhir pekan pertama dalam bulan Ramadhan. Usai berdebat singkat dengan petugas stasiun Gondangdia yang menegurku untuk tidak mengambil foto di stasiun, aku melenggang keluar stasiun dan spontan […]
[…] sampai di stasiun Bogor jam 20:30. Kloter pertama udah berangkat lebih dulu dari sebelum gue naik commuter line. Sementara kloter dua yang berangkat dari Tangerang mendapat musibah di perjalanan sehingga […]
[…] naik Commuter Line dari stasiun Jakarta Kota sampai perhentian terakhir di kota Bogor. Ongkosnya hanya Rp 5.000,00 belum termasuk biaya kartu […]
[…] lain, jadi nggak masalah. Lokasinya strategis banget! Hanya berjarak sekitar 1.5 kilometer dari Stasiun Jakarta Kota, dapat dicapai dengan TransJakarta dan turun di halte Mangga Besar lalu dilanjutkan dengan sedikit […]
Ya begitulah mas, peraturan yang aneh. Mereka paranoid gara-gara pernah ada yg foto-foto dan rekam video di area stasiun lalu dijadikan iklan/komersil.
Cukup dikeluhkan sama beberapa rekan railfans, tapi ya susah emang berhadapan dengan Badan Usaha Paranoid Milik Negara yang satu ini.
Iya sayang banget ya. Saya paham kalau mereka nggak mau kecolongan lagi, tapi bukan itu solusinya 🙂
Btw, ada tanggapan dari Pete sepur Indonesia di Koran Kompas 29 November kemarin
https://scontent.fcgk4-1.fna.fbcdn.net/v/t1.0-9/fr/cp0/e15/q65/15202531_10209011369493783_7856707439478488514_n.jpg?efg=eyJpIjoidCJ9&_nc_eui2=v1%3AAeG3MtZy9ZhQC5G71j1YPTwFmjqk8socIA3GLmmg4iNZpJAw5Ujl2rx80Dsf7iO-WkmMwwokhoVs60biD6qY8WDs02y9uJyXiRrF8dBa341rb9JUQpZXikgLZvIfEvmXtZg&oh=819887260f9e957274c401604d7bf91a&oe=58C1EDF0
Bilangnya kalo mau poto-poto harus ijin ke kepala stasiun dulu, tapi kenyataannya beberapa ada yg gampang ijinnya dan lebih seringnya ada yg malah dioper2/sulit
Beberapa petugas sekuriti menjelaskan dengan baik, beberapa nggak. Asal larang aja, nggak kasih tahu soal izin dan solusinya gimana.
nemu blog yang bahas krl cl jkt. menarik sekali. bisakah sistem krl ditingkatkan menjadi seperti lrt atau mrt di sing atau KL. saya pernah naik krl kok masih serasa naik kereta KAI ya. gerbong goyang2, perpindahan transmisinya terasa kasar, suara roda dan rel berisik( glodak2) dan laju nya kurang cepat. dibanding mrt/ lrt itu halus, terasa cepat, dan gerbong nya stabil.
Karena keduanya memang dua jenis kereta yang berbeda, kak. Komuter memang menggunakan jalur rel dan kereta biasa, namun jangkauannya lebih kecil. Komuter di KL juga seperti itu kok 🙂
untung kemarin ga disemprit sama petugas ya aku pas foto sekali di stasiun cawang hahaha, eh baru tau kalau manila sudah punya MRT/LRT hiks
Sudah, bro. Malah yang pertama se-Asia Tenggara hehehe
Wew baru tau
[…] berwarna merah. Kereta yang berwarna kuning punya bangku memanjang yang berhadapan seperti halnya KRL Commuter Line Jabodetabek. Nggak ada AC, cuma blower, jadi akan terasa cukup panas saat kamu menempuh perjalanan di siang […]
[…] menit sekali, tergantung apakah saat itu jam sibuk atau bukan. Kalau datangnya 15 menit sekali mah Commuter Line, wkwkwk. Biarkan penumpang turun keluar terlebih dulu, barulah kamu masuk ke dalam […]
[…] umum kereta api atau pesawat terbang, here are my suggestions to reach the hostel. Kalo kamu naik kereta commuter line, kamu bisa turun di Stasiun Pasar Minggu lalu lanjutkan perjalanan dengan ojek. Dengan […]
[…] Nomad Hostel Kemang, gue naik ojol sampai Stasiun Pasar Minggu, lalu melanjutkan perjalanan dengan KRL Commuter Line arah Bogor. Setibanya di Stasiun Bogor, gue berjalan menuju pintu keluar untuk naik salah satu […]
[…] atau sekitar Rp10.000 dengan hanya melalui 1 pemberhentian. Jelas, jauh lebih mahal daripada ongkos KRL Commuter Line Jakarta, hahaha. Langkah-langkah membeli tiketnya dapat ditonton di video atau baca di artikel: Memahami […]
[…] makan mi ayam, gue merapat ke Stasiun Sudirman yang memang deket dari situ. Dari Sudirman, gue naik KRL Commuter Loop Line (jalur kuning) arah Tanah Abang / Duri / Jatinegara, lalu turun di Stasiun Kampung […]
[…] KRL Commuter Line terus berbenah. Saya masih ingat, ketika dulu ke Jakarta saat saya masih berstatus sebagai mahasiswa, KRL itu kotor dan nggak nyaman. Sekarang, kereta dan stasiunnya sudah bersih, stasiun-stasiun dirapikan dan direnovasi, konektivitas antar moda ditingkatkan, mesin-mesin tiket dipasang, akses antar peron juga dipernyaman sehingga penumpang tidak perlu menyeberang jalur rel saat ingin berpindah peron. Salah satu inovasi terbaru KRL Commuter Line ini adalah kehadiran pengumuman penumpang seperti layaknya di kereta MRT. […]
[…] Dafam Express Jaksa bisa dicapai hanya dalam waktu 10 menit dari Stasiun Gambir. Kalo kamu naik KRL Commuter Line dan turun di Stasiun Gondangdia, malah bisa jalan kaki. Gak perlu gue jelaskan lagi betapa dekatnya […]
[…] Yogyakarta – Wojo adalah kereta merakyat. Bagian depannya mengingatkan gue dengan armada KRL Commuter Line Tanjung Priuk yang berwarna oranye itu, bedanya kereta yang satu ini diguyur dengan warna hijau. Apa […]
[…] gates di stasiun-stasiun LRT Palembang modelnya kayak gerbang tiket di stasiun-stasiun KRL Commuter Line dan MTR Hong Kong. Agak disayangkan, sistem baru tapi model gerbang tiketnya out of date. Mungkin […]
[…] gate-nya kayak yang ada di KRL Jabodetabek. Tinggal tap kartu, dan melangkah masuk setelah mesin mendeteksi kartu. Ongkosnya flat rate […]
[…] kereta lokal persis di seberang Bandara Don Mueang, tapi sistemnya nggak ramah turis. Mirip-mirip KRL Commuter Line sepuluh tahun lalu […]
[…] in a big city like Jakarta. Seringkali gue membayangkan pulang-pergi kerja naik MRT Jakarta atau KRL Commuter Line dari pagi-pagi hingga malam hari. Sebelum pulang ke kost atau apartemen, nongkrong-nongkrong dulu […]
[…] memiliki semangat yang sama. Tiap kali ke Jakarta, aku selalu bersemangat naik bus TransJakarta, KRL Commuter Line, apalagi dengan hadirnya MRT Jakarta baru-baru ini. Makanya, ketika melakukan perjalanan ke luar […]